Danau Dendam Tak Sudah

The Dam Yang tidak selesai, atau De Dam Tak Sudah, Danau Dendam Tak Sudah

60 sd 80% Sampah Rumah Tangga adalah Bahan Organik

Potensi masalah ketika tidak diolah, potensi pendapat keluarga ketika diolah, potensi nilai tambah ketika dilakukan Biokonversi Dikelola Secara Bijak

Urban Farming

Pemanfaat Lahan Masjid Jamik Al Huda sebagai terapi psikologis dan nilaitambah pendapatan keluarga

Urban Farming (Budidaya Lahan Sempat)

Memanfaatkan Lahan Sempit untuk menambah nilai manfaat lahan diperkotaan sekaligus sebagai eduwisata

Urban Farming Tanaman Hortikultura

Sayuran segar siap dikonsumsi kapan saja...

Senin, 09 Juni 2008

Dispenda Gate

Issu Sekitar Buka-Bukaan Dispenda Gate

Hari ini, Rabu, 4 Juni 2008, saya diundang ibu Zumratul Aini kerumah beliau, melalui telpon saya dihubungi bahwa akan ada pembicaraan soal persiapan Bapak Chairuddin untuk menghadapi sidang perkara Dispenda Gate, besok Kamis, 5 Juni 2008. Saya kemudian mendatangi kediaman beliau sekitar jam 09.00 Wib, Ibu Zumratul bercerita panjang lebar persoalan ini, dan berada pada kesimpulan bahwa Bapak Chairuddin, Ibu Zumratul dan Penasehat Hukum sepakat untuk mengungkapkan apa yang sesungguhnya yang terjadi, yaitu akan mengajukan bukti-bukti adanya keterlibatan pihak-pihak lain dalam menikmati dana Dispenda untuk kepentingan tertentu (mungkin secara pribadi).

Sekitar pukul sebelas, seorang anak buah Bapak Chairuddin yang loyal mengantar sebuah CD yang berisi photo-photo bukti adanya penyerahan uang kepada Bapak Nuim Hidayat yang merupakan Ajudan Gubernur Bengkulu, Agusrin Najamudin, yang berlangsung di salah satu Kantor BRI di Kramat Raya Jakarta. Disamping itu ada juga penyerahan uang kepada Bapak Husnul Fikri yang bersama seseorang yang tidak dikenal Pak Chairudin, di Hotel Darmawangsa Jakarta, dimana uang tersebut sebelumnya dicairkan dengan menggunakan 8 lembar Check senilai 3,5 M di Bank BRI Cabang Sudirman. Dalam CD juga ada photo-photo proyek-proyek yang disebut-sebut juga di danai dari dana DBH PBB dan BPHTB senilai 21.3 M.

Dirumah beliau saya juga ditunjukkan bukti-bukti adanya upaya pemanfaatan dana tersebut oleh atasan beliau dengan modus, seolah-olah ada permintaan dari Dinas PU sebesar 8 M untuk pembelian alat berat yang mendesak, dan ada juga permintaan dana sebesar 6 M dari Balitbang untuk pengadaan bibit jarak. Permintaan kedua dinas tersebut kemudian didisposisi oleh Bapak Agusrin Najamudin kepada Bapak Chairuddin sebagai Kadispenda untuk mencarikan solusinya atau dalam artian untuk menyediakan dananya. Dan oleh Kadispenda dana itu diambil dari dana DBH PBB dan BPHTB. Atas permintaan Agusrin dana itu diminta untuk tidak dicairkan di Bengkulu (Diduga ada kekhawatiran terdeteksinya penggunaan anggaran ini, yaa diduga mirip-mirip money loundry…lah), sehingga dana tersebut akhirnya dicairkan beberapa tahap di BRI Kramat Raya dan BRI Sudirman. Dana tersebut diserahkan kepada orang kepercayaan Agusrin (dari beberapa kali penjelasan pribadi Bapak Chairuddin dana tersebut bukan untuk proyek pengadaan alat berat dan bibit jarak tetapi kepentingan pribadi Gubernur).

Ada sesorang karyawan di Dispenda yang tahu rencana penyerahan uang tersebut, mengingatkan kepada Bapak Chairudin jika penggunaan dana ini beresiko, karyawan tersebut akhirnya membelikan sebuah kamera digital kecil, untuk membuat dokumen setiap penyerah uang dan memotret nomor check yang digunakan untuk pencairan dana tersebut.

Penasehat Hukum dan Ibu Zumratul sudah sepakat apapun yang terjadi kasus ini harus terungkap dengan jelas, karena Bapak Chairuddin hanya melaksanakan perintah tugas atasan, dimana kondisi beliau sebagai sub ordinat dari sebuah kekuasaan. Dari pembicaraan juga terungkap selama Bapak Chairuddin ditahan, tidak pernah sekalipun Gubernur mengunjungi Bapak Chairuddin di Lapas, seolah-olah tidak pernah tahu dengan apa yang terjadi. Padalah sejak dari awal pembukaan rekening pengalihan dana DBH PBB dan BPHTB atas persetujuan dan surat permohonan pembukaan rekening yang ditujukan kepada menteri keuangan Benar-Benar Atas Persetujuan dan telah dijelaskan skemanya secara detail yang merupakan hasil pembicaraan antara Bapak Gubernur dan Kadispenda, dan yang paling penting bukti fisiknya Surat itu ditandatangani oleh Bapak Gubernur Agusri Najamudin. Dengan kata lain, jika hal ini adalah kesalahan maka yang bertanggung jawab adalah Gubernur, Bapak Chairuddin hanya bawahan yang sub ordinat yang menjalankan tugas, sebab jika hal ini tidak disetujui tidak akan mungkin dan tidak akan pernah ada pembukaan rekening tersebut.

Selepas Zuhur saya diajak oleh Ibu Zumratul untuk mengunjungi Bapak Chairuddin di Lapas. Di Lapas saya mendengar betapa sesungguhnya ada keinginan kuat dari Pribadi Bapak Chairuddin untuk mengungkapkan semuannya apa yang ia ketahui tentang kasus Dispenda Gate. Bahkan pada saat pertemuan itu, Bapak Chairuddin juga menyatakan akan mengukapkan adanya aliran dana menjelang pengesahan Perda Multi Years di DPRD sebesar Rp. 280 juta. Dana tersebut dicairkan kepada Ir. Winarkus, M.Si sebesar Rp. 150 juta dan kepada Drs. Hamsir Lair sebesar Rp. 100 juta dan Rp. 30 Juta (dalam dua tahap, ada bukti kwitansi yang ditunjukkan), dan dari penjelasan beliau terungkap bahwa pencairan dana tersebut juga atas perintah Gubernur dan digunakan untuk kepentingan menggolkan Perda Multi Years yang sedang dibahas di DPRD (ya biasalah mungkin digunakan untuk mensupport anggota dewan?).

Pagi hari Kamis, 5 Juni 2008 karena adanya keinginan untuk melihat Buka-Bukaan kasus Dispenda Gate, sekitar jam 10 saya menuju ke PN Bengkulu, eh ternyata sidangnya mundur dari jadwal yang semestinya jam 09.00 Wib. Menjelang sidang Bapak Chairuddin berbisik kepada saya bahwa untuk mengungkap kasus ini dia tidak akan vulgar mengungkapkannya, nanti akan dilihat momentnya. Sidang baru dimulai sekitar jam 11 siang. Pada saat sidang Hakim memulai dengan pertanyaan soal dibukanya rekening oleh kadispenda. Kemudian jaksa juga memberikan pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya lebih pada konfirmasi soal data yang ada.

Suatu kejutan luar biasa justru terjadi ketika Penasehat Hukum yaitu Sdr Nedianto Ramadhan Akil, SH memulai dengan pertanyaaan dan sambil menunjukkan sebuah foto yang bersisi tumpukan uang dan Ajudan Gubernur yaitu Sdr Nuim Hidayat di kantor Bank BRI Kramat Raya.

Sdr Terdakwa apakah sdr kenal dengan orang yang ada difoto ini? Tanya Nedianto
Kenal…itu adalah Sdr Nuim Hidayat ajudan Gubenur Bengkulu. Jawab Chairuddin

Coba Saudaraka jelaskan kejadian difoto ini! Pinta Penasehat hukumnya

Bapak Chairuddin panjang lebar menjelaskan, yang intinya bahwa beliau mencairkan dana sebesar Rp. 1.7 M kepada Ajudan Gubernur atas perintah Gubernur dan diminta untuk menyerahkan uang tersebut tidak di Bengkulu tetapi di Jakarta.

Ada kejadian yang menarik pada saat Bapak Chairuddin mengungkapkan kasus ini, hampir semua pengunjungan sidang terutama keluarga mensupport beliau dengan bertepuk tangan. Kondisi ini seolah-olah betapa gembiranya keluarga beliau atas keberanian untuk mengunkapkan kasus dispenda gate ini dengan transparan. Ini menggambarkan adanya tekanan luar biasa selama ini yang menghimpit keluarga, dan ini juga menggambarkan betapa leganya keluarga atas pengungkapan kasus ini.

Kemudian pengacara memperlihatkan kembali sebuah foto adanya tumpukan uang dan 2 orang yang sedang menghitung-hitung uang. Kembali pengacara meminta penjelasan atas foto tersebut.

Bapak Chairuddin kembali memberi penjelasan panjang lebar, yang intinya dia juga diminta untuk menyerahkan sejumlah uang Rp. 3.5 M, Kepada Husnul Fikri atas perintah Gubernur dan pencairannya juga di Jakarta.

Di persidang juga terungkap adanya aliran dana sebesar Rp. 280 juta melalui Bapak Winarkus dan Hamsir Lair.

Sidang ditutup oleh Hakim pukul 14.30 Wib.

Dari wajah-wajah pengunjung sidang terutama keluarga, betapa leganya keluarga atas mulai tersibaknya bukti-bukti dan fakta-fakta sesungguhnya yang terjadi.

Kunjungan Asisten I Pemda Provinsi Ke Lapas

Hari ini Jum’at 6 Juni 2008, menjelang magrib sekitar jam 17.30 Wib, saya mendapat telepon dari Ibu Zumratul untuk segera ke rumahnya. Intinya ada perkembangan baru yang dari peristiwa buka-bukaan Dispenda Gate hari kemaren. Ibu Zumratul menceritakan kepada saya bahwa setelah Sidang Pemeriksaan Bapak Chairuddin, kemaren sekitar Jam 16.00 beliau mendapat kunjungan istimewa dari Bapak Asisten I Provinsi Bengkulu, yang intinya mempertanyakan mengapa Bapak Chairuddin buka-bukaan di Sidang hari itu. Sempat juga diceritakan oleh Ibu Zumratul, kalau Bapak Chairuddin menyatakan bahwa itulah yang semestinya ia lakukan agar informasi kepada hakim menjadi jelas dan ini untuk kepentingan pengungkapan fakta yang sesungguhnya terjadi, kalau nanti kasus ini akan menyebabkan menyeret pejabat-pejabat lainnya di Pemda Provinsi itu merupakan sebuah resiko dari apa yang pernah terjadi.

Kemudian Ibu Zumratul juga menceritakan juga, bahwa Hari ini tadi sekitar jam 14.30 dia mendapat konfirmasi dari seorang wartawan RRI Bengkulu adanya undangan dari Bapak Arifin Daud sebagai Kadis Infokom Provinsi Bengkulu mengundang wartawan untuk mengadakan Konferensi Pers soal kasus Dispenda Gate. Setelah itu Ibu Zumratul juga mendapat SMS bahwa Bapak Chairuddin telah mengadakan konferensi Pers dengan Wartawan yang difasilitasi oleh Kadis Infokom dan Assisten I Provinsi Bengkulu. Intinya Penasehat Hukum Kecewa terhadap adanya konferensi Pers tanpa melibatkan beliau.

Atas kejadian tersebut ibu Zumratul meminta saran apa yang harus dilakukan selanjutnya agar tidak ada kesimpang siuran Berita soal Dispenda Gate ini. Akhirnya saya menyarankan agar PH diundang kekediaman Ibu Zumratul dan Beberapa keluarga dekat dan beberapa orang wartawan sebagai bentuk klarifikasi.

Kemudian berkembang pembicaraan, untuk menanyakan langsung apa yang sesungguhnya terjadi kepada Bapak Chairuddin di LP. Persoalan muncul karena hari sudah malam, dan untuk mengunjungi LP tentunya punya prosedur tertentu. Akhirnya melalui kontak dan inisiatif bersama, Ibu Zumratul, PH dan keluarga serta beberapa wartawan meluncur ke LP. Dalam perjalanan Ibu Zumratul menceritakan adanya upaya Asisten I Bapak Asmawi A Lamat untuk melakukan pertemuan dengan Ibu Zumratul, hal ini disampaikan oleh salah satu anak buah Bapak Chairuddin di Dispenda Provinsi kepada Ibu Zumratul. Dengan tegas ibu Zumratul meceritakan untuk menolak pertemuan tersebut, karena dia berpikir saat ini yang terpenting adalah tetap menjaga dan mensupport agar Bapak tetap teguh pada pendiriannya untuk mengungkap secara tranparan kasus yang terjadi.

Sesampai di Lapas, akhirnya kami bernegosiasi Alhamdulillah kami diizinkan masuk, kecuali wartawan. Begitu bertemu secara spontan Bapak Chairuddin menyatakan permohonan maaf dan khilaf karena konferensi Pers yang diadakan sore tadi tanpa sepengetahuan PH dan Keluarga. Ketika bertemu dengan bapak Chairuddin, saya punya inisiatif untuk menanyakan duduk permasalahan dan apa tujuan kunjungan Bapak Asisten I hari Kamis berkunjung ke Lapas dan Apa tujuan diadakannya Jumpa Pers yang difasilitasi oleh Kadis Infokom yang didampingi oleh Bapak Asisten I tersebut tanpa melibatkan PH dan Keluarga.

Bapak Chairuddin mencerita duduk persoalan yang sesungguhnya, pernyataan ini di dengar oleh Ibu Zumratul, Anak Bungsunya, PH dan keluarga. Jelas sekali apa yang sesungguhnya terjadi. Berani saya simpulkan bahwa ada upaya-upaya tertentu dari pejabat-pejabat yang datang itu. (Pengakuan beliau direkam, nanti digunakan sebagai bukti dipersidangan jika diperlukan).

