Danau Dendam Tak Sudah

The Dam Yang tidak selesai, atau De Dam Tak Sudah, Danau Dendam Tak Sudah

60 sd 80% Sampah Rumah Tangga adalah Bahan Organik

Potensi masalah ketika tidak diolah, potensi pendapat keluarga ketika diolah, potensi nilai tambah ketika dilakukan Biokonversi Dikelola Secara Bijak

Urban Farming

Pemanfaat Lahan Masjid Jamik Al Huda sebagai terapi psikologis dan nilaitambah pendapatan keluarga

Urban Farming (Budidaya Lahan Sempat)

Memanfaatkan Lahan Sempit untuk menambah nilai manfaat lahan diperkotaan sekaligus sebagai eduwisata

Urban Farming Tanaman Hortikultura

Sayuran segar siap dikonsumsi kapan saja...

Rabu, 07 Mei 2008

Upacara Adat Perkawinan Suku Lembak

Sebagai mana halnya suku bangsa lain, maka tujuan perkawinan bagi Suku Lembak dapat dibagi menjadi dua kelompok:

Tujuan Biologis

Untuk melanjutkan keturunan dimana keturunan tersebut akan melanjutkan cita-cita orang tuanya, disamping itu berfungsi sebagai wadah untuk mengatasi jangan sampai terjadinya perbuatan yang tercela dalam masyarakat, sehingga hubungan di luar nikah yang merupakan pekerjaan yang dicela oleh agama dan masyarakat adat dapat dihindari

Tujuan Sosial

Sebagai mahluk sosial manusia perlu mendapatkan pengakuan oleh masyarakat. Adat istiadat suku Lembak termasuk adat majlis dimana setiap pasangan yang sudah menikah baru dapat diakui status sosial dan ekonominya ditengah masyarakat. Perkawinan merupakan pemindahan status seseorang dalam masyarakat sehingga secara adat orang yang telah menikah sudah diikut sertakan dalam kegiatan sosial dan akan mendapatkan tempat yang terhormat daripada masih hidup sendiri.

Dampak dari pengakuan status sosial tersebut dalam masyarakat Lembak membuat bila seseorang anak terutama anak gadis pada umur melewati 18 tahun pada masa dahulu orang tuannya akan merasa malu, dimana seolah-olah anak gadisnya tidak laku (dalam istilah Bahasa Lembaknya Gayat/Gadis Tue). Sedangkan bagi anak laki-laki jika sudah lewat umur 25 tahun menikah dianggap tidak berani memikul tanggung jawab dan oleh masyarakat Lembak sering disebut bujang tue.

BENTUK-BENTUK PENRKAWINAN

Kawin Biasa

Bentuk perkawianan ini adalah perkawinan antara pria dengan wanita melalui proses yang normal, baik lengkap memenuhi persyaratan adat yang ditentukan ataupun berdasarkan kemampuan. Bentuk perkawinan yang mengikuti adat melalui proses yang normal semacam ini dilakukan terutama bagi seseoran pria yang masih perjaka dengan wanita yang masih perawan, atau setidak-tidaknya khusus bagi wanita yang masih perawan, walaupun pria tidak perjaka lagi. Dan untuk wanita atau pria yang tidak perawan atau perjaka lagi, perkawinan cukup memenuhi syarat-syarat agama Islam dan jarang diselingi dengan upacara adat.

Kawin Lari

Kawin lari sebenarnya tidak ada norma-norma yang bentuk perkawinan ini. Proses perkawinan lari tidak terdapat dalam masyarakat Lembak, tetapi dalam pelaksnaannya diakui, ada wanita dan pria yag setuju untuk melaksanakan perkawinan, tidak disetujui oleh orang tua kedua belah pihak atau salah satu pihak, terpaksa lari dari tanggung jawab orang tua. Istilah lari disini tidak bisa diartikan adat, tetapi adalah usaha mencari tempat lain untuk melaksanakan perkawinan menurut norma Agama Islam ataupun menurut adat kebiasaan yang berlaku.

