Warga Lembak Susun Kekuatan
Cagar Alam Harus Jadi Perhatian
Jumat, 25-Januari-2008, 09:16:55
BENGKULU – Pemerintah harus menjadikan Cagar Alam Dusun Besar (CADB) sebagai perhatian. Sebab, jika dibiarkan, kondisi cagar alam seperti zaman 1882 ini, akan semakin rusak. Padahal, CADB merupakan satu-satunya cagar alam di tengah kota. Dan menjadi sumber ekonomi potensial. Hal ini ditegaskan Ketua Adat Masyarakat Dusun Besar, Abdullah Thaib Taher, S.Pd.I kepada RB kemarin.
Menurutnya, isu demo semakin meluas di kalangan masyarakat. Terutama sekitar 4.000 petani di sekitar Danau Dendam Tak Sudah. Karena ketergantungan terhadap kelestarian Danau Dendam sangat tinggi. “Masyarakat dan petani sudah resah. Kita minta rencana pembangunan di bibir Danau Dendam itu dibatalkan.
Jangan sampai keresahan ini menjadi bergejolak,” ancam mantan Koorlap Demo Masyarakat Lembak di zaman Gubernur Hasan Zen ini.
Selain itu, lanjut guru Madrasyah Ibtidayah Nurul Huda Jembatan Kecil ini, mendesak pemerintah daerah, agar memprogramkan penghijauan di sekitar Danau Dendam. “Jika tidak mampu menjaga, hendaknya jangan dirusak,” ketusnya.
Abdullah menyayangkan sikap ‘lepas tangan’ BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) Provinsi Bengkulu. Padahal seingatnya, tahun 1980-an, setiap warga yang ingin mengambil kayu untuk pondok sawah atau dapur rumah, ditangkap. “Kok sekarang tidak tegas. Bagaimana mungkin tidak masuk kawasan, sementara jarak pembangunan dari bibir danau tinggal 2 meter. Lantas, untuk apa ada kalimat radius 500 meter di UU No 41/1999 tentang kehutanan,” sesalnya.
Abdullah Thaib Taher menegaskan, tetap akan mengedepankan rasionalitas. Agar didapat solusi yang tepat untuk kemajuan bersama. Jika memang Danau Dendam ingin ditata sebagai kawasan wisata alami, tentunya masyarakat Lembak akan mendukung. “Kami menolak pengrusakan cagar alam,” ulangnya.
Dari informasi di lapangan, diduga rencana pembangunan villa tersebut bakal dilakukan oleh keluarga Gubernur Agusrin M. Najamuddin. Seperti diakui Lurah Dusun Besar, H. Kaludin Nur. “Kabarnya punya keluarga Gubernur. Tapi kami tidak tahu karena tidak pernah dilibatkan. Tahu-tahu sudah gusur,” ujar pak Lurah.
Dari catatan, lokasi itu milik Bachtiar Hosen. Namun, sekarang tidak diketahui, apakah masih miliknya atau sudah berpindah tangan. Lahan yang diratakan dengan alat berat itu masuk wilayah RT II. “Seharusnya tanggungjawab BKSDA menjaga cagar alam. Kalau kami ini, orang kecil,” ujarnya.
Ketika dikonfirmasi, adik kandung Gubernur Agusrin, Sultan B. Najamuddin membantah hal itu. Menurutnya, tidak ada satupun keluarga Gubernur yang membangun villa di bibir Danau Dendam. “Wah isu dari mana itu. Kalau ada yang membangun villa di sana, itu bukan keluarga Agusrin,” tegasnya.
Bahkan, Sultan secara pribadi mendukung untuk diusut tuntas. Sebab hal itu sudah berkaitan dengan nama besar keluarga. “Sudah terlalu banyak nama kita dibuat negatif,” tandasnya. (joe)
Cagar Alam Harus Jadi Perhatian
Jumat, 25-Januari-2008, 09:16:55
BENGKULU – Pemerintah harus menjadikan Cagar Alam Dusun Besar (CADB) sebagai perhatian. Sebab, jika dibiarkan, kondisi cagar alam seperti zaman 1882 ini, akan semakin rusak. Padahal, CADB merupakan satu-satunya cagar alam di tengah kota. Dan menjadi sumber ekonomi potensial. Hal ini ditegaskan Ketua Adat Masyarakat Dusun Besar, Abdullah Thaib Taher, S.Pd.I kepada RB kemarin.
Menurutnya, isu demo semakin meluas di kalangan masyarakat. Terutama sekitar 4.000 petani di sekitar Danau Dendam Tak Sudah. Karena ketergantungan terhadap kelestarian Danau Dendam sangat tinggi. “Masyarakat dan petani sudah resah. Kita minta rencana pembangunan di bibir Danau Dendam itu dibatalkan.
Jangan sampai keresahan ini menjadi bergejolak,” ancam mantan Koorlap Demo Masyarakat Lembak di zaman Gubernur Hasan Zen ini.
Selain itu, lanjut guru Madrasyah Ibtidayah Nurul Huda Jembatan Kecil ini, mendesak pemerintah daerah, agar memprogramkan penghijauan di sekitar Danau Dendam. “Jika tidak mampu menjaga, hendaknya jangan dirusak,” ketusnya.
Abdullah menyayangkan sikap ‘lepas tangan’ BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) Provinsi Bengkulu. Padahal seingatnya, tahun 1980-an, setiap warga yang ingin mengambil kayu untuk pondok sawah atau dapur rumah, ditangkap. “Kok sekarang tidak tegas. Bagaimana mungkin tidak masuk kawasan, sementara jarak pembangunan dari bibir danau tinggal 2 meter. Lantas, untuk apa ada kalimat radius 500 meter di UU No 41/1999 tentang kehutanan,” sesalnya.
Abdullah Thaib Taher menegaskan, tetap akan mengedepankan rasionalitas. Agar didapat solusi yang tepat untuk kemajuan bersama. Jika memang Danau Dendam ingin ditata sebagai kawasan wisata alami, tentunya masyarakat Lembak akan mendukung. “Kami menolak pengrusakan cagar alam,” ulangnya.
Dari informasi di lapangan, diduga rencana pembangunan villa tersebut bakal dilakukan oleh keluarga Gubernur Agusrin M. Najamuddin. Seperti diakui Lurah Dusun Besar, H. Kaludin Nur. “Kabarnya punya keluarga Gubernur. Tapi kami tidak tahu karena tidak pernah dilibatkan. Tahu-tahu sudah gusur,” ujar pak Lurah.
Dari catatan, lokasi itu milik Bachtiar Hosen. Namun, sekarang tidak diketahui, apakah masih miliknya atau sudah berpindah tangan. Lahan yang diratakan dengan alat berat itu masuk wilayah RT II. “Seharusnya tanggungjawab BKSDA menjaga cagar alam. Kalau kami ini, orang kecil,” ujarnya.
Ketika dikonfirmasi, adik kandung Gubernur Agusrin, Sultan B. Najamuddin membantah hal itu. Menurutnya, tidak ada satupun keluarga Gubernur yang membangun villa di bibir Danau Dendam. “Wah isu dari mana itu. Kalau ada yang membangun villa di sana, itu bukan keluarga Agusrin,” tegasnya.
Bahkan, Sultan secara pribadi mendukung untuk diusut tuntas. Sebab hal itu sudah berkaitan dengan nama besar keluarga. “Sudah terlalu banyak nama kita dibuat negatif,” tandasnya. (joe)