Setelah diadakan pertemuan selama lebih kurang 1 jam, kami akhirnya diminta oleh penjaga lapas untuk mengakhiri pertemuan, kemudan Pak Chairuddin menulis sebuah pernyataan singkat di atas buku agendanya dan kemudian untuk diserahkan kepada wartawan. Hasil rekaman pembicaraan malam ini akan menjadi bukti, betapa sesungguhnya kasus dispenda gate ini telah melebar kemana-mana karena sangat banyak kepentingan.

Pernyataan Sikap

Kekhawatiran pemutarbalikkan fakta dan issu benar-benar terjadi, setelah hari Minggu saya membaca beberapa media. Di Bengkulu Ekspress muncul seolah-olah Bapak Chairuddin meminta maaf dengan Gubernur, seolah-olah beliau mencabut keterangan yang diberikan di persidangan yang lalu. Atas berita-berita tersebut akhirnya Bapak Chairuddin menyatakan ia tergangu dengan adanya berita-berita tersebut. Kemudian pada saat ke Lapas, melalui Ibu Zumratul beliau membuat konsep pernyataan dan meminta untuk mengetikkannya dan berkonsultasi dengan PH-nya. Setelah pernyataan diketik dan Bapak Chairuddin kemudian menandatangani pernyataan tersebut dan meminta untuk diketahui Penasehat Hukumnya yaitu Sdr. Nedianto Ramadhan Akil, SH. Pernyataan tersebut akhirnya di kirim beberapa media yang telah mengadakan jumpa pers yang di fasilitasi Kadis Infokom dan Asisten I beberapa waktu yang lalu.



Upaya Membungkam Pers?

Suatu pemandangan yang aneh setelah mengadakan Jumpa Pers di Lapas, Bapak Drs. Arifin Daun, MH dengan sigap membuat suatu upaya baru, yaitu mengadakan pertemuan dengan insan pers di Rumah Makan Embun Pagi (Berita Harian Rakyat Bengkulu), entah apa yang dibicarakan? Yang jelas issu berkembang adanya upaya-upaya penjelasan terkaitan kasus tertentu, dan kami menduga termasuk soal opini publik.

Kami bukannya bermaksud memojokkan seseorang tapi inilah fakta yang lihat pada photo-photo, bukti-bukti kwitansi, dan apa yang saya dengar langsung. Silakan masyarakat menilai apa yang sesungguhnya terjadi. Negara kita adalah negara hukum bersalah tidaknya sesorang harus dibuktikan dipengadilan. Walaupun sesungguhnya issu adanya mapia dalam sistem peradilan kita masih menjadi opini dan momok dalam masyarakat.

Jumat, 06 Juni 2008

Buka Bukaan Dispenda Gate

Terdakwa dugaan korupsi Dispendagate, Drs H.Chairuddin akhirnya buka-bukaan. Ini pun setelah penasihat hukumnya, Nediyanto, SH mendesak Chairuddin agar mengungkapkan fakta yang sebenarnya. Secara mengejutkan Nediyanto menunjukkan 7 lembar foto penyerahan uang yang diduga terkait aliran dana Dispendagate.



Foto tersebut menggambarkan suasana ajudan Gubernur Agusrin M Najamudin, Nuim saat mencairkan uang di BRI. Menurut Chairuddin, uang tersebut adalah uang dari aliran dana Dispenda diluar Rp 21,3 M yang dicairkannya di bank BRI cabang Kramat Tunggak Jakarta atas permintaan Gub. Foto itu sendiri diambil oleh Chairuddin dengan kamera poketnya, sebagai dokumen pribadi bahwa ia sudah menyerahkan uang kepada atasan.








Berita selengkapnya Harian Rakyat Bengkulu

Selasa, 03 Juni 2008

Kacaunya Administrasi Kependudukan: Beribadah Jalan, Kolusi Jalan

Pasrah dan kecewa. Itulah yang hanya bisa dirasakan 143 Calon Jemaah Haji (CJH) yang berdomisili tetap di Kota Bengkulu. Harapan warga untuk berangkat menunaikan ibadah haji menggantikan calon jemaah haji (CJH) dari luar kota dipastikan batal. Pasalnya, Walikota H. Ahmad Kanedi, SH, MH menolak membatalkan KTP CJH dari luar daerah tersebut (Calon pasti punya KTP luar daerah dan Bikin Satu KTP Kota untuk mendaftarkan sebagai CJH). Menurut Walikota, pembatalan KTP bisa melanggar hukum. Sehingga, harus hati-hati. Pihaknya tetap mengeluarkan SK waiting list. Hati-hati membatalkan KTP orang, bisa melanggar hukum, jawab Walikota.

Mungkin Pak Wali Kota Bengkulu Belum Membaca UU No. 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan, pasal 63 Ayat 6 yang berbunyi Penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) hanya diperbolehkan memiliki 1 (satu) KTP dan tentunya Pasal 93 yang berbunyi: Setiap Penduduk yang dengan sengaja memalsukan surat dan/atau dokumen kepada Instansi Pelaksana dalam melaporkan Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah dan pasal Pasal 97: Setiap Penduduk yang dengan sengaja mendaftarkan diri sebagai kepala keluarga atau anggota keluarga lebih dari satu KK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) atau untuk memiliki KTP lebih dari satu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (6) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.25.000.000.00 (dua puluh lima juta rupiah). (Selengkapnya UU No. 23 Tahun 2006)

Berdasarkan UU No 23 Tahun 2006 tersebut jelas-jelas bahwa calon jemaah haji yang berasal dari luar Kota Bengkulu atau Luar Provinsi Bengkulu dapat kita permasalahkan tentang keabsahan identitasnya, karena diduga memilik identitas ganda, dan diduga pada saat melakukan pengurusan KTP memberikan informasi tidak valid atau diduga melakukan pemalsuan data, karena tidak berdomisili di Kota Bengkulu. Mencermati aturan ini, semestinya sebelum terjadi permasalahan lebih pelik, ada upaya-upaya penyelesaian secara elegan dan tidak merugikan Calon Jemaah Haji yang betul-betul berdomisili di Kota Bengkulu. Apalagi dari berita-berita Harian Rakyat Bengkulu beberapa waktu yang lalu, terungkap bahwa CJH tersebut membuat KTP Unprosedural (tidak prosedural).

Dari pantauan Harian Rakyat Bengkulu, sejumlah CJH mulai berdatangan menanyakan informasi kepastian berangkat. Mereka hanya terlihat luyu mendapati penjelasan pihak Kandepag Kota. Sebab, dengan pendaftar haji hingga 1.500 CJH, sementara kuota-nya hanya 305 orang, kesempatan warga kota berangkathaji sangat tipis sekali. Apalagi, jatah untuk warga kota sudah direbut CJH asal luar. Cakmano kami ko pak, makin tuo makin litak. Ngapo pak Wali nggak nyoretnyo, keluhan terdengar dari para CJH asal kota.

Sebelumnya Kantor Wilayah (Kanwil) Departemen Agama (Depag) Provinsi telah menyatakan terang-terangan, sistem waiting list itu tidak berlaku. Bagi Kanwil Depag, waiting list itu hanya termasuk mengundurkan diri, belum cukup usia 17 tahun dan pernah haji. Jika memang ingin memprioritaskan warga kota, maka KTP CJH asal luar harus dibatalkan. Sebab, secara otomatis syarat pendaftaran haji 143 CJH asal luar tadi, batal dengan sendirinya.

Ketua Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) Kota, Syaiful Anwar, SE menyayangkan sikap Walikota. Jika memang satu-satunya jalan harus pembatalan KTP, semestinya segera membatalkan. Sekaligus mempertegas posisi CJH kota untuk bisa berangkat atau tidak. Kalau memang mau memprioritaskan calon jemaah haji asal kota, ya.. harus dicabut. Kanwil Depag memang hanya memproses pelaksanan haji. Jika tidak, tidak bisa berangkat, kata dosen Universitas Bengkulu ini.

Mencari Solusi

Polemik Soal CJH di Bengkulu ini, menggambarkan kepada kita betapa sesungguhnya negeri ini tidak pernah serius menangani hal-hal yang bersifat mendasar dalam rangka perencanaan pembangunan, karena data penduduk atau administrasi kependudukan adalah data awal yang akan menentukan perencanaan selanjutnya.

Jika data yang dimiliki amboradul, maka kita tidak bisa berharap banyak, sehingga akan timbul data-data majik (sulapan atau sim salabim), ya tentunya tergantung kebutuhan dan kondisi ini pasti akan menciptakan peluang kolusi dan korupsi. Betapa tidak ketika ingin mengentaskan kemiskinan, ketika ingin membiaya pendidikan, ketika ingin mengatasi masalah kesehatan, ketika menghadapi bencana, ketika pemberangkatan haji seperti saat ini, maka data kependudukan semestinya menjadi acuan.

Jika mimpi kita terwujud dengan adanya SIN atau Singel Identity Number, maka kekisruhan tidak akan terjadi sebab orang tidak akan memiliki identitas yang kembar, Akibatnya dengan gampang seseorang memiliki KTP aspal (asli tapi palsu) untuk mendapatkan jatah kursi pencalonan haji ditempat yang mereka sendiri tidak pernah berdomisili. Hal ini akan membuka peluang manipulasi data yang ujung-ujung pasti persoalan duit, kolusi, korupsi dan nepotisme. Ternyata bangsa ini, pemerintah kita memang selalu memanfaatkan celah pelaksanaan UU untuk mencari tambahan atau ngobyek.

Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan sebenarnya telah memandu kita untuk membuat sistem administrasi kependudukan dengan benar, akan tetapi karena memang pintar mencari celah, jadilah KTP-KTP aspal dapat digunakan untuk beribadah sekalipun. Rupanya pada saat orang beribadahpun, masih ada peluang untuk korupsi, kolusi dan nepotisme. Inilah yang terjadi, ya seperti acara di salah satu Stasiun TV saja, Ini Nyata dan Hanya Terjadi Di Indonesia.

Pengaturan tentang Administrasi Kependudukan hanya dapat terlaksana apabila didukung oleh pelayanan yang profesional dan peningkatan kesadaran penduduk, termasuk Warga Negara Indonesia yang berada di luar negeri.

Minggu, 01 Juni 2008

Dua Tahun Penderiataan Rakyat Sidoarjo: Potret Gagalnya Pemerintah SBY & JK

Tanggal 29 Mei 2008, genap dua tahun bencana semburan lumpur dari lapangan gas milik Aburizal Bakrie, Lapindo Brantas Inc di Sidoarjo, Jawa Timur, berlangsung. Hingga sekarang, semburan lumpur belum juga terhenti dan luapan lumpur yang mengancam permukiman warga juga semakin luas. Setelah dua tahun berlalu, penyelesaian masalah sosial dan ganti rugi kepada warga juga masih jauh dari selesai. Banyak korban lumpur yang berada di pengungsian. Infrastruktur masih lumpuh. Pembayaran 20 persen uang muka bagi korban yang memilih pola ganti rugi cash and carry saja sampai kini belum tuntas.

Walaupun sudah ada Peraturan Presiden No 14 Tahun 2007 tentang Badan Penanggulangan Lumpur di Sidoarjo (BPLS), 80 % sisanya pembayaran cash and carry semestinya sudah harus dibayarkan paling lambat sebulan sebelum masa kontrak rumah dua tahun habis.

Selain itu, belum ada penyelesaian terhadap mereka yang menolak skema ”jual beli” (cash and carry) atau resettlement yang ditawarkan oleh Lapindo. Termasuk di sini adalah mereka yang hingga sekarang masih bertahan di Pasar Baru Porong, yang berjumlah sekitar 2.000 orang dan mereka yang sertifikat tanah atau rumahnya tak bisa di-AJB (akta jual beli)-kan.

Dua tahun sudah bencana lumpur Lapindo menjadi gambaran bagaimana pengelolaan negara ini dijalankan, mungkin begitulah cara para petinggi negara ini menyelesaikan persoalan. Krisis dan penderitaan yang dihadapi warganya, silih berganti tetapi sampai saat ini belum bisa tertangani. Apakah mungkin kita masih bisa berharap pada pemerintah saat ini untuk meneruskan komando untuk mengurus negara? Pemerintah seperti tutup mata dan telinga pada apa yang terjadi. Apakah mereka sanggub untuk berjibaku mengatasi persoalan yang lebih besar? Terutama kemiskinan dan kebodohan? Entah lah? PANTASKAH MEREKA INGIN MENCALONKAN KEMBALI? Jawabnya kita tunggu pada 2009 yang akan datang. Kami berpikir harus ada alternatif pemimpin muda yang visioner. Tidak untuk SBY dan Tidak untuk Yusuf Kalla, mereka telah gagal!

Kelambanan tidak hanya terjadi dalam penanganan para korban di area terdampak, tetapi juga dalam penanganan dampak pada warga 12 desa di luar peta terdampak yang menurut Perpres No 14 Tahun 2007 tidak termasuk dalam wilayah tanggung jawab PT Lapindo. Ya mungkin masyarakat harus pasrah dari ketertindasan, kekerasan dan kekejaman negara? Sang pemilik PT Lapindopun tidak satupun yang bertanggungjawab, mungkin petinggi negara ini sungkan karena besarnya sumbangan kampanye pada 2004 yang lalu, kalau negara memang tidak mau dan mampu memberi hukuman, Rakyatlah yang semestinya menghukum mereka. Caranya? Ya jangan kita pilih pada 2009 yang akan datang.

Hingga sekarang, tidak ada tanda-tanda pemerintah akan menyatakan tempat itu sebagai daerah berbahaya dan melakukan upaya evakuasi terhadap warga.

Kelambanan dan kegagapan pemerintah yang terlihat sejak awal semburan, menurut banyak kalangan, terjadi bukan hanya akibat lemahnya manajemen pemerintah, tetapi juga karena kurangnya kepedulian dan kemauan politik pemerintah.

Dari aspek hukum, hingga sekarang proses hukum kasus ini belum juga jelas, sementara para pakar justru sibuk bersilang pendapat sendiri mengenai penyebab semburan.

Anehnya, meski belum lagi ada keputusan apakah Lapindo bersalah atau tidak, pemerintah sudah mengeluarkan perpres yang menyebutkan batasan area yang menjadi tanggung jawab PT Lapindo, dan di luar itu menjadi tanggung jawab negara dengan biaya dibebankan pada APBN.