Bila salah satu keluarga/orang tua yang mengetahui peristiwa ini, biasanya mereka menormalisir perkawinan itu dengan jalan memenuhi adat atau setidak-tidaknya memenuhi norma-norma agama atau perundang-undangan yang berlaku. Hal ini jelas bahwa kawin lari bagi masyarakat Lembak tidak diadatkan dan tidak disukai oleh masyarakat.

Kawin Gantung (Nikah Ga-ngang).

Kawin gantung sebenarnya tidak ada dalam adat dan upacara perkawinan. Tetapi pelaksanaan dapat diakui terdapat istilah tersebut, akibat pengaruh dari adat yang berlaku didaerah-daerah lain untuk menamakan proses perkawinan yang disebut Nikah Ga-ngang. Nikah Ga-ngang adalah Bentuk perkawinan yang secara yuridis sudah dilaksanakan akad nikah secara Islam namun secara pisik belum bercampur atau dengan kata lain belum berumah tangga.

Peristiwa semacam ini dilakukan untuk meyakinkan hubungan antara keluarga ibu secara fisik perkawinan belum dilaksanakan karena sebagai alasan seperti kuliah masih membutuhkan waktu untuk menyelesaikan studinya atau tugas-tugas penting yang tidak dapat ditinggalkan, untuk melaksanakan adat perkawianan baik dalam memenuhi norma-norma tertentu ataupun menghimpun anggota-angota yang belum rampung selain itu pihak wanita belum cukup dewasa menurut kesehatan dan agama.

Pada masa sekarang ini hal tersebut jarang terjadi dengan demikian bahwa dalam nikah Ga-ngang Kedua Belah Pihak telah resmi menjadi pasangan baru, hanya saja kewajiban masing-masing pihak pria atau wanita sebagai penanggung jawab keluarga baru ini belum dilaksanakan sepenuhnya. Persoalan nikah ga-ngang ini mutlak direstui orang tua, dengan sendirinya konskwensi lebih diberatkan kepada orang tua, bila dibelakang hari tidak ada kecocokan, persoalannya diletakkan pada hukum talak Cerai seperti hukum orang berumah tangga. Dan dalam penelitian sebelumnya untuk menjaga kelangsungan ikatan keluarga masing-masing bisanya ditentukan oleh perundingan kekeluargaan yang saling menguntungkan baik sang anak maupun orang tua masing- masing .

Kawin Berwakil

Kawin Berwakil adalah hampir sama sifatnya dengan nikah Ga-ngang yakni memberikan ketentuan syarak yang berlaku dalam hukum islam. Peristiwa semacam ini merupakan keyakinan bahwa perpaduan kekerabatan keluarga antara kedua belah pihak telah terlaksananya penyelenggaraannya pernikahan, dilaksanakan dimana pihak pria belum mempunyai kesempatan untuk hadir melaksanakan perkawinan. Sedangkan pihak wanita telah siap dan tidak dapat ditunda lagi.

Dalam melaksanakan adat biasanya hanya berlaku sepihak saja yakni dipihak wanita sedangkan pihak pria hanya melaksanakan sesuai dengan syariat–syariat Islam dan mengirimkan wakil untuk hadir dalam menerima penyerahan dalam akad nikah. Wakil dari orang tua laki-laki ialah kakak/adik pria dari calon suami dengan bukti-bukti yag menyakinkan bila waktunya sudah memungkinkan maka pria yang perkawinannya diwakilinya itu dapat langsung kerumah istrinya untuk sekedar upacara selamatan.

Kawin Ganti Tikar (Kawin Tuko Tiko)

Perkawinan semacam ini lebih bersifat sosial yang dasarnya adalah sebagai usaha untuk tetap memelihara ikatan kekerabatan yang sudah berlaku sebelumnya. Peristiwa ini terjadi akibat dari seseorang pria yang ditinggalkan mati istrinya, lalu diadakan permufakatan antara keluarga yang disetujui oleh yang menduda dan keluarga istri untuk melaksanakan kawin ulang dengan saudara perempuan dari mendiang istri yang biasanya masih perawan. Karena peristiwa ini yang lebih bersifat sosial dan kekerabatan maka dalam pelaksanaan perkawinan adat biasanya tidak lengkap.
Hal ini wajar bila dipenuhi persyaratan secara syariat Agama Islam serta fungsi wanita sebagai perawan sebaliknya bisa juga terjadi bila pihak wanita yang kematian suaminya dan sudah berputra mempunyai harta peninggalan suaminya. Sebelum melaksanakan kawin dengan pria lain atau tetap ingin menjanda, maka keluarga pihak mandiang suaminya berusaha untuk menikahi istri itu dengan saudara mendiang suaminya dan lebih diutamakan yang masih perjaka.

Tatacara Upacara Perkawinan

Upacara perkawinan suku bangsa Lembak secara umum yang berada di Bengkulu dan khususnya yang bertempat tinggal di Kota Bengkulu pada dasarnya adalah sama, dengan tingkatan urut-urutan sebagai berikut: (1) Upacara sebelum perkawinan, kegitatan yang dilakukan mulai dari menindai (melihat kecocokan), betanye (bertanya), Ngatat Tande atau memadu rasan (berasan), dan Bertunangan (Makan Ketan), (2) Upacara Perkawinan (Kerje/Bapelan), merupakan urutan kegiatan mulai memilih macam bimbang, Arai Pekat (Kenduri Sekulak), Menikah, Malam Napa, Arai Becerita (Walimahan), dan sampai akhirnya menyalang (nyalang).

Upacara Sebelum Perkawinan

Pemilihan jodoh pada adat suku bangsa Lembak masa kira-kira sebelum tahun 1950-an masih didominasi oleh keinginan orang tua (bapak, ibu atau ahli laki-laki atau perempuan), dikenal dengan istilah rasan tue. Kemudian ada juga pemilihan jodoh tersebut diungkapkan oleh si anak karena tertarik kepada seseorang yang disampaikan kepada orang tuanya, bila orang tua berkenan maka keinginan akan dilanjutkan, bila orang tua tidak berkenan maka orang tua tidak akan melanjutkan.
Walaupun dominasi orang tua masih kuat namun biasanya pada Adat Suku Lembak masih banyak orang tua menanyakan terlebih dahulu kepada anaknya untuk mengungkapkan hasratnya untuk menjodohkan dengan si anu anak si anu. Namun sesunggunya menanyakan kepada anak tersebut sebenarnya penekanan lebih terarah pada pemberitahuan saja, hal itu dikarenakan dominsai orang tua lebih dominan. Dari kedua bentuk pemilihan jodoh tersebut baik dominasi orang tua maupun anak menyampaikan hasratnya kepada orang tua, proses yang dilakukan tetap dimulai dari menindai (mengamati dan mengevaluasi).

Kondisi dominasi orang tua tersebut dimungkinkan pada saat itu belum adanya media yang lebih leluasa bagi pasangan muda-mudi untuk bertemu dan bergaul, secara lebih dekat. Pertemuan hanya dapat dilakukan bila ada pesta perkawinan di balai dalam waktu yang singkat.

Dominasi orang tua terhadap penentuan jodoh pada saat ini akan nampak jelas bila seandainya pada umur lebih dari 24 tahun bagi wanita belum menemukankan jodohnya. Pada kasus seperti ini keaktifan orang tua sangat jelas.