Salah satu pertanyaan yang belum terjawab hingga sekarang adalah mengapa pemerintah atau Perpres No 14/2007 memilih penyelesaian masalah PT Lapindo dengan warga lewat pola transaksi jual beli dan bukannya mekanisme ganti rugi. Dua hal ini jelas sangat berbeda karena pola jual beli menghilangkan hak warga korban akan ganti rugi di luar hilangnya tanah/rumah, termasuk kerugian akibat hilangnya pekerjaan, ikatan sosial dan lingkungan tempat tinggal, hilangnya masa depan, dan sebagainya.

Tidak ada satu klausul pun dalam perpres yang menyebut sanksi jika Lapindo atau pihak lain ingkar janji. Untuk wilayah di luar peta terdampak, setelah diputuskan menjadi tanggung jawab pemerintah, warga yang jadi korban tak juga tertangani. Warga di 12 desa masih berjuang untuk mendapat ganti rugi dan sampai sekarang masih bertahan di tempat tinggalnya yang sebenarnya sangat berbahaya.

Dalam kasus semburan lumpur, pihak yudikatif dan legislatif sudah jelas memperkuat posisi PT Lapindo. Tim Pengawas Penanggulangan Lumpur Sidoarjo DPR sudah menyatakan semburan lumpur sebagai fenomena alam. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) juga menyatakan, semburan akibat gempa bumi Yogyakarta.

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sendiri sudah memenangkan PT Lapindo dalam kasus gugatan perdata yang diajukan Walhi. Pengadilan yang sama juga memenangkan Lapindo dalam gugatan melawan YLBHI dalam kasus ini.

Dalam permohonan hak uji materiil perkara ke Mahkamah Agung (MA), Lapindo lagi-lagi juga dimenangkan. Dengan putusan MA ini, menurut Yuniwati, Perpres No 14/2007 yang membatasi tanggung jawab Lapindo pada area terdampak tidak bisa direvisi selamanya.

Dalam penanganan masalah sosial, Pemerintah Kabupaten Sidoarjo dan Provinsi Jawa Timur sendiri ibaratnya sudah menyatakan angkat tangan, sementara pemerintah pusat juga sangat tidak tegas dan tak sigap.

Pihak-pihak yang semestinya ikut bertanggung jawab juga seperti sepakat bungkam semua, termasuk BP Migas. (TAT)

Dari berbagai sumber termasuk Kompas, Jumat, 23 Mei 2008 | 00:24 WIB

Polemik Tugu Thomas Parr



Foto, Minggu 1 Juni 2008, Jam 09.25 Wib, Alat berat bekerja menghancurkan beberapa situs Tugu Thomas Par


Suatu kebahagian tersendiri ketika Provinsi Bengkulu, suatu saat sejajar dengan Provinsi yang lain di Indonesia. Tapi harapan rakyat Bengkulu untuk terjadinya perubahan, semakin hari semakin jauh. Janji 2.5 tahun terjadi perubahan, ternyata dimaknai lain, kalau dalam PROPEDA (Program Pembangunan Daerah) bahwa leading sector adalah agribisnis dan agroindustri dengan sumbangan pada PDRB mencapai 40% dan jumlah tenaga kerja yang bekerja disektor pertanian mendekati angka 60%, tetapi siapa nyana ternyata prioritas pembangunan memang berubah ke arahan Cita-cita muluk seperti pungguk merindukan bulan untuk menjadi daerah tujuan wisata No. 2 di Indonesia.

Hal ini terungkap dalam diskusi dengan tema Prospek Pengembangan Pariwisata dan Meningkatkan Perekonomian Daerah di Universitas Bengkulu, Kamis 29 Mei 2008 dimana pembangunan Pariwisata Internasional yang dicanangkan telah menelan banyak biaya, tetapi dari diskusi terungkap bahwa ternyata pembangunan pariwisata yang dilakukan memiliki banyak titik lemah, bahkan Seorang Pemakalah yaitu Bapak Drs. Asmawi Saidina, M.Si. anggota DPRD Provinsi Bengkulu, mengungkapkan bahwa masih sangat jauh jika ambisi Gubernur untuk menargetkan Pariwisata Bengkulu pada urutan ke 2 sebagai daerah tujuan wisata. Beliau mengungkapkan hal yang realitis adalah mempersiapkan terlebih dahulu semua perangkat dalam kerangka membangun pariwisata, bukan dengan target yang tidak masuk akal.

Bahkan dalam disikusi sebelum presentasi makalahnya, saya sempat mengkonfirmasi soal pembangunan terowongan yang digagas oleh gubernur, beliau dengan tegas menjelaskan bahwa belum ada dana APBD yang dialokasi untuk itu. Keadaan ini memberikan gambaran kepada kita bahwa gubernur seenaknya menggunakan anggaran yang berasal dari rakyat tanpa memerlukan persetujuan dari DPRD. Saya mengkonfrontasikan pendapat Bapak Asmawi, bukankah semestinya sebagai Anggota DPRD, jika memang belum ada anggaran dan tentunya perencanaan anggaran, maka anggota DPRD harus menyetop proses pembangunan itu tadi. Beliau menyatakan bahwa DPRD sudah menyuarakan, tetapi ini tetap dilakukan tanpa memperhatikan keberatan dari berbagai pihak.

Yang lebih miris adalah pembangunan itu telah menginjak-injak peraturan perundang-undangan yang melindungi situs cagar budaya tersebut. Memang pembangunan terowongan tidak langsung membongkar tugu Thomas Parr, tetapi itupun bergeser karena mendapat penolakan dari masyarakat. Fakta di lapangan semua pagar batas dan beberapa situs yang ada sudah digusur dengan alat berat, tinggal hanya tugu Thomas Parrnya saja, dengan lobang besar untuk terowongan, entah untuk apa kegunaannya. Kita akan sama-sama lihat, seberapa besar manfaatnya pembuatan terowongan ini bagi masyarakat, ataukan hanya ingin hal-hal yang bersifat monumental, bukan untuk membangan ekonomi rakyat seperti yang dijanjikan. Lalu apanya yang berubah? Secara fisik memang banyak situs-situs cagar budaya yang sudah dirubah, persoalannya adalah apakah perubahan itu membawa manfaat atau malah menghilangkan pemaknaan dalam pembangunan pariwisata itu sendiri? Kita lihat saja nanti.



Komentar

Jangan Bongkar Tugu Bulek
Dear Usman Jaya..
sy anak asli bengkulu dan sekarang menetap di batam dan saya sangat2 tidak setuju dengan dilakukannya pembongkaran tugu bulek tersebut. saya sangat setuju kalo kita batalkan saja rencana dr dinas PU tersebut...!!!!
kalau mereka mau bongkar boleh saja tapi jangan TUGU BULEK tersebut tapi bongkar aja rumah2 gubuk yg ada dan diganti dengan bangunan yg bagus dan layak. masih banyak lagi masyarakat Bengkulu yg membutuhkan uang itu untuk menaikkan taraf hidup mereka (uang dr dana plan proyek tersebut).. dinas PU tersebut jangan sembarangan aja main bongkar hanya demi mendapatkan proyek yg uangnya notabene hilang entah kemana...!!!
MEREKA HARUS MENGERTI PEDIHNYA PAHLAWAN KT ZAMAN DAHULU UNTUK MEMPERTAHANKAN HARKAT DAN MARTABAT KITA SEBAGAI MASYARAKAT BENGKULU...!!! APAPUN ALASANNYA TUGU BULEK TERSEBUT JANGAN PERNAH DI BONGKAR KARNA ITU KEBANGGAAN RAKYAT BENGKULU TEMPO DULU UNTUK MENAIKKAN HARKAT DAN MARTABAT KITA...!!! INGAT, INI BUKTI SEJARAH...!!!!

Best Regards,
ego76id@yahoo.com

Opini Tugu Bulek (fatrasky@yahoo.com)
Assalamualaikum Wr Wb Saya ucapkan terima kasih atas artikel yang telah sdr tampilkan mengenai Tugu Thomas Parr pada tanggal 25 April 2008. Apa yang telah diungkapkan (meskipun baru saya baca sejak dikirimkannya opini ini kepada sdr.) sejalan dengan kehendak hati saya dan sejujurnya sebagai orang yang terlahir dan dibesarkan di bengkulu bathin saya berontak dan menangis, melihat sisi kota Bengkulu yang seharusnya dijaga dan dipelihara.

Senin, 19 Mei 2008

Pemimpin Yang Cerdas

Secara faktual pemimpin adalah orang yang harus berjuang lebih dahulu dari pada masyarakat yang dipimpinnya, dan yang terakhir ketika menikmati hasilnya. Dengan kata lain kepentingan masyarakat diatas segalanya. Esensinya aktualisasi diri dan pengabdian, dan ketika dia sudah berkerja dan memperlihat hasil yang signifikan adalah sesuatu yang wajar, kemudian dia menikmati dan merasakan dari hasil dan buah kerjanya.

Sebelum dibahas tentang profil kepemimpinan, tentu akan lebih baik kita mengenal beberapa kriteria kepemimpinan secara umum terlebih dahulu, yaitu seorang pemimpin harus menjadi orang yang shidiq dan amanah, selanjutnya ia harus memiliki kecerdasan, sehingga dengan kecerdasannya itu ia bisa menempatkan sesuatu dengan sangat tepat di jalan yang disukai Allah SWT, dan disenangi rakyatnya. Pemimpin yang shaleh dan jujur memang sangat dibutuhkan, tetapi tidak akan sempurna jika tidak didampingi dengan kecerdasan. Paling tidak ada empat hal yang harus dimiliki pemimpin masa depan.

Pertama, pemimpin yang cerdas dia harus bisa berfikir jauh ke depan. Artinya seorang pemimpin yang cerdas dapat dilihat dari apakah ia memiliki visi atau tidak, juga sejauh mana visi yang dicita-citakannya itu. Dia tidak hanya berfikir untuk hari ini saja, tapi harus mampu membuat perencanaan, misalnya sampai 5-10 tahun ke depan, juga strategi jangka panjang dan jangka pendek.

Kedua, pemimpin yang cerdas itu harus mampu membuat strategi, merencanakan dan menentukan mana yang harus didahulukan. Jangankan memimpin sesuatu yang besar, untuk mengatur hal yang sederhana saja memerlukan kemampuan berfikir. Membuat sesuatu yang sederhana saja jika tidak memakai strategi tentu akan gagal, apalagi untuk memimpin sesuatu yang besar. Jika seseorang tidak mampu menentukan mana yang harus didahulukan dan tidak mampu merencanakan, itu ciri orang yang lemah kepemimpinannya

Ketiga, pemimpin yang cerdas harus terampil membaca, menggali dan mensinergikan potensi. Pemimpin yang tidak pernah membaca potensi dan mensinergikannya, dia tidak akan sukses karena tidak ada sukses tunggal, tidak pernah bisa sukses hanya dengan sendirian.

Keempat, pemimpin yang cerdas adalah pemimpin yang bisa memotivasi. Setelah potensi dibaca dan digali, lalu mereka didorong agar bisa berbuat sesuatu. Seorang pemimpin tidak cukup hanya pandai merencanakan dan bercita-cita, tetapi harus mampu memotivasi agar masyarakat bisa bergerak, anak bisa belajar, istri bisa menghemat, tetangga bisa saling menghargai, suasana di kantor bisa menjadi produktif, bahkan bangsa bisa berubah menjadi lebih baik akhlaknya.

Sekarang di Indonesia ini orang yang cerdas banyak, setiap kampus melahirkan sarjana setiap tahun, tetapi mengapa Indonesia masih menjadi negara yang belum mampu mensejahterakan rakyatnya? Cerdas yang baik adalah cerdas yang dibimbing oleh Allah SWT, karena kecerdasan yang tidak tertuntun akan berpeluang merusak. Kebatilan yang dilakukan oleh orang yang cerdas lebih berbahaya dibandingkan oleh orang yang bodoh. Jika orang bodoh mencuri ayam, terkadang bukan ayamnya yang tertangkap, justru dirinya yang tertangkap. Tetapi jika orang cerdas mencuri bisa sampai miliaran atau triliunan rupiah, bahkan bisa membuat negara menjadi bangkrut.

Kamis, 15 Mei 2008

Perubahan atau Change?

by Usman Yasin
Catatan dari Berkunjungan di Lembaga Pemasyarakatan Bengkulu

Perubahan atau change adalah kata yang memang menjadi spirit bagi setiap orang, apalagi konotasi kata perubahan sering berasosiasi menuju kearah yang lebih baik, lebih nyaman, lebih asik, lebih menyenangkan, lebih transparan dan seterusnya……. Bahkan calon Presiden Amerika Serikat dari Partai Demokrat Barak Obama memilih kata CHANGE untuk menjadi tema dan slogan kampanyenya dalam menundukkan persaingan ketat dengan Hilary Clinton. Gubernur Bengkulu Agusrin Najamudin pun pada saat mencalonkan diri menjadi gubernur pada beberapa waktu yang lalu mengusung tema Change walaupun sedikit dibuat lebih mentereng yaitu SAATNYA BERUBAH (ah kayak Power Ranger aja yaa…!), tapi itulah faktanya, kata-kata perubahan mempu menyihir pemilih untuk tidak pikir panjang lagi untuk mendukung jagoannya. Apalagi jika kata-kata perubahan diberi bobot siap mundur jika dalam 2.5 tahun menjadi Gubernur Bengkulu tidak mampu melakukan perubahan. Issu sentral ini diamini oleh kawan-kawan PKS, tidak ada protes dan tidak ada keberatan, bahkan motor partai bergerak kencang sampai menuju finis dan menang. Setelah menangpun sang Gubernur masih dengan lantang berjanji siap mundur kalau tidak mampu merubah Provinsi Bengkulu menjadi lebih…lebih dan lebih….

Saat ini sudah limit 2.5 tahun, sebuah tema CHANGE atau perubahan itu diusung oleh Gubernur kita saat ini. Pertanyaannya, apakah memang janji perubahan dalam 2.5 tahun sudah terwujud? Tidak pada tempatnya saya memberi penilaian? Wong saya bukan anggota dewan, bukan pejabat, bukan orang kuat…ya....cuma saya sering mencatat statement sang gubernur tersebut.

Dalam suatu kesempatan diskusi di Universitas Bengkulu, Sang Gubernur ketika itu sebagai pembicara dengan lantang mengusung tema INDUSTRI RAKYAT harus dikembangkan minimal satu produk untuk setiap kabupaten setiap tahunya.