Menindai

Menindai adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh pihak keluarga laki-laki dalam mengamati dan mengevaluasi bagaimana kecocokan bila anak laki-lakinya nanti menikah dengan keluarga (anak wanita) yang ditindai. Proses penindaian ini biasanya dilakukan oleh orang tua laki-laki atau ahli laki-laki (seperti paman, datuk, bibi atau nenek). Dalam melakukan penindaian aspek yang dilihat tersebut antara lain:
Kondisi keluarga perempuan dalam pengertian integritas keluarga dan kepribadian (Aspek Keturunan). Kelakuan, ketaatan terhadap agama, dan termasuk rupawannya gadis yang ditindai, Kerajinan dan kemampuan si perempuan dalam memasak dan sebagainya. Kesimpulan dari penilaian tersebut dikenal dengan istilah Semengga (memenuhi semua kriteria yang yang dilakukan penilaian tadi).

Untuk kerajinan dan kemampuan si gadis dalam memasak di atas biasanya pada masa lalu paling mudah untuk diamati dengan cara: kerajinan akan dinilai seperti halnya rumah gadis tersebut selalu bersih, rapi, dan di bawah rumahnya tersusun salang putung (kayu bakar yang disusun di bawah rumah, biasanya rumah pada masyarakat Lembak adalah rumah panggung) yang banyak mengelilingi rumah. Untuk menilai kemampuan memasak biasanya oleh pihak laki-laki akan mengirim Kakonan (Kurir, seperti bibik atau nenek) untuk bertandang kerumah si gadis.

Bila menurut penilaian pihak keluarga laki-laki ada kecocokan setelah berbicara keluarga atas hasil pengamatan Kakonan dan penilaian bersama maka proses akan dilanjutkan dengan betanye (bertanya) kepada keluarga perempuan.

Bila perjodohan pada mulanya disampaikan oleh anak hasrat untuk meminta orang tuanya untuk menindai, maka proses penindaian berlaku seperti proses diatas.
Untuk saat ini sudah terjadi perubahan, dimana untuk penentuan jodoh terserah kepada kemauan dan penilaian anak, namun demikian saat ini bila memiliki hasrat dengan orang sekampung atau se dusun maka kegiatan menindai masih terlihat dipakai, walaupun alat penilaian seperti rasa masakan dan keberadaan salang putung (kayu bakar) di bawah rumah sudah tidak ada lagi.

Betanye (Bertanya)

Betanye artinya merupakan langkah awal bagi pihak laki-laki untuk menyampaikan hasratnya dan bertanya apakah pihak perempuan (gadis) belum ditandai atau berjanji atau bertunangan dengan pria lain. Bila seandainya belum maka disampaikanlah maksud/hajad, untuk mengikat pertunangan dengan anak gadis keluarga yang di-tanye (ditanya). Untuk itu pihak laki-laki biasanya meninta waktu kapan kami bisa datang (maksud kedatangan tersebut adalah untuk meletakkan tanda/ciri (Ngatat Tande). Pada saat itu maka biasanya kita akan menerima jawaban kalau bisa kita diminta datang pada hari yang ditentukannya karena mau bersepakat terlebih dahulu, untuk itu maka harus menunggu dan datang pada hari yang ditentukan tersebut.

Utusan pada saat betanye tersebut yang biasanya sekitar 3 atau 4 orang dari keluarga dekat atau ibu dan bapaknya. Alat yang dibawa adalah sekapur sirih lengkap dengan kapur, pinang, dan sebagainya yang dibungkus dengan sapu tangan terawang putih.
Setelah sampai pada waktu yang telah ditetapkan, maka pada kedatangan kedua, utusan biasanya masih keluarga dekat, yang maksudnya adalah untuk Ngatat tande (Ikatan pertunangan). Ciri/tanda yang diberi tersebut biasanya dalam dua bentuk, yaitu: berbentuk uang atau berbentuk barang berharga berupa emas (cincin).
Jika tanda diterima disaat itu juga disepakati kapan akan dilakukan pertunangan (menarik rasan/bertunang), apasaja yang diminta sebagai persyaratan. Permintaan yang biasa diminta dapat berupa: Uang sejumlah tertentu (nilainya sangat tergantung pada kesepakatan dan kondisi perekonomian dan kesanggupan pihak laki-laki sepacara patut), Kerbau atau kambing sekian ekor dengan pembawaanya (saat ini biasanya sudah jarang dilakukan, biasanya sudah diganti dengan senilai uang atau daging berapa kilogram)