Masih dengan jelas, saya ingat seorang pejabat pemda yaitu Bapak Musiar Danis, menyampaikan sebuah pertanyaan yang agak mengusik sang Gubernur? Beliau saya nilai selama ini cukup konsisten untuk memperjuang Provinsi Bengkulu lebih baik, ya perubahanan atau Change? itu tadi….. Pada saat itu beliau meminta untuk sang calon Gubernur (Sekarang Gubernur) untuk belajar dulu, baru nyalon gubernur. Dalam hati saya mbatin, wah kalau takdirnya dia betul-betul jadi Gubernur? Pejabat ini tidak dipakai lagi. Eh setelah dilantik menjadi Gubernur dengan mungusung tema SAATNYA BERUBAH tadi, sang pejabat masih tetap dikaryakan walaupun posisinya tidak menjadi lingkaran pertama, tapi saya yakin beliau masih punya kontribusi.

Pada suatu kesempatan di UMB, pada saat sebelum PILKADA tema perubahan masih dengan topik INDUSTRI RAKYAT masih menjadi issu sentral, saya lihat kawan dari Universitas Bengkulu yang kita sebut saja langsung yaitu Pak Lamhir Syam Sinaga menjadi tim pemikir sang Gubernur Waktu itu juga yakin dengan ide-ide sang calon.

Ketika memasuki dua tahun menjabat menjadi Gubernur, seorang Gubernur Termuda di Indonesia ini, menjadi pembicaraan, menjadi polemik, dan mulai ikut menggerek-gerek masyarakat kecil, demo pro dan kontra….menghiasi halaman surat kabar, saling gertak ..saling ancam, wah tambah rame ..pokoknya. Bahkan sesepuh Bengkulupun ikut turun gunung, walaupun semestinya sepuh-sepuh kita ini harus beristirahat menikmati masa tuanya. Karena terpanggil agar pemerintah Provinsi Bengkulu berada pada lajur pembagunan yang benar, sepuh-sepuh kita pun bak sang pendekar siap dengan segala masukan, maksudnya sih untuk mengingatkan sang Gubernur. Tapi siapa nyana ketika ada pertemuan di Ruang Pola Bapeda, pada suatu sore yang di hadiri semua unsur muspida, 4 orang anggota DPD RI, para sesepuh Bengkulu, sebagian anggota DPRD, dan kebetulan saya ikut nyelip hadir mendengar pembicaraan ini. ..Tahu tidak apa yang terjadi? Seorang mantan Gubernur Bengkulu yaitu Bapak Drs. H. Razie Yahya, ikut mengingatkan agar track pembangunan dan kebijakan yang diambil sang Gubernur harus diperbaiki untuk kembali ke rel yang benar.

Sebagai seorang akademisi saya mencermati setiap tegur sapa sesepuh kita itu, tapi diluar dugaan saya, dan pasti semua hadirin yang ada, terjadilah debat kusir antar sang Gubernur dan sesepuh kita tadi. Saya mbatin, wah..kalau begini caranya…bisa berabe ini, diingatkan malah ngeyel…. Coba nangapinya taktis, pasti Pak Razi maklum. Ya mungkin karena gubernur kita masih…muda! kurang pengalaman berdiskusi, ..jadilah kayak gitu…….Gubernur kita ini perlu belajar memang, kayak pertanyaan yang disampaikan pak Musiardanis waktu diskusi di UNIB dulu.

Kembali lagi ketopik perubahan atau Change..tadi. sekitar dua bulan yang sudah saya mengunjungi seorang kolega yang ketiban sial, gara-gara Kasus Dispenda Gate membuat dia menjadi pesakitan dan harus mondok di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Bengkulu, ya itu, gara-gara ngurus proyek SAATNYA BERUBAH itu tadi, dengan cukup jelas beliau mengungkapkan runut peristiwa yang menimpa dirinya, walaupun bagian yang secret masih disimpan, dalam analisa saya yang dismpan itu pasti menjadi peluru, beberapa statement beliau menunjukkan bahwa beliau sangat yakin dengan apa yang dilakukan, karena Sang Bos itu tadi. Biasalah kalau dalam suatu organisasi, ketika sang komandan kesulitan likuiditas, sang bendahara sebagai anak buah, pasti ikut cawe-cawe, walaupun mestinya jangan yang berisikolah, kan kasihan.

Sebagai bendahara, kesulitan likuiditas ini dibicarakan, akhirnya jadilah kasus Dispendagate dengan dibukanya Rekening di luar pakem kepatutan administrasi. Sang bendahara tentunya harus mencari dasar hukum agar suatu waktu jika ada masalah beliau bisa punya senjata untuk selamat, ya selamat dari jeruji besi tentunya. Pikir punya pikir timbul solusi resiko dengan memanfaatkan dana pajak bagi hasil dengan membuka dan pengalihan sementara dana tersebut. Jadilah beliau sang kolega saya tadi dibiarkan sendiri menanggung aib, maksudnya mungkin dari feeling saya biar nggak usah melibatkan banyak orang. Kan LP juga sudah kepenuhan, makanya sekarang juga lagi dibangun LP yang baru di Kelurahan Sukarami Kecamatan Selebar Kota Bengkulu. Sang bendahara tadi akhirnya sendiri menanggung akibat upaya untuk menolong sang bos itu tadi. Persoalannya mungkin sudah jenuh tetap mondok dipenjara, sedangkan sang bos pura-pura tidak tahu, karena tidak pernah punya upaya penangguhan penahanan, apalagi mengunjungi saja tidak pernah.

Nah ini yang akan saya ceritakan pada judul tulisan ini. Waktu membesuk sang bendahara dua bulan yang lalu di LP (ini pengalaman pertama saya masuk penjara..eh eh maksudnya saya membesuk tahanan di LP), saya betul-betul agak bingung pertama kali masuk LP, waktu masuk saya disuruh masuk ke ruang komandan (maksudnya ruang komandan jaga), saya disuruh meletakkan uang di meja sang komandan. Maksudnya untuk apa? (saya tanya),…akhirnya terpaksa deh uang Rp. 2000,- saya taruh di atas meja sang komandan demi menyambangi kolega saya itu. Baru mau masuk pintu kedua, saya diminta kembali untuk memasukkan sejumlah uang kedalam kotak yang memang telah disiapkan? Menurut keterangan penjaga, dana itu untuk kebersihan, kembali Rp. 2000,- lagi. Lalu saya menemui petugas untuk memanggilkan kolega saya yang menanggung aib Dispenda Gate itu tadi, wah lebih kaget lagi saya, karena ada tarif pemanggilan. Kalau Rp. 2000 ketemunya lewat kerangkeng, kalau Rp. 5000,- ketemunya bisa langsung dan disediakan tempat duduk disamping.

Nah tadi, hari ini Senin, 26 Mei 2008, jam 13.20 Wib, saya kembali mengunjungi kolega saya itu di LP, wah benar ini ada kesusaian dengan judul tulisan perubahan atau Change. Paling tidak saya sudah mulai berkurang untuk merogoh kantong untuk angpau bagi petugas. Kalau dua bulan yang lalu saat masuk LP untuk mengunjungi keloga atau keluarga yang kesandung masalah, paling tidak harus merogoh kantong Rp. 1000 s/d 2000 untuk sang komandan, Rp. 2000 untuk kebersihan, Rp. 1000 s/d 5000 untuk petugas yang memanggil penghuni LP melalui mikrofon.

Hari ini saat kunjungan ke LP saya Cuma mengeluarkan uang Rp. 5000. Tapi kalau kita hitung-hitung, jika kalau ada 500 tahanan saja dalam LP dengan keluarga yang mengunjungi 50 orang per hari dan uang setoran 1000 s/d 5000 berarti pungutan liar di satu LP dalam sebulan bisa berkisar Rp. 1.500.000 s/d Rp. 4.500.000,- (Rp 1000 x 30 x 50 = Rp. 1.500.000 hingga Rp. 5000 x 30 x 50 = Rp. 4.500.000,-), nah kalau kita kalkulasi jika setiap kabupaten di Indonesia ada satu LP sedang kabupaten ada 450-an maka dalam satu hulan pungli di LP seluruh Indonesia mencapai 450 x Rp 1.500.000 = Rp. 675.000.000 dalam sebulan, jadi dalam setahun paling tidak nilai pungutan liar itu mencapai 12 x Rp. 675.000.000 = Rp. 8.100.000.000, luar biasa karena minimal Rp. 8,1 Milyar uang haram yang harus disetor kepada petugas. Uang Rp. 8,1 M itu baru untuk hanya mengunjungi saja, apalagi ada dugaan transaksi lain selama proses penyidikan dan pengadilan.

Kita kembali pada topik kita, dalam kunjungan saya hari ini tujuan saya adalah untuk memberi suport agar kolega saya tidak shock dan meminta beliau mengungkapkan apa yang sesungguhnya yang secret dan rahasia itu, karena tidak ada gunanya lagi membela pepesan kosong, toh yang menikamati kasus ini tenang-tenang saja dan seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa. Bahkan dari pembicaraan di LP hari ini, yang kebetulan saya ditemani seorang Dosen dari UMB, yaitu Ir. Guntur Alam, M.Hum, kami mendengarkan sejelas-jelasnya apa yang belum terungkap dari apa yang memang jauh-jauh hari sudah saya duga termasuk yang secret ret sekalipun. Ya itu tadi sesuai judul, memang hari ini perubahan haluan sikap yang luar biasa menurut saya, karena kerahasianpun mulai terkuak dan itupun cukup lantang beliau ungkap dan juga didengar oleh banyak pengunjung Lapas pada hari ini.

Dengan rasa terpendam dan sedikit mata berkaca-kaca, penyesalan dan menerawang jauh, dan dari lubuk hati yang paling dalam, saya yakin kolega saya tadi sadar betul pada apa yang diungkapkannya. Dengan itu saya membesarkan hatinya bahwa masyarakat Bengkulu akan sangat bersyukur jika seandainya hal ini harus diungkap dipersidangan, dan saya yakin di era KPK yang mulai garang ini, kasus ini akan berujung pada titik balik yang betul-betul ada perubahannya di Bengkulu, dan keyakinan dalam diri saya bahwa kolega saya memendam beban yang menghimpit luar biasa dan coba untuk dilepas.

Hari ini benar-benar banyak perubahan atau change yang saya dapatkan, dengan langkah panjang saya tinggalkan LP, hari ini saya mendapatkan perubahan pada berkurangnya pungli di Lapas walaupun ini baru permulaan dari kerja keras Menkum dan Ham Bapak Andi Matalata, walaupun potensi korupsi masih mencapai Rp. 8,1 M per tahun, dan yang terbesar adalah singkapan baru terhadap Kasus Dispenda Gate.

Tulisan ini memang sengaja saya ungkapkan melaui situs ini, dan saya sempat pamit kepada kolega saya dengan sebuah pertanyaan apakah saya sudah harus berkomentar tentang kasus Dispenda Gate ini. Beliau dengan mantap dan tegas mempersilahkan apa yang didengar untuk diungkapkan, karena beliau merasa pada apa yang terjadi menimpa dirinya adalah sebuah takdir yang sudah tercatat sebagai suratan tangannya. Untuk itu dia akan ungkapkan apa sesungguhnya yang terjadi, jika memungkinkan harus terungkap tuntas. Flash back, saya teringat dengan cerita lama ketika saya dan kawan-kawan dari aktivis Aliansi LSM, Ormas dan OKP mengadvokasi kasus Panorama Gate pada tahun 2002, dimana hampir satu tahun penuh berita tentang kegiatan Advokasi yang dilakukan oleh Aliansi menghiasi halam-halam surat kabar di Bengkulu. Mungkin saat ini perubahan atau Change itu terulang kembali. Dalam hati kecil saya, ada semacam keyakinan baru harus terungkapnya kasus Dispenda Gate dengan kata kunci PERUBAHANAN atau CHANGE.

Kamis, 08 Mei 2008

Info Beasiswa Universitas Presiden





Untuk info lebih lengkap hubungi http://www.jababeka.com email: beasiswa@jababeka.comDari guntingan Koran Kompas Rabu, 7 Mei 2007

Rabu, 07 Mei 2008

Upacara Adat Perkawinan Suku Lembak

Sebagai mana halnya suku bangsa lain, maka tujuan perkawinan bagi Suku Lembak dapat dibagi menjadi dua kelompok:

Tujuan Biologis

Untuk melanjutkan keturunan dimana keturunan tersebut akan melanjutkan cita-cita orang tuanya, disamping itu berfungsi sebagai wadah untuk mengatasi jangan sampai terjadinya perbuatan yang tercela dalam masyarakat, sehingga hubungan di luar nikah yang merupakan pekerjaan yang dicela oleh agama dan masyarakat adat dapat dihindari

Tujuan Sosial

Sebagai mahluk sosial manusia perlu mendapatkan pengakuan oleh masyarakat. Adat istiadat suku Lembak termasuk adat majlis dimana setiap pasangan yang sudah menikah baru dapat diakui status sosial dan ekonominya ditengah masyarakat. Perkawinan merupakan pemindahan status seseorang dalam masyarakat sehingga secara adat orang yang telah menikah sudah diikut sertakan dalam kegiatan sosial dan akan mendapatkan tempat yang terhormat daripada masih hidup sendiri.

Dampak dari pengakuan status sosial tersebut dalam masyarakat Lembak membuat bila seseorang anak terutama anak gadis pada umur melewati 18 tahun pada masa dahulu orang tuannya akan merasa malu, dimana seolah-olah anak gadisnya tidak laku (dalam istilah Bahasa Lembaknya Gayat/Gadis Tue). Sedangkan bagi anak laki-laki jika sudah lewat umur 25 tahun menikah dianggap tidak berani memikul tanggung jawab dan oleh masyarakat Lembak sering disebut bujang tue.

BENTUK-BENTUK PENRKAWINAN

Kawin Biasa

Bentuk perkawianan ini adalah perkawinan antara pria dengan wanita melalui proses yang normal, baik lengkap memenuhi persyaratan adat yang ditentukan ataupun berdasarkan kemampuan. Bentuk perkawinan yang mengikuti adat melalui proses yang normal semacam ini dilakukan terutama bagi seseoran pria yang masih perjaka dengan wanita yang masih perawan, atau setidak-tidaknya khusus bagi wanita yang masih perawan, walaupun pria tidak perjaka lagi. Dan untuk wanita atau pria yang tidak perawan atau perjaka lagi, perkawinan cukup memenuhi syarat-syarat agama Islam dan jarang diselingi dengan upacara adat.

Kawin Lari

Kawin lari sebenarnya tidak ada norma-norma yang bentuk perkawinan ini. Proses perkawinan lari tidak terdapat dalam masyarakat Lembak, tetapi dalam pelaksnaannya diakui, ada wanita dan pria yag setuju untuk melaksanakan perkawinan, tidak disetujui oleh orang tua kedua belah pihak atau salah satu pihak, terpaksa lari dari tanggung jawab orang tua. Istilah lari disini tidak bisa diartikan adat, tetapi adalah usaha mencari tempat lain untuk melaksanakan perkawinan menurut norma Agama Islam ataupun menurut adat kebiasaan yang berlaku.

Bila salah satu keluarga/orang tua yang mengetahui peristiwa ini, biasanya mereka menormalisir perkawinan itu dengan jalan memenuhi adat atau setidak-tidaknya memenuhi norma-norma agama atau perundang-undangan yang berlaku. Hal ini jelas bahwa kawin lari bagi masyarakat Lembak tidak diadatkan dan tidak disukai oleh masyarakat.

Kawin Gantung (Nikah Ga-ngang).

Kawin gantung sebenarnya tidak ada dalam adat dan upacara perkawinan. Tetapi pelaksanaan dapat diakui terdapat istilah tersebut, akibat pengaruh dari adat yang berlaku didaerah-daerah lain untuk menamakan proses perkawinan yang disebut Nikah Ga-ngang. Nikah Ga-ngang adalah Bentuk perkawinan yang secara yuridis sudah dilaksanakan akad nikah secara Islam namun secara pisik belum bercampur atau dengan kata lain belum berumah tangga.

Peristiwa semacam ini dilakukan untuk meyakinkan hubungan antara keluarga ibu secara fisik perkawinan belum dilaksanakan karena sebagai alasan seperti kuliah masih membutuhkan waktu untuk menyelesaikan studinya atau tugas-tugas penting yang tidak dapat ditinggalkan, untuk melaksanakan adat perkawianan baik dalam memenuhi norma-norma tertentu ataupun menghimpun anggota-angota yang belum rampung selain itu pihak wanita belum cukup dewasa menurut kesehatan dan agama.

Pada masa sekarang ini hal tersebut jarang terjadi dengan demikian bahwa dalam nikah Ga-ngang Kedua Belah Pihak telah resmi menjadi pasangan baru, hanya saja kewajiban masing-masing pihak pria atau wanita sebagai penanggung jawab keluarga baru ini belum dilaksanakan sepenuhnya. Persoalan nikah ga-ngang ini mutlak direstui orang tua, dengan sendirinya konskwensi lebih diberatkan kepada orang tua, bila dibelakang hari tidak ada kecocokan, persoalannya diletakkan pada hukum talak Cerai seperti hukum orang berumah tangga. Dan dalam penelitian sebelumnya untuk menjaga kelangsungan ikatan keluarga masing-masing bisanya ditentukan oleh perundingan kekeluargaan yang saling menguntungkan baik sang anak maupun orang tua masing- masing .

Kawin Berwakil

Kawin Berwakil adalah hampir sama sifatnya dengan nikah Ga-ngang yakni memberikan ketentuan syarak yang berlaku dalam hukum islam. Peristiwa semacam ini merupakan keyakinan bahwa perpaduan kekerabatan keluarga antara kedua belah pihak telah terlaksananya penyelenggaraannya pernikahan, dilaksanakan dimana pihak pria belum mempunyai kesempatan untuk hadir melaksanakan perkawinan. Sedangkan pihak wanita telah siap dan tidak dapat ditunda lagi.

Dalam melaksanakan adat biasanya hanya berlaku sepihak saja yakni dipihak wanita sedangkan pihak pria hanya melaksanakan sesuai dengan syariat–syariat Islam dan mengirimkan wakil untuk hadir dalam menerima penyerahan dalam akad nikah. Wakil dari orang tua laki-laki ialah kakak/adik pria dari calon suami dengan bukti-bukti yag menyakinkan bila waktunya sudah memungkinkan maka pria yang perkawinannya diwakilinya itu dapat langsung kerumah istrinya untuk sekedar upacara selamatan.

Kawin Ganti Tikar (Kawin Tuko Tiko)

Perkawinan semacam ini lebih bersifat sosial yang dasarnya adalah sebagai usaha untuk tetap memelihara ikatan kekerabatan yang sudah berlaku sebelumnya. Peristiwa ini terjadi akibat dari seseorang pria yang ditinggalkan mati istrinya, lalu diadakan permufakatan antara keluarga yang disetujui oleh yang menduda dan keluarga istri untuk melaksanakan kawin ulang dengan saudara perempuan dari mendiang istri yang biasanya masih perawan. Karena peristiwa ini yang lebih bersifat sosial dan kekerabatan maka dalam pelaksanaan perkawinan adat biasanya tidak lengkap.
Hal ini wajar bila dipenuhi persyaratan secara syariat Agama Islam serta fungsi wanita sebagai perawan sebaliknya bisa juga terjadi bila pihak wanita yang kematian suaminya dan sudah berputra mempunyai harta peninggalan suaminya. Sebelum melaksanakan kawin dengan pria lain atau tetap ingin menjanda, maka keluarga pihak mandiang suaminya berusaha untuk menikahi istri itu dengan saudara mendiang suaminya dan lebih diutamakan yang masih perjaka.

Tatacara Upacara Perkawinan

Upacara perkawinan suku bangsa Lembak secara umum yang berada di Bengkulu dan khususnya yang bertempat tinggal di Kota Bengkulu pada dasarnya adalah sama, dengan tingkatan urut-urutan sebagai berikut: (1) Upacara sebelum perkawinan, kegitatan yang dilakukan mulai dari menindai (melihat kecocokan), betanye (bertanya), Ngatat Tande atau memadu rasan (berasan), dan Bertunangan (Makan Ketan), (2) Upacara Perkawinan (Kerje/Bapelan), merupakan urutan kegiatan mulai memilih macam bimbang, Arai Pekat (Kenduri Sekulak), Menikah, Malam Napa, Arai Becerita (Walimahan), dan sampai akhirnya menyalang (nyalang).

Upacara Sebelum Perkawinan

Pemilihan jodoh pada adat suku bangsa Lembak masa kira-kira sebelum tahun 1950-an masih didominasi oleh keinginan orang tua (bapak, ibu atau ahli laki-laki atau perempuan), dikenal dengan istilah rasan tue. Kemudian ada juga pemilihan jodoh tersebut diungkapkan oleh si anak karena tertarik kepada seseorang yang disampaikan kepada orang tuanya, bila orang tua berkenan maka keinginan akan dilanjutkan, bila orang tua tidak berkenan maka orang tua tidak akan melanjutkan.
Walaupun dominasi orang tua masih kuat namun biasanya pada Adat Suku Lembak masih banyak orang tua menanyakan terlebih dahulu kepada anaknya untuk mengungkapkan hasratnya untuk menjodohkan dengan si anu anak si anu. Namun sesunggunya menanyakan kepada anak tersebut sebenarnya penekanan lebih terarah pada pemberitahuan saja, hal itu dikarenakan dominsai orang tua lebih dominan. Dari kedua bentuk pemilihan jodoh tersebut baik dominasi orang tua maupun anak menyampaikan hasratnya kepada orang tua, proses yang dilakukan tetap dimulai dari menindai (mengamati dan mengevaluasi).

Kondisi dominasi orang tua tersebut dimungkinkan pada saat itu belum adanya media yang lebih leluasa bagi pasangan muda-mudi untuk bertemu dan bergaul, secara lebih dekat. Pertemuan hanya dapat dilakukan bila ada pesta perkawinan di balai dalam waktu yang singkat.

Dominasi orang tua terhadap penentuan jodoh pada saat ini akan nampak jelas bila seandainya pada umur lebih dari 24 tahun bagi wanita belum menemukankan jodohnya. Pada kasus seperti ini keaktifan orang tua sangat jelas.

Menindai

Menindai adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh pihak keluarga laki-laki dalam mengamati dan mengevaluasi bagaimana kecocokan bila anak laki-lakinya nanti menikah dengan keluarga (anak wanita) yang ditindai. Proses penindaian ini biasanya dilakukan oleh orang tua laki-laki atau ahli laki-laki (seperti paman, datuk, bibi atau nenek). Dalam melakukan penindaian aspek yang dilihat tersebut antara lain:
Kondisi keluarga perempuan dalam pengertian integritas keluarga dan kepribadian (Aspek Keturunan). Kelakuan, ketaatan terhadap agama, dan termasuk rupawannya gadis yang ditindai, Kerajinan dan kemampuan si perempuan dalam memasak dan sebagainya. Kesimpulan dari penilaian tersebut dikenal dengan istilah Semengga (memenuhi semua kriteria yang yang dilakukan penilaian tadi).

Untuk kerajinan dan kemampuan si gadis dalam memasak di atas biasanya pada masa lalu paling mudah untuk diamati dengan cara: kerajinan akan dinilai seperti halnya rumah gadis tersebut selalu bersih, rapi, dan di bawah rumahnya tersusun salang putung (kayu bakar yang disusun di bawah rumah, biasanya rumah pada masyarakat Lembak adalah rumah panggung) yang banyak mengelilingi rumah. Untuk menilai kemampuan memasak biasanya oleh pihak laki-laki akan mengirim Kakonan (Kurir, seperti bibik atau nenek) untuk bertandang kerumah si gadis.

Bila menurut penilaian pihak keluarga laki-laki ada kecocokan setelah berbicara keluarga atas hasil pengamatan Kakonan dan penilaian bersama maka proses akan dilanjutkan dengan betanye (bertanya) kepada keluarga perempuan.

Bila perjodohan pada mulanya disampaikan oleh anak hasrat untuk meminta orang tuanya untuk menindai, maka proses penindaian berlaku seperti proses diatas.
Untuk saat ini sudah terjadi perubahan, dimana untuk penentuan jodoh terserah kepada kemauan dan penilaian anak, namun demikian saat ini bila memiliki hasrat dengan orang sekampung atau se dusun maka kegiatan menindai masih terlihat dipakai, walaupun alat penilaian seperti rasa masakan dan keberadaan salang putung (kayu bakar) di bawah rumah sudah tidak ada lagi.

Betanye (Bertanya)

Betanye artinya merupakan langkah awal bagi pihak laki-laki untuk menyampaikan hasratnya dan bertanya apakah pihak perempuan (gadis) belum ditandai atau berjanji atau bertunangan dengan pria lain. Bila seandainya belum maka disampaikanlah maksud/hajad, untuk mengikat pertunangan dengan anak gadis keluarga yang di-tanye (ditanya). Untuk itu pihak laki-laki biasanya meninta waktu kapan kami bisa datang (maksud kedatangan tersebut adalah untuk meletakkan tanda/ciri (Ngatat Tande). Pada saat itu maka biasanya kita akan menerima jawaban kalau bisa kita diminta datang pada hari yang ditentukannya karena mau bersepakat terlebih dahulu, untuk itu maka harus menunggu dan datang pada hari yang ditentukan tersebut.

Utusan pada saat betanye tersebut yang biasanya sekitar 3 atau 4 orang dari keluarga dekat atau ibu dan bapaknya. Alat yang dibawa adalah sekapur sirih lengkap dengan kapur, pinang, dan sebagainya yang dibungkus dengan sapu tangan terawang putih.
Setelah sampai pada waktu yang telah ditetapkan, maka pada kedatangan kedua, utusan biasanya masih keluarga dekat, yang maksudnya adalah untuk Ngatat tande (Ikatan pertunangan). Ciri/tanda yang diberi tersebut biasanya dalam dua bentuk, yaitu: berbentuk uang atau berbentuk barang berharga berupa emas (cincin).
Jika tanda diterima disaat itu juga disepakati kapan akan dilakukan pertunangan (menarik rasan/bertunang), apasaja yang diminta sebagai persyaratan. Permintaan yang biasa diminta dapat berupa: Uang sejumlah tertentu (nilainya sangat tergantung pada kesepakatan dan kondisi perekonomian dan kesanggupan pihak laki-laki sepacara patut), Kerbau atau kambing sekian ekor dengan pembawaanya (saat ini biasanya sudah jarang dilakukan, biasanya sudah diganti dengan senilai uang atau daging berapa kilogram)

Keris sebila (yang disebut Tukat Naik), fungsi keris tersebut sebagai senjata dan pertanda kejantanan dan tanggung jawab, dan kadang kala diminta juga sewar (yang disebut pera mate) yang gunanya untuk diberikan kepada dukun si gadis.
Selain dari pada itu maka biasanya kedatangan untuk bertunangan diminta kepada pihak laki-laki untuk membawa perlengkapan pertunangan seperti: lemang, cucur pandan, gelamai, dan bajek (Wajik). Ada kalanya saat ini tambahan tersebut tidak diminta kerena pihak perempuan pada acara pertunangan akan masak ketan saja (Ketan berkuah).

Pelaksanaan betanye (bertanya) untuk saat ini sudah longgar dan proses ini cendrung sudah hilang, hal itu dikarenakan proses bertanye sudah dapat dilakukan oleh kedua pasangan itu, karena mereka memiliki media untuk bertemu (bergaul atau dalam bahasa Lembak disebut Remang Mate dan saling menyampaikan isi hati.
Bila pihak laki-laki sudah setuju maka pembicaraan akan dilajutkan pada penentuan kira-kira kapan jadwal pihak laki-laki dapat datang lagi untuk mengantar yang diminta tersebut (bertunangan). Permintaan syarat dalam bertunangan dengan meminta sebilah keris sudah jarang dilakukan (sebagai ketentuan adat saja) dan permintaan akan ternak seperti kerbau, kambing, sapi dan lain-lain dijadikan dalam bentuk daging (batai) sekian kilogram atau sudah diganti dalam bentuk uang. Untuk sebilah sewar saat ini tidak ditemukan lagi.

Permintaan tambahan seperti lemang, bajek, gelamai dan lain-lainnya di saat akan bertungan sudah hampir hilang, termasuk pada daerah Lembak Pedalaman. Bila telah terjadi kesepakatan kedua belah pihak baik melalui proses pertama atau melalui anak maka akan dilanjukan pada proses bertunangan.

PERTUNANGAN

Seperti penjelasan di atas, bahwa dalam masyarakat Lembak jaman dulu dalam memilih pasangan hanya melalui kesepakatan orang tua atau yang dikenal dengan istilah rasan tue, dimana setelah ada kesepakatan antara kedua belah pihak maka keduanya diikat dalam tali pertunangan yang ditandai dengan adanya pemberian (tande) dari pihak laki-laki.