Keris sebila (yang disebut Tukat Naik), fungsi keris tersebut sebagai senjata dan pertanda kejantanan dan tanggung jawab, dan kadang kala diminta juga sewar (yang disebut pera mate) yang gunanya untuk diberikan kepada dukun si gadis.
Selain dari pada itu maka biasanya kedatangan untuk bertunangan diminta kepada pihak laki-laki untuk membawa perlengkapan pertunangan seperti: lemang, cucur pandan, gelamai, dan bajek (Wajik). Ada kalanya saat ini tambahan tersebut tidak diminta kerena pihak perempuan pada acara pertunangan akan masak ketan saja (Ketan berkuah).

Pelaksanaan betanye (bertanya) untuk saat ini sudah longgar dan proses ini cendrung sudah hilang, hal itu dikarenakan proses bertanye sudah dapat dilakukan oleh kedua pasangan itu, karena mereka memiliki media untuk bertemu (bergaul atau dalam bahasa Lembak disebut Remang Mate dan saling menyampaikan isi hati.
Bila pihak laki-laki sudah setuju maka pembicaraan akan dilajutkan pada penentuan kira-kira kapan jadwal pihak laki-laki dapat datang lagi untuk mengantar yang diminta tersebut (bertunangan). Permintaan syarat dalam bertunangan dengan meminta sebilah keris sudah jarang dilakukan (sebagai ketentuan adat saja) dan permintaan akan ternak seperti kerbau, kambing, sapi dan lain-lain dijadikan dalam bentuk daging (batai) sekian kilogram atau sudah diganti dalam bentuk uang. Untuk sebilah sewar saat ini tidak ditemukan lagi.

Permintaan tambahan seperti lemang, bajek, gelamai dan lain-lainnya di saat akan bertungan sudah hampir hilang, termasuk pada daerah Lembak Pedalaman. Bila telah terjadi kesepakatan kedua belah pihak baik melalui proses pertama atau melalui anak maka akan dilanjukan pada proses bertunangan.

PERTUNANGAN

Seperti penjelasan di atas, bahwa dalam masyarakat Lembak jaman dulu dalam memilih pasangan hanya melalui kesepakatan orang tua atau yang dikenal dengan istilah rasan tue, dimana setelah ada kesepakatan antara kedua belah pihak maka keduanya diikat dalam tali pertunangan yang ditandai dengan adanya pemberian (tande) dari pihak laki-laki.

Namun sejalan dengan perkembangan zaman dan banyaknya media pergaulan antara bujang gadis maka pilihan ini tidak lagi tergantung kepada orang tua, di mana bila keduanya sudah merasa ada kecocokan untuk melangkah ke jenjang perkawinan lalu orang tua si bujang segera melamar kepada orang tua sang gadis. Dalam acara lamaran ini biasanya langsung membicarakan mengenai rencana pelaksanaan perkawinan dan tidak memakan waktu yang terlalu lama, disamping itu juga menentukan berapa besarnya uang hantaran yang diminta oleh pihak keluarga perempuan tersebut.

Malam Bertunangan/menarik rasan.

Setelah hari dan waktu bertunangan yang disepakati tiba, maka pihak laki-laki akan datang untuk bertunangan dengan membawa apa yang telah disepakati (terutama berupa uang, sedangkan barupa barang seperti kerbau dan pembawaanya) akan diserahkan kapan diminta oleh pihak gadis.

Selain dari mengantarkan persyaratan yang harus dipenuhi, maka pada saat itu dibicarakan pula kapan jadwal dilakukan pernikahan, untuk penetapan jadwal tersebut pada saat itu sebagai patokan adalah kapan masa panen.

Bila pertunangan masih dalam satu dusun (kampung) maka ketua adat (depati/pemangku), imam, khatib dan bilal boleh menunggu dirumah perempuan atau boleh bersama rombongan keluarga laki-laki. Jika antara kedua calon berbeda dusun maka pihak laki-laki membawa ketua adat, imam dan khatib dan sebagainya.

Pada pertunangan zaman dahulu personal yang terkait cukup banyak karena untuk membawa atau mengantar persyaratan yang diinginkan seperti sekian ratus batang lemang, sirih dan bunga, kue (joda) seperti bajek dan sebagainya membutuhkan orang yang banyak. Selain kaum bapak yang diikutkan dalam bertunangan termasuk juga kaum ibu.

Di malam bertunangan orang tua laki-laki tidak ikut, karena mereka sudah melepaskan (menyerahkan) kepada Rajopenghulu untuk melakukan pertunangan. Pertunangan pada saat ini sudah agak longgar, karena terdapat dua model dalam bertunangan: pertama seperti adat lama dimana pertunangan dilakukan jauh hari sebelum menikah, dan kedua pertunangan dilakukan beberapa hari sebelum diadakan pernikahan yang disebut Makan Ketan (pertunangan kerje jadi).

Pertunangan kerje jadi ini sering dilakukan karena adanya dadakan dengan singkatnya waktu atau dapat juga terjadi karena adanya kecelakaan atau dapat salah (hamil sebelum nikah). Jika alasan singkatnya waktu dan biaya maka sebelum bertunangan kerje jadi hanya dilakukan meletak tanda (ciri).

Waktu bertunangan pada masa yang lalu biasanya dilakukan jauh hari sebelum pelaksanaan perkawinan (bisa dalam enam bulan atau lebih). Pelaksanaan pertunangan dilakukan diawal musim tanam.

Dalam masa pertunangan apakah enam bulan atau satu tahun biasanya pihak laki-laki, bila calon mertuanya mulai turun ke sawah, laki-laki akan membantu keluarga perempuan untuk membuka sawah mulai dari menebas, menanam (menugal) dan bila sudah panen membantu mengangkat hasil panen (padi) dari sawah ke dusun (rumah). Begitu pula halnya dengan pihak perempuan akan membantu keluarga laki-laki untuk memanen (ngetam) di sawah atau ladang.

Pada malam bertunangan keris biasanya belum diserahkan dan akan diserahkan setelah selesai upacara perkawinan.

Bila masa pertunangan melewati bulan puasa pada masa lalu tiga hari menjelang puasa pihak laki-laki mengantarkan bahan masakan seperti daging, ikan kepada calon istri (tunangannya), sedangkan pihak perempuan akan mengantarkan masakan dari bahan yang sudah diberikan dengan dulang disertai air limau (Air jeruk nipis yang direbus dan dicampur dengan bunga rampai) beserta bedak beras 4 warna sebagai bahan untuk belanger (mandi bersih/keramas). Pemberian terebut dikenal dengan ngida.
Tiga hari menjelang lebaran juga pihak laki-laki mengantar bahan makanan dan kue juga yang nantinya sehari sebelum lebaran akan dibalas beserta air limau. Oleh pihak laki-laki air limau yang dimasukkan dalam geleta tersebut akan dibagikan sedikit demi sedikit pada keluarga dekatnya. Tata cara tersebut saat ini jarang terlihat, kalaupun ada hanya pihak perempuan saja yang mengantarkan makanan kepada pihak laki-laki dengan mengunakan rantang.