Namun sejalan dengan perkembangan zaman dan banyaknya media pergaulan antara bujang gadis maka pilihan ini tidak lagi tergantung kepada orang tua, di mana bila keduanya sudah merasa ada kecocokan untuk melangkah ke jenjang perkawinan lalu orang tua si bujang segera melamar kepada orang tua sang gadis. Dalam acara lamaran ini biasanya langsung membicarakan mengenai rencana pelaksanaan perkawinan dan tidak memakan waktu yang terlalu lama, disamping itu juga menentukan berapa besarnya uang hantaran yang diminta oleh pihak keluarga perempuan tersebut.

Malam Bertunangan/menarik rasan.

Setelah hari dan waktu bertunangan yang disepakati tiba, maka pihak laki-laki akan datang untuk bertunangan dengan membawa apa yang telah disepakati (terutama berupa uang, sedangkan barupa barang seperti kerbau dan pembawaanya) akan diserahkan kapan diminta oleh pihak gadis.

Selain dari mengantarkan persyaratan yang harus dipenuhi, maka pada saat itu dibicarakan pula kapan jadwal dilakukan pernikahan, untuk penetapan jadwal tersebut pada saat itu sebagai patokan adalah kapan masa panen.

Bila pertunangan masih dalam satu dusun (kampung) maka ketua adat (depati/pemangku), imam, khatib dan bilal boleh menunggu dirumah perempuan atau boleh bersama rombongan keluarga laki-laki. Jika antara kedua calon berbeda dusun maka pihak laki-laki membawa ketua adat, imam dan khatib dan sebagainya.

Pada pertunangan zaman dahulu personal yang terkait cukup banyak karena untuk membawa atau mengantar persyaratan yang diinginkan seperti sekian ratus batang lemang, sirih dan bunga, kue (joda) seperti bajek dan sebagainya membutuhkan orang yang banyak. Selain kaum bapak yang diikutkan dalam bertunangan termasuk juga kaum ibu.

Di malam bertunangan orang tua laki-laki tidak ikut, karena mereka sudah melepaskan (menyerahkan) kepada Rajopenghulu untuk melakukan pertunangan. Pertunangan pada saat ini sudah agak longgar, karena terdapat dua model dalam bertunangan: pertama seperti adat lama dimana pertunangan dilakukan jauh hari sebelum menikah, dan kedua pertunangan dilakukan beberapa hari sebelum diadakan pernikahan yang disebut Makan Ketan (pertunangan kerje jadi).

Pertunangan kerje jadi ini sering dilakukan karena adanya dadakan dengan singkatnya waktu atau dapat juga terjadi karena adanya kecelakaan atau dapat salah (hamil sebelum nikah). Jika alasan singkatnya waktu dan biaya maka sebelum bertunangan kerje jadi hanya dilakukan meletak tanda (ciri).

Waktu bertunangan pada masa yang lalu biasanya dilakukan jauh hari sebelum pelaksanaan perkawinan (bisa dalam enam bulan atau lebih). Pelaksanaan pertunangan dilakukan diawal musim tanam.

Dalam masa pertunangan apakah enam bulan atau satu tahun biasanya pihak laki-laki, bila calon mertuanya mulai turun ke sawah, laki-laki akan membantu keluarga perempuan untuk membuka sawah mulai dari menebas, menanam (menugal) dan bila sudah panen membantu mengangkat hasil panen (padi) dari sawah ke dusun (rumah). Begitu pula halnya dengan pihak perempuan akan membantu keluarga laki-laki untuk memanen (ngetam) di sawah atau ladang.

Pada malam bertunangan keris biasanya belum diserahkan dan akan diserahkan setelah selesai upacara perkawinan.

Bila masa pertunangan melewati bulan puasa pada masa lalu tiga hari menjelang puasa pihak laki-laki mengantarkan bahan masakan seperti daging, ikan kepada calon istri (tunangannya), sedangkan pihak perempuan akan mengantarkan masakan dari bahan yang sudah diberikan dengan dulang disertai air limau (Air jeruk nipis yang direbus dan dicampur dengan bunga rampai) beserta bedak beras 4 warna sebagai bahan untuk belanger (mandi bersih/keramas). Pemberian terebut dikenal dengan ngida.
Tiga hari menjelang lebaran juga pihak laki-laki mengantar bahan makanan dan kue juga yang nantinya sehari sebelum lebaran akan dibalas beserta air limau. Oleh pihak laki-laki air limau yang dimasukkan dalam geleta tersebut akan dibagikan sedikit demi sedikit pada keluarga dekatnya. Tata cara tersebut saat ini jarang terlihat, kalaupun ada hanya pihak perempuan saja yang mengantarkan makanan kepada pihak laki-laki dengan mengunakan rantang.

Setelah pertunangan berjalan maka untuk menghadapi acara pernikahan biasanya diadakan kembali konsultasi antara pihak gadis dan bujang tentang kepastian waktu dan segala sesuatu yang harus disiapkan. Bila sudah ditemukan kata sepakat maka dihubungi kembali Rajopenghulu untuk memberi tahu rencana pelaksanaannya, bila kesepakatan waktu tidak berubah/sepakat maka pada masa dahulu untuk menghadap Rajapenghulu guna memberitahu dan meminta izin kita biasanya membawa seekor ayam dan secupak beras. Pada saat ini tatacara tersebut sudah tidak seketat dahulu (bahkan jarang dilakukan).

Makan Ketan

Setelah diadakan konsultasi dan sepakat tentang hari kerje/bepelan maka oleh ahli rumah terlebih dahulu biasanya diadakan kesepakatan rapat interen (ngupul adik sanak) untuk mulai mempersiapkan dan meramu segala sesuatu yang berhubungan dengan kebutuhan mengangkat pekerjaan seperti: berberas (menumbuk padi untuk kebutuhan kerje/bepelan, mengumpulan alat-alat untuk pangujung (balai), serta persiapan seperti pembuatan rumah tanak (tempat berteduh tukang masak air dan nasi).

Selanjutnya pada malam yang telah ditentukan diadakanlah rapat (berasan) dengan penghulu syara’, adik sanak, kaum kerabat yang biasanya dipimpin oleh penghulu adat/ketua adat, malam berasan ini dikenal dengan istilah Malam Makan Ketan. Berasan tersebut secara resmi yang punya kerja (puce) menyerahkan kepada majelis untuk pelaksanaan kerje/bepelan.

Dalam masyarakat adat Lembak, makan ketan terlebih dahulu diadakan di rumah pengantin laki-laki. Di rumah pengantin laki-laki ketua adat memimpin mufakat Rajopenghulu untuk menetapkan kepanitian pelaksanaan acara peresmian pernikahan yang diadakan beberapa hari setelah ini. Kemudian dengan dipimpin oleh ketua adat mereka (Rajopenghulu dan ibu-ibu kerabatan pengantin laki-laki) berangkat menuju rumah pengantin perempuan untuk meresmikan pertunangan secara adat.

Sesampai dirumah pengantin perempuan rombongan yang membawa tempat sirih ini, disambut oleh Rajopenghulu ditempat calon pengantin perempuan. Rombongan Bapak-bapak langsung dipersilahkan masuk keruang mufakat Rajopenghulu ditempat calon pengantin perempuan.

Setelah beberapa saat, acara dimulai dengan dibuka oleh Ketua adat di tempat calon pengantin perempuan berada.

Ketua adat membuka mufakat rajopenghulu ini dengan kata pembuka:

Selamat datang kepade rombongan calon penganten lanang, kami mengaturkan permohonan maaf karene telambatnye acara ikak dimulai dan mbuat rombongan nunggu (Selamat datang kepada rombongan calon pengantin laki-laki, kami menghaturkan permohonan maaf karena terlambatnya acara ini dimulai dan membuat rombongan menunggu)

Col lekap dengan sambutan ikak, col lekap dengan bebanyak kate, make teremelah pepatah wang tue kami dulu: (Tidak lengkap dengan sambutan ini, tidak lengkap dengan berbanyak kata, maka terimalah pepatah orang tua kami dahulu)

Kok la babunyi gendang dengan serunai, adat lame pusako usang
Adik, sanak, jiran tetangge yang diundang lah sapai, rombongan jak jauhpun la datang.
(Kok lah berbunyi gendang kek serunai, adat lamo pusako usang
Adik, sanak, jiran tetanggo yang diundang sudah lah sampai, rombongan dari jauhpun sudahlah datang)

Rokok sebatang la kami njuk, ilim sekapur la kami sajikan, di pucuk tapan ilim kite letakkan itulah tande adat bimbang.
Rokok sebatang lah tuan isap, ilim sekapur lah ibuk makan, kalu litak lah lepas pule izinkanlah kami betanye dalam persoalan ikak?
(Rokok sebatang kami berikan, sirih sekapur kami sajikan, di atas tempat sirih kita letakkan itulah pertanda adat bimbang.
Rokok sebatang sudah tuan isap, sirih sekapur sudah ibu makan, kok lelah sudah lepas pula izinkanlah kami bertanya dalam persoalan ini ?)

Kok la garu memang lah garu, lah garu cendana pule
Kok la tau kamilah tau, la tau ndak betanye pule
Jak mane ndak kemane, Jak Jepang ke bandar Cene
Kalu la bolih kami betanye, rombongan nang datang ikak ape maksudnye
(Kok Sudah gaharu memang gaharu, sudah gaharu cendana pula
Kok Sudah Tahu kamilah tahu, sudah lah tahu bertanya pula
Darimana hendak kemana, dari Jepang ke bandar Cina
Kalu sudah boleh kami bertanya, rombongan yang datang ini apa maksudnya)


Kepade Babak-bapak wakil nang datang kalu ade pembicaraan nang baik, nang ndak disampaika dengan kami, kami mohon disampaika dengan kami dan majelis.
(Kepada Babak-bapak wakil yang datang jika ada pembicaraan yang baik yang akan disampaikan kepada kami, kami mohon disampaikan kepada kami dan majelis)

Kemudian Wakil rombongan dari calon pengantin laki-laki, menyampaikan sambutannya:

Kok la babunyi gendang dengan serunai, adat lame pusako usang
Adik, sanak, jiran tetangge yang diundang lah sapai, kami jak jauhpun la datang.
Kok lah berbunyi gendang kek serunai, adat lamo pusako usang
Adik, sanak, jiran tetanggo yang diundang sudah lah sampai, kamipun dari jauh sudahlah datang.

Rokok sebatang lah tuan njuk, ilim sekapur la ibuk njuk, dipucuk tapan ilim kite letakkan, itu la tande adat bimbang
Rokok sebatang lah kami isap, ilim sekapur la kami makan, litak kami la lepas pule. Izin ka kami betanye dalam persoalan ikak?
Rokok sebatang lah tuan berikan, sirih sekapur lah ibu kasihkan, di atas cerano kito letakkan itulah petando adat bimbang.
Rokok sebatang lah kami isok, sirih sekapur lah kami makan, kok litak kami lah lepas pule
Izinkanlah kami bertanyo dalam persoalan ikak?

Jak mane ndak kemane, Jak Panorama ke Toko Pucak,
Kalu kami dapat betanye dalam persoalan ikak, kedatangan kami kak apekah dapat diterime ataukah col?
Alhamdulillah sejak dari laman tadi kami la dapat diterime, kami datang di dului oleh tapan ilim nang lengkap dengan isinye, romanye tadi kami disusung oleh tapan ilim nang lengkap dengan isinye.
Buktinye kami la diterime dengan baik, kami duduk di majelis nang mulia serek nang kite duduk ka kini
Darimane ndak kemane, dari Panorama ke Toko Puncak,
Kalu kami dapat bertanye dalam persoalan ikak, kedatangan kami kak apekah dapek diterime ataukah die?
Alhamdulillah sejak dari halaman tadi kami sudah dapat diterimo, kami datang di dahului oleh tempat sirih yang lengkap dengan isinya, nampaknyo tadi kami disongsong oleh tempat sirih yang lengkap dengan isinyo.
Buktinye kami sudah diterime dengan baik, kami duduk di majelis yang mulia seperti yang kite duduki ikak

Kacang bukan sembarang kacang, kacang melilit kayu jati, kami datang bukan sembarang datang, memang beno nian kami datang ngulang rasan nepati janji
Pade beberape bulan nang lapau malam nang badu keluarga A dengan si B la bejanji antare keluarga ikak tepatnye malam ikak akan ngadekan pertunangan antare A dan B dengan uang antaran menurut informasi sejumlah Rp……………., tambahan belanje dapo Rp……………di iringi dengan keris se-bilah
Kacang bukan sembarang kacang, kacang melilit sekayu jati, kami datang bukan sembarang datang, memang benar nian kami datang ngulang rasan menepati janji
Pada balan bulan yang lampau malam yang sudah keluarga A dengan si B telah berjanji antar keluarga ini tepatnya malam ini akan mengadakan pertunangan antara A dan B dengan uang antaran menurut informasi sejumlah Rp……………., tambahan belanja dapur Rp……………di iringi dengan keris se-bilah

Ketua adat yang menunggu:
Alhamdulillah memang ade nian janji beberapa bulan yang lalu malam ……. Tahun yang badu


Pada malam itu juga disusunlah rencana mulai dari persiapan dan urutan acara, pembuatan pangujung (balai), serta penetapan organisasi upacara beserta personil yang akan bertugas.

Dinamakan malam makan ketan karena jamuannya berupa nasi ketan berkuah atau ketan berinti. Acara ini berlangsung di rumah kedua belah pihak dimana masing-masing pihak menentukan/mengumumkan panitia kecil yang akan berperan dalam pelaksanaan pesta nantinya.

Pada malam makan ketan ini utusan keluarga lali-laki datang kepada pihak perempuan untuk meyampaikan uang hantaran, hantaran ini juga dilengkapi dengan perangkat sirih dan bunga yang dikenal dehgan sirih bujang untuk yang dibawa oleh pihak laki-laki dan sirih gadis yang menunggu di rumah pihak perempuan. Rangkaian sirih ini ditata sedemikian rupa dimana untuk sirih bujang 7 (tujuh) tingkat dan sirih gadis 5 (lima) tingkat. Kedua bunga iini kemudian disandingkan untuk kemudian ditukar.

Pada masa sekarang ini acara makan ketan ini masih tetap dilaksanakan tetapi pada rangkaian sirihnya mengalami perubahan, dimana rangkalan sirih ini hanya dibuat ala kadarnya (tidak bertingkat-tingkat).