Setelah pertunangan berjalan maka untuk menghadapi acara pernikahan biasanya diadakan kembali konsultasi antara pihak gadis dan bujang tentang kepastian waktu dan segala sesuatu yang harus disiapkan. Bila sudah ditemukan kata sepakat maka dihubungi kembali Rajopenghulu untuk memberi tahu rencana pelaksanaannya, bila kesepakatan waktu tidak berubah/sepakat maka pada masa dahulu untuk menghadap Rajapenghulu guna memberitahu dan meminta izin kita biasanya membawa seekor ayam dan secupak beras. Pada saat ini tatacara tersebut sudah tidak seketat dahulu (bahkan jarang dilakukan).

Makan Ketan

Setelah diadakan konsultasi dan sepakat tentang hari kerje/bepelan maka oleh ahli rumah terlebih dahulu biasanya diadakan kesepakatan rapat interen (ngupul adik sanak) untuk mulai mempersiapkan dan meramu segala sesuatu yang berhubungan dengan kebutuhan mengangkat pekerjaan seperti: berberas (menumbuk padi untuk kebutuhan kerje/bepelan, mengumpulan alat-alat untuk pangujung (balai), serta persiapan seperti pembuatan rumah tanak (tempat berteduh tukang masak air dan nasi).

Selanjutnya pada malam yang telah ditentukan diadakanlah rapat (berasan) dengan penghulu syara’, adik sanak, kaum kerabat yang biasanya dipimpin oleh penghulu adat/ketua adat, malam berasan ini dikenal dengan istilah Malam Makan Ketan. Berasan tersebut secara resmi yang punya kerja (puce) menyerahkan kepada majelis untuk pelaksanaan kerje/bepelan.

Dalam masyarakat adat Lembak, makan ketan terlebih dahulu diadakan di rumah pengantin laki-laki. Di rumah pengantin laki-laki ketua adat memimpin mufakat Rajopenghulu untuk menetapkan kepanitian pelaksanaan acara peresmian pernikahan yang diadakan beberapa hari setelah ini. Kemudian dengan dipimpin oleh ketua adat mereka (Rajopenghulu dan ibu-ibu kerabatan pengantin laki-laki) berangkat menuju rumah pengantin perempuan untuk meresmikan pertunangan secara adat.

Sesampai dirumah pengantin perempuan rombongan yang membawa tempat sirih ini, disambut oleh Rajopenghulu ditempat calon pengantin perempuan. Rombongan Bapak-bapak langsung dipersilahkan masuk keruang mufakat Rajopenghulu ditempat calon pengantin perempuan.

Setelah beberapa saat, acara dimulai dengan dibuka oleh Ketua adat di tempat calon pengantin perempuan berada.

Ketua adat membuka mufakat rajopenghulu ini dengan kata pembuka:

Selamat datang kepade rombongan calon penganten lanang, kami mengaturkan permohonan maaf karene telambatnye acara ikak dimulai dan mbuat rombongan nunggu (Selamat datang kepada rombongan calon pengantin laki-laki, kami menghaturkan permohonan maaf karena terlambatnya acara ini dimulai dan membuat rombongan menunggu)

Col lekap dengan sambutan ikak, col lekap dengan bebanyak kate, make teremelah pepatah wang tue kami dulu: (Tidak lengkap dengan sambutan ini, tidak lengkap dengan berbanyak kata, maka terimalah pepatah orang tua kami dahulu)

Kok la babunyi gendang dengan serunai, adat lame pusako usang
Adik, sanak, jiran tetangge yang diundang lah sapai, rombongan jak jauhpun la datang.
(Kok lah berbunyi gendang kek serunai, adat lamo pusako usang
Adik, sanak, jiran tetanggo yang diundang sudah lah sampai, rombongan dari jauhpun sudahlah datang)

Rokok sebatang la kami njuk, ilim sekapur la kami sajikan, di pucuk tapan ilim kite letakkan itulah tande adat bimbang.
Rokok sebatang lah tuan isap, ilim sekapur lah ibuk makan, kalu litak lah lepas pule izinkanlah kami betanye dalam persoalan ikak?
(Rokok sebatang kami berikan, sirih sekapur kami sajikan, di atas tempat sirih kita letakkan itulah pertanda adat bimbang.
Rokok sebatang sudah tuan isap, sirih sekapur sudah ibu makan, kok lelah sudah lepas pula izinkanlah kami bertanya dalam persoalan ini ?)