Pembentukan Panitia Kerja

Setelah secara resmi acara pertunangan diumumkan, maka selanjutnya ketua adat membuka acara berasan adik sanak untuk membentuk kepanitian acara pernikahan pengantin yang dimaksud.

Pembentukan organisasi upacara tersebut sekaligus menunjuk para petugas yang akan mengambil tanggung jawab pelaksanaan antara lain: tue kerje (Ketua Kerja), penyambut tamu, tukang sambal (tukang sambal), tukang joda (tukang jauda), Tukang Ayo (Ahli menyiap air), Tukang nasi (Ahli memasak nasi), ketua jenang yang biasanya ditunjuk jenang atas pengujung (jenang pucuk) dan jenang belakang (jenang bawah), begitu pula biasanya ditunjuk Cikidar (jenang perempuan) besarta anggota-anggotanya, serta pada saat itu biasanya telah ditunjuk juga induk inang (perias pengantin) dan inang (pengapit pengantin).

Bentuk organisasi yang konvensional tersebut sangat sederhana namun dapat membagi habis tugas. Untuk adat perkawinan pada saat ini penunjukan pada malam berasan tersebut hanya seremonial saja karena sebenarnya pihak keluarga yang akan melaksanakan pernikahan anaknya sudah menghubungi panitia tersebut jauh-jauh hari.

Ketua kerja sebagai koordinator akan menangani semua pekerjaan dan lalu lintas mulai dari menegak pangujung, sampai acara perkawinan berakhir. Pada saat sekarang malam berasan masih tetap dilaksanakan oleh Masyarakat Adat Lembak.

Dalam acara makan ketan ini pula diumumkan dimana akan dilangsungkan akad nikah dalam arti pihak mana yang akan melaksanakan pesta terlebih dahulu. Biasanya akad nikah ini dilangsungkan di rumah pihak perempuan namun demikian tidak tertutup kemungkinan untuk dilangsungkan di rumah laki-laki, hal ini tergantung dengan perjanjian antara kedua belah pihak.

Pada masa dulunya dalam berasan atau malam makan ketan ditentukan juga bila kerje/bepelan akan dilakukan di balai maka orang kampung secara bersama sama membuat balai, dan dibalai juga dibuatkan tempat pengantin beristirahat seperti tempat duduk, tempat pakaian dan istirahat, yang dibatasi antara tempat pengantin yang satu dengan yang lain. Pelaksanaan rangkaian pernikahan pada masa lalu dilakukan juga dibalai yang biasanya diikuti beberapa pasang pengantin yang disaksikan oleh ketua-ketua marga, para depati dan bujang gadis dari setiap marga. Pelaksanaan tatacara upacara pernikahan dibalai untuk beberapa pasang pengantin pada suku bangsa Lembak di Kota Bengkulu sudah lama hilang, terkhir didaerah proatin XII di Tanjung Agung tahun 1940 han.

Dimalam berasan itu biasanya makanan yang disajikan adalah boleh juga ketan berkuah (nasi ketan dengan kuah dimasak dari santan dan gula merah/aren) atau ketan berinti (intinya gula merah campur kelapa). Ketan berkuah terutama pada daerah Tanjung Agung, Semarang, Surabaya, Jembatan Kecil, Panorama, dan Dusun Besar.
Setelah diadakannya berasan maka beberapa hari berikutnya dimulai mendirikan (menegak) pangujung yang dilakukan oleh masyarakat, dan mulai dibagi undangan (ilim terbang) serta memanggil masyarakat dilingkungan desa yang hanya memakai panggilan lisan oleh orang yang telah dipercaya oleh ahli rumah.

Pembuatan pangujung pada masalalu memiliki ciri tersendiri, dimana bila ahli rumah memotong sapi atau kerbau pangujungnya berbubung, jika hanya memotong kambing atau ayam dan sebagainya maka pangujung tidak berbubungan.

PESTA PERNIKAHAN

Pelaksanaan perkawinan dalam Bahasa Lembak sering disebur Kerje atau Bepelan yang merupakan inti atau puncak dalam upacara perkawinan. Kegiatan itu merupakan rangkaian dari suatu perayaan sebagai pernyataan suka dan rasa syukur segenap keluarga baik dalam hubungan keluarga dekat mapun keluarga jauh.

Pesta Pernikahan dilaksanakan kedua belah pihak dan berlangaung selama 2 hari 2 malam untuk satu pihak, hari pertama disebut dengan Hari Mufakat (Arai pekat) sedangkan harl kedua disebut Hari Bercerita (Andun). Pelaksanaan akad nikah biasanya dilangsungkan pada hari mufakat (Arai pekat), dahulu dilaksanakan pada hari kedua.

Hari Mufakat (Arai Pekat)

Pada hari mufakat ini mempelai wanita sudah harus dirias untuk memekai pakaian pengantin (pakaian adat), Untuk merias pengantin pertama kali ini tidak dilakukan di rumahnya melainkan harus dilakukan di rumah salah seorang kerabatnya yang di sebut dengan 'Bakondai'. Dalam acara bakondai ini harus menyiapkan persyaratan berupa kain penutup (kelimbung), beras, kelapa, gula kelapa serta pisang mas, perlengkapan ini nantinya akan diserahkan kepada 'induk inang (perias pengantin). Setelah pengantin selesai dirias baru dibawa kerumahnya dan disambut oleh ibunya serta diasap dengan kemenyan.

Akad Nikah

Dalam acara akad nikah ini mempelai pria belum memakai pakaian pengantin namun hanya memakai jas, berkain dan pojok '(songkok khusus untuk acara adat). Seperti halnya mempelai wanita, mempelai priapun untuk berangkat nikah ini tidak dirias dirumahnya melainkan juga di rumah familinya.


Gambar 1. Rombongan Pengantin Laki-laki yang siap untuk menikah (Usman Yassin, 2006)

Pada saat mengantar pengantin nikah secara adat oleh pihak laki-laki selalu dibawakan (dipersembahkan) tapan ilim (tempat sirih lengkap). Rombongan pengantin yang berangkat kerumah calon istrinya dipimpin oleh pemangku adat (ketua adat). Ketua adat inilah yang dipercaya untuk mengantarkan sampai menyerahkan kepada pemangku adat (ketua adat) pengantin wanita.


Gambar 2. Tapan Ilim (Tempat sirih) (By Usman Yassin)

Menurut adat perkawinan suku Lembak saat dilakukan ijab dan kabul oleh pengantin laki-laki, pengantin perempuan tetap berada didalam kamar, sehingga dengan demikian petugas, kalau dulu iman dan khatib yang saat ini adalah P3NTR harus masuk ke kamar untuk menemui pengantin wanita menanyakan tentang kesediaan dan permintaan tentang mahar (mas kawin) pengantin wanita didampingi oleh ibu atau jika ibunya sudah tidak ada didampingi sepupu-sepupu ibunya.

Pelaksanaan akad nikah ini biasanya dialasi dengan sajadah dan pada waktu ijab kabul tersebut mempelai wanita tetap berada di kamar pengantin. Dalam hal akad nikah diadakan di rumah pria, maka sajadah yang menjadi alas tersebut diserahkan kepada orang tua/wali wanita yang menikahkan tersebut.


Gambar 3. Pelaksanaan Akad Nikah (Ijab Kabul) (By Usman Yassin)

Setelah pelaksanaan akad nikah tersebut mempelai pria belum dipertemukan dengan mempelai wanita, melainkan harus pulang dulu untuk datang kembali pada malam harinya.

Pada hari mufakat ini pula, selain diadakan do'a setelah nikah, juga diadakan do'a/kenduri yang disebut dengan kenduri sekulak (Syukuran kecil atas telah dilangsungkannya akad nikah, sekulak = kenduri kecil atau sebanyak empat cupak beras).

Malam Napa

Salah satu bagian dari acara perayaan perkawinan adalah Malam Napa. Pada malam ini sering juga disebut pengantin bercampur atau mulai bersanding setelah melakukan ijab kabul (Jika belum melakukan ijab kabul, dalam adat Lembak pengantin tidak boleh disandingkan).

Dalam Malam Napa biasanya kalau akan diadakan adang-adang gala maka pihak keluarga pengantin perempuan harus melakukan acara penjemputan pengantin lanang yang dipimpin oleh ketua adat yang diikuti oleh beberapa orang kerabat pengantin perempuan. Pada acara penjemputan ini pihak pengantin perempuan membawa perelengkapan pakain adat untuk pengantin lanang, pihak keluarga pengantin lanang juga sudah menyiapkan panganan/ kue-keu yang sudah dimasak beberapa hari dan disuguhi minuman teh/kopi yang sering dikenal dengan istilah Neron. Pada saat itu biasanya juga disampaikan oleh penghulu adat kepada pihak penganting lanang untuk menyiapkan sejumlah uang untuk acara adang-adang gala tersebut. Uang yang diberikan pada saat adang-adang gala sering disebut dengan istilah kunci masuk.

Pada Malam Napa ini pengantin baru dapat bersanding dimana mempelai pria sudah memakai pakaian pengantin adat, untuk merias pengantin ini seperti pada saat akan berangkat nikah juga dilaksanakan dirumah kerabatnya, untuk kemudian diantar ke rumah wanita.

Pengantin Bercampur

Pengantin bercampur adalah rangkaian kegiatan upacara dimana pengantin perempuan bersanding dengan pengantin laki-laki dipelaminan. Tatacara upacara pengantin bercampur dimulai dari menjemput pengantin dan pelaksanaan dengan dibawah bimbingan induk inang.

Setelah habis nikah dan pengantin laki-laki sudah pulang kerumahnya maka pada siang hari dijemput oleh kurir untuk bercampur. Alat-alat yang dibutuhkan dalam menjemput pengantin laki-laki adalah rokok tujuh batang yang dimasukkan dalam tempat kotak rokok yang sudah disediakan (selepa rokok) dengan limau bunga (limau diiris seperti bunga yang mekar) dimasuk dalam kobongan kaca yang telah diberi air sedikit dan ditaburi bunga rampai.

Bercampur

Tatacara dalam bercampur ini sudah merupakan adat istiadat yang sudah turun temurun, dan memiliki nilai tersendiri. Alat yang digunakan dalam bercampur adalah :
1. Nasi kunyit sejambar.
2. Air minum 2 (dua) gelas.
3. Piring kecil kosong 1 (satu) buah.
4. Kipas
5. Gendang panjang dan serunai
6. Persepan api untuk membakar menyan
7. tepung setawar

Urutan kerja yang dilakukan adalah sebagai berikut :

Pengantin dan rombongan yang datang di hadang (menemui rintangan pertama) di pintu gerbang (disebut adang-adang gala) dengan gala/bambu oleh Tue kerje, dan akan dibuka bila sudah membayar (ditebus) dengan sejumlah uang yang tidak ditentukan.
Setelah sampai di depan rumah wanita, pengantin pria tersebut dihadang dengan gala yang disebut dengan adang-adang gala, orang yang menghadang ini biasanya Tue Kerje (ketua Panitia) dari pihak keluarga perempuan.

Tue Kerje bertanya (TK):Ndak kemane kamu banyak-banyak kak (Mau kemana kamu sekalian)
Dijawab ketua rombongan (KR) dari pengantin lanang:
Kami ndak andun (Kami mau ke undangan)
TK:Sape yang ngajak (siapa yang mengundang)
KR:Tadi kami diajak (Tadi kami diundang/dijemput)
TK:Tadi kami ngajak, kalu serepak kami tadi jadi, tadi kamu belum ndak (Tadi kami undang, jika bersama kami boleh, Tadi kamu belum mau)……dan seterusnya

Selanjutnya seperti terjadinya pertengkaran dan peperangan antar kedua rombongan dan disini biasanya dapat diperagakan acara pencak silat kampung, bisa juga menggunakan senjata dan alat yang lain. Pada acara adang gala ini juga diisi dengan kemampuan berpantun dari kedua belah pihak, yang pada akhirnya biasanya pihak rombongan harus membuka kunci penghadang dengan memberikan sejumlah uang dalam amplop kepada Tua Kerja dan Tukang Gulai.

Dalam acara ini terjadi tawar menawar antara utusan pengantin pria dengan para penghadang guna membuka 'kunci' penghalang tersebut. Setelah lepas dari hadangan pertama ini pengantin pria disambut oleh ibu si perempuan kemudian disembur dengan beras kuning setelah itu diteruskan dengan setepung setawar dan di asap dengan kemenyan mulai dari atas sampai ke kaki. Kemudian pengantin pria tersebut salaman/sungkem dengan ibu mertuanya, hal ini biasanya dilakukan di teras rumah.
Setelah itu pengantin laki-laki akan masuk ke rumah di pintu dihadang kembali dengan selendang atau tali oleh Tukang Gulai, dan Cikidar, akan dibuka bila ditebus dengan uang pembuka atau kunci pembuka.

Sewaktu pengantin laki-laki sudah didudukkan, muka pengantin perempuan masih tetap ditutup oleh Induk Inang dengan kipas yang terkembang. Bila ditanya oleh induk inang laki-laki maka jawabnya dia malu. Jawaban tersebut hanya basa basi agar inang pengantin laki-laki membayar uang tebusan (pembuka), jika telah dibayar (ditebus) sesuai dengan keinginan Induk Inang maka akan dibuka, bila tidak/belum sesuai maka belum akan dibuka oleh induk inang. Keadaan tersebut terjadi bila Induk Inang menganggap tebusan belum sesuai. Jika kemampuan pihak laki-laki tidak ada maka dengan bisik-bisik dapat diganti dengan satu subang sirih.

Setelah melakukan serangkain rintangan maka pengantin berdua sudah duduk bersanding (bercampur), setelah itu upacara dilanjutkan dengan suap-suapan nasi kunyit dan juga memberi minum secara bergantian, dimulai dari yang laki-laki terlebih dahulu. Pada saat itu biasanya kegiatan ditonton oleh kebanyakan ibuk-ibuk dan anak-anak, yang membuat sorak-sorai yang semakin membuat pasangan pengantin jadi malu.

Kegiatan mulai dari datangnya rombongan diiringi gendang Serunai sampai selesai melakukan rangkaian acara di atas. Setelah selesai bercampur maka keduanya dibimbing untuk masuk kebilik beriringan sambil berpegangan tangan, dimana pengantin wanita yang membimbing masuk ke bilik. Didalam bilik tersebut sudah tersedia makanan buat mereka.

Setelah itu pasangan pengantin bersanding kembali di pelaminan. Selanjutnya pengantin pria dibawa keluar (halaman) untuk dilaksanakan acara napa yaitu pengantin pria duduk sambil diiringi dengan tabuhan gendang/rebana dengan ucapan puji-pujian (berzanji), pada akhir acara ini pengantin pria menyalami orang-orang yang mengiringi tersebut.

Pada malam napa ini pula ibu dari pengantin pria bersama dengan beberapa orang kerabatnya datang ke tempat pengantin wanita (besannya) yang lazim disebut dengan menda kule, begitu juga sebaliknya pada saat pesta di rumah pria pihak keluarga wanita datang ke sana.

Sementara acara tabuhan rebana masih tetap berlangsung dan kedua mempelai kembali bersanding, kemudian kedua mempelai tersebut dengan dituntun oleh induk inang melakukan sembah/sungkem kepada para menda kule tersebut.
Acara pada malam napa ini biasanya berlangsung sampai dengan sekitar jam 23.00, kemudian pengantin pria kembali pulang ke rumahnya untuk datang kembali pada keesokan harinya.

Hari Bercerita

Hari bercerita ini merupakan hari puncak pelaksanaan pesta pernikahan tersebut. Pada saat tetamu datang baik tetamu dari jauh maupun dari dekat, mereka datang membawa buah tangan pada ahli rumah sebagai tanda ikut bersuka cita atas rahmat yang diterimanya. Buah tangan tersebut semenjak masyarakat telah mengenal uang sebagai alat tukar, diberikan dalam bentuk uang, dikenal dengan istileh Jambar real (Jamber real).


Gambar 4. Panitia Jambar Uang (By Usman Yassin)

Undangan yang datang biasanya menyampaikan pemberiannya berupa uang dimana uang ini dicatat pada satu buku yang disebut dengan jambar uang. Pemberian berupa uang ini lazim disebut oleh masyarakat dengan ngatung, dikatakan demikian karena konon menurut cerita pada jaman dulu uang tersebut benar-benar digantung dan diletakkan ditengah pengujung (tarub)

Uang yang dibawah tetamu tersebut dikumpulkan oleh suatu kepanitiaan yang dibentuk/ ditunjuk secara aklamasi oleh ketua kerja. Tugas dari panitia adalah menerima, mencatat dan menggantungkan uang tersebut pada jambar (pohon daun hidup yang rimbun) sepeti daun beringin atau daun kopi. Untuk daerah seperti Jembatan Kecil, Panorama dan Dusun Besar, uang yang dikumpul dimasukkan dalam nampan dengan dibungkus saputangan putih terawang.


Gambar 5. Malam Napa (By Usman Yassin, 2006)

Pada hari bercerita ini inti acaranya berupa berzikir/membaca kitab berzanji yang diringi rebana, walimah dan jamuan dan pada akhir acara tersebut wakil para tamu menyerahkan jambar uang yang diperoleh kepada pihak tuan rumah dengan mengumumkan jumlah total penerimaan.


Gambar 6. Badikir (By Usman Yassin)

Selain itu bagi pengantin wanita pada saat pesta di rumahnya dilaksanakan khatam qur'an (temat kaji). Dalam pada itu kedua mempelai tetap bersanding selama acara berlangsung.


Gambar 7. Tamat Kaji pengantin perempuan di depan Imam (Usman Yassin, 2006)

Acara pada hari bercerita ini berlangsung mulai dari pagi hingga menjelang waktu dzuhur. Setelah selesai acara ini pengantin pria juga harus pulang ke rumahnya.

Pada malam berikutnya acara yang dilaksanakan tergantung dengan tuan rumah, biasanya pada malam lni diisi dengan acara muda-mudi dimana bentuk acaranya bervariasi tergantung kemampuan dan keinginan tuan rumah tersebut. Kalau pada jaman dulu acara pada malam ini dapat berupa pencak silat, tari bubu dan sebagainya, sedangkan pada masa sekarang ada yang diisi dengan acara musik atau pun acara ceramah agama untuk para pemuda dengan mengundang seorang penceramah atau ada juga yang tidak melaksanakan kegiatan apa-apa pada malam tersebut.

Kenduri Selamat (Makan Kerak)

Setelah kegiatan pesta di rumah pihak laki-laki telah dilaksanakan maka pengantin kembali ke rumah perempuan untuk bercampur karena mereka telah resmi meniadi suamii isteri. Bila jaman dulu sebelum campur ini keduanya diberi nasehat dulu oleh orang-orang tua namun sekarang hal ini tidak dilaksanakan lagi. Setelah mereka resmi campur maka pada pagi harinya (setelah Shubuh) mereka harus Pergi ke rumah orang tua pihak laki-¬laki, selain itu laki-laki juga harus memberi cincin emas kepada ibu si perempuan (ataupun sekalian ada yang memakaikanya) sebagai tanda bahwa dia telah menerima istrinya tersebut dengan baik.

Sebagai rangkaian terakhir dari kegiatan pesta penikahan ini adalah kenduri selamat yang lazim disebut oleh masyarakat dengan istilah makan kerak, yaitu selamatan yang dilaksanakan pada hari setelah malam pengantin bercampur tersebut. Dalam acara selamatan ini ada satu hidangan khusus yaitu gulai ayam dengan kundur, yang mana untuk keperluan kenduri tersebut bahan-bahannya berasal dari pihak laki-¬laki. Kalau pada jaman dulu bahan-bahan tersebut benar-¬benar diantar dalam bentuk benda, namun pada saat sekarang ini keperluan ini tidak lagi diberikan dalam bentuk benda melainnya hanya di ganti dengan uang. Acara makan kerak ini merupakan rangkaian terakhir dari pelaksanaan kegiatan upacara perkawinan yang ada dalam masyarakat Lembak.

Selain itu selama beberapa hari setelah perkawinan tersebut pasangan ini melakukan kunjungan kepada seluruh sanak keluarga dari kedua belah pihak ataupun orang-orang yang telah berkerja dalam kegiatan pesta yang telah dilaksanakan itu, kegiatan ini dinamakan dengan istilah nyalang - Tujuannya adalah selain untuk mengenalkan pasangannya kepada sanak keluarga juga mengucapkan terima kasih atas bantuan yang telah diberikan dalam pelaksanaan pesta yang baru saja berlangsung tersebut.
Kegiatan menyalang sanak keluarga ini dilakukan pada sore dan malam hari, sehingga kadang kala pada masa dahulu yang belum memiliki kendaraan dapat menyelaikan waktu sampai tiga bulan. Tatacara menyalang adalah sebagai berikut; pertama kedua mempelai menyampaikan pesan kepada keluarga yang akan dituju bahwa mereka akan datang pada hari tanggal dan jam, atau sebaliknya ada juga yang menyampaikan bahwa kami dapat menerima pengantin nyalang tanggal, hari dan jam sekian. Dengan demikian kedua belapihak sudah dapat bersiap.

Pada suku lembak yang berada disekitar danau dendam tak sudah, pada saat pengantin baru menyalang membawa cerano, sedangkan pada masyarakat lembak bagian dalam (darat) biasanya membawa panganan, sehingga dengan demikian panganan tersebut dibalas dalam berbagai bentuk antara lain; ada dibalas denga perabot rumah tangga seperti piring, gelas, ada yang dibalas dengan dasar baju, kain dan sebagainya. Pemberian tersebut berguna bagi persiapan pengantin baru dalam mengarungi hidup bekeluarga. Dengan adanya pemberitahuan biasanya ahli rumah telah menyiapkan barupa hidangan, dan kadang kala tidak jarang ada yang menyediakan makanan dengan memotong ayam dansebagainya.

Pada saat bertamu dalam menyalang keluarga (paman, bibi, kakek, nenek, induk inang dan sebagainya) mereka menyampaikan :
Berupa nasehat-nasehat dalam bekeluarga dan mempersiapkan hari depan
Menyampaikan tembo, susunan keluarga dan tutur sapa, serta panggilan terhadap keluarga yang dikunjungi. Dalam pembukaan tambo ini biasanya terjadi perubahan dalam tuturan panggilan sesuai dengan urutan keluarga.

Pakaian yang digunakan oleh kedua pengantin baru adalan baju kebaya dengan sanggul sikat, dan baju jas bagi laki-laki. Pada saat ini kegiatan menyalang terutama menyalang sanak keluarga sadah mulai jarang dilaksanakan (banyak yang meninggalkan). Kalaupun ada waktunya sangat singkat yang kadang kala hanya mengucapkan assalamualaikum Wr. Wb selanjutnya salaman (sungkem) dan mohon pamit karena masih banyak yang akan dikunjungi.

Keadaan yang terjadi seperti itu kadang kala oleh orang tua tidak diberi tahu terlebih dahulu. Kadang kala orang tua tidak meminta kepada anak menantunya untu menyalang (menjalang) ketempat sanak keluarga.

Beberapa Kebiasaan Yang Jarang Dipakai

BERDABUNG

Berdabung merupakan acara yang dilakuan untuk meratakan gigi seorang calon pengantin wanita sehingga akan lebih kelihatan rapi dan indah. Acara berdabung ini dilakuan induk inang sebelum acara pernikahan dilakukan dengan peralatan yang dibutuhkan seperti: Nasikunyit, panggang ayam dan sebaginya.

Tatacara pelaksanaan dilakukan oleh induk inang dengan sistematika dalam penggunaan peralatan yang ada. Pada saat menjelang diadakan acara berdabung induk inang meminta kepada pengantin untuk memakai pakaian pengantin dengan memakai kain benang emas. Setelah itu pengantin dibimbing untuk bersalaman/ menyembah pada ibuk, bapak, tukang tabuh gendang serunai dan orang-orang tua yang patut disembah dirumah itu. Setelah selesai pengantin diminta untuk masuk kedalam rumah guna ditepung setawar dan diasapkan dengan asap menyan sebanyak tiga kali atau tiga keliling.
Setelah selesai maka pengantin dibaringkan telentang seperti orang beristiahat dengan badan ditutup dengan kain benang emas dan induk inang mulai melakukan pekerjaan.

Waktu pelaksanaan berdabung pada masa dahulu terutama pada suku Lembak yang ada didaerah darat (pedalaman) dapat dilakukan jauh hari (satu minggu) sebelum dilakukan acara perkawinan, dan ada juga yang melakukan pada pagi hari disaat pengantin akan dihiasi (dirias) untuk menghadapi sehari sebelum malakukan pernikahan, atau berkembang menjadi lebih ringkas lagi disaat pengantin akan dihiasi (dirias) untuk menghadapi acara pernikahan. Pelaksanaan berdabung tetap dilakukan dirumah pengantin wanita.

Pada saat ini berdabung sudah jarang dilaksanakan dalam acara perkawinan, hal itu dikarenakan oleh semakin sukar mencari induk inang yang bisa melaksanakan.

Inai Curi

Pada malam hari setelah dilakukannya acara mendo'a pertanda dimulainnya perhelatan (mendo'a sekulak), dilanjutkan dengan pemasangan inai pengantin perempuan. Kegiatan ini adalah kegiatan yang dilakukan pengantin dalam mempersiapkan dirinya agar bisa tampil dengan cantik dan indah.

Pelaksanaan pemasangan inai curi ini dibimbing oleh induk inang, dengan peralatan yang dibutuhkan antara lain adalah pisau/gunting kuku, dan inai yang diramu dari daun pacar.

Saat pemasangan inai curi biasanya dilakukan acara kesenian dengan menabuhkan rabana (berzikir), pelaksanaan berzikir ini tidak terlampau larut malam seperti berzikir pada malam kerje agung.

Pada saat pemasangan inai pengantin wanita sudah belajar untuk duduk dipelaminan sendiri dan duduk dipelaminan dapat ditutup mukanya kain halus (tekuluk). Malam inai curi pada saat ini pelaksanaanya telah longgar, dan para mempelai perempuan sudah ada yang meninggalkan upacara ini, hal itu dimungkinkan karena sudah ada alat lain (kutek kuku) yang dapat dipakai untuk memperindah kuku kaki dan kuku tangan.

Demikianlah sedikit gambaran mengenai adat perkawinan yang terdapat dalam masyarakat Lembak yang ada di Kota Bengkulu dan sekitarnya. Dari uraian mengenai rangkaian kegiatan dalam upacara adat perkawinan tersebut dapat digambarkan bahwa kegiatan adat yang ada pada saat ini telah ada banyak mengalami perubahan ataupun pengurangan di sana sini. Perubahan suatu budaya tidak terlepas dengan perkembangan dan perubahan masyarakat itu sendirl. Dalam hal ini masyarakat mengambil hal-hal yang praktis namun demikian tidak terlalu mengurangi nilai dan makna dari kegiatan tersebut.

Perubahan dalam suatu masyarakat memang merupakan hal yang tidak dapat ditolak karena ini merupakan konsekwensi dari pada perkembangan zaman dan teknologi, dimana masyarakat senantiasa berinteraksi dengan lingkungan diluarnya yang dapat mempengaruhi kehidupan dan juga pola budayanya.

Artikel Berhubungan:
Pakaian Adat Lembak
Tempat Sirih
Sarapal Anam
Tamat Kaji
Asal Usul Suku Lembak
Sejarah Adat Suku Lembak

Yayasan Lembak

Yayasan Lembak adalah sebuah lembaga swadaya masyarakat yang dibangun atas dasar keinginan memperjuangkan Hak-hak adat masyarakat Lembak, karena ranah perjuangan yang bersentuhan dengan kasus-kasus lingkungan hidup dan sumberdaya alam yang pada akhirnya persoalan kebijakan maka akhirnya Yayasan Lembak juga konsen pada persoalan semua nasib kaum tertindas dan dimarginalkan. Persoalan yang muncul yang dialami masyarakat ini juga disebabkan kasus-kasus Korupsi anggaran APBD dan APBN, akhirnya Yayasan Lembak juga berada pada garda depan melakukan perlawan terhadap kasus-kasus Korupsi, sebuah Gerakan yang pernah digagas oleh pendiri sekalgus ketua Yayasan Lembak, yaitu dengan Gagasan Gerakan 1.000.000 Facebookers dukung Bitchan, yang menjadi trent topik dimedia massa dan dunia maya. Ayo dukung terus berlanjut aktivitas perjalanan Yayasan Lembak Bengkulu. Semoga informasi ini bermanfaat untuk kita semua, Terimakasih.

Saran - Pendapat - Pesan

Nama

Email *

Pesan *