Kok la garu memang lah garu, lah garu cendana pule
Kok la tau kamilah tau, la tau ndak betanye pule
Jak mane ndak kemane, Jak Jepang ke bandar Cene
Kalu la bolih kami betanye, rombongan nang datang ikak ape maksudnye
(Kok Sudah gaharu memang gaharu, sudah gaharu cendana pula
Kok Sudah Tahu kamilah tahu, sudah lah tahu bertanya pula
Darimana hendak kemana, dari Jepang ke bandar Cina
Kalu sudah boleh kami bertanya, rombongan yang datang ini apa maksudnya)


Kepade Babak-bapak wakil nang datang kalu ade pembicaraan nang baik, nang ndak disampaika dengan kami, kami mohon disampaika dengan kami dan majelis.
(Kepada Babak-bapak wakil yang datang jika ada pembicaraan yang baik yang akan disampaikan kepada kami, kami mohon disampaikan kepada kami dan majelis)

Kemudian Wakil rombongan dari calon pengantin laki-laki, menyampaikan sambutannya:

Kok la babunyi gendang dengan serunai, adat lame pusako usang
Adik, sanak, jiran tetangge yang diundang lah sapai, kami jak jauhpun la datang.
Kok lah berbunyi gendang kek serunai, adat lamo pusako usang
Adik, sanak, jiran tetanggo yang diundang sudah lah sampai, kamipun dari jauh sudahlah datang.

Rokok sebatang lah tuan njuk, ilim sekapur la ibuk njuk, dipucuk tapan ilim kite letakkan, itu la tande adat bimbang
Rokok sebatang lah kami isap, ilim sekapur la kami makan, litak kami la lepas pule. Izin ka kami betanye dalam persoalan ikak?
Rokok sebatang lah tuan berikan, sirih sekapur lah ibu kasihkan, di atas cerano kito letakkan itulah petando adat bimbang.
Rokok sebatang lah kami isok, sirih sekapur lah kami makan, kok litak kami lah lepas pule
Izinkanlah kami bertanyo dalam persoalan ikak?

Jak mane ndak kemane, Jak Panorama ke Toko Pucak,
Kalu kami dapat betanye dalam persoalan ikak, kedatangan kami kak apekah dapat diterime ataukah col?
Alhamdulillah sejak dari laman tadi kami la dapat diterime, kami datang di dului oleh tapan ilim nang lengkap dengan isinye, romanye tadi kami disusung oleh tapan ilim nang lengkap dengan isinye.
Buktinye kami la diterime dengan baik, kami duduk di majelis nang mulia serek nang kite duduk ka kini
Darimane ndak kemane, dari Panorama ke Toko Puncak,
Kalu kami dapat bertanye dalam persoalan ikak, kedatangan kami kak apekah dapek diterime ataukah die?
Alhamdulillah sejak dari halaman tadi kami sudah dapat diterimo, kami datang di dahului oleh tempat sirih yang lengkap dengan isinya, nampaknyo tadi kami disongsong oleh tempat sirih yang lengkap dengan isinyo.
Buktinye kami sudah diterime dengan baik, kami duduk di majelis yang mulia seperti yang kite duduki ikak

Kacang bukan sembarang kacang, kacang melilit kayu jati, kami datang bukan sembarang datang, memang beno nian kami datang ngulang rasan nepati janji
Pade beberape bulan nang lapau malam nang badu keluarga A dengan si B la bejanji antare keluarga ikak tepatnye malam ikak akan ngadekan pertunangan antare A dan B dengan uang antaran menurut informasi sejumlah Rp……………., tambahan belanje dapo Rp……………di iringi dengan keris se-bilah
Kacang bukan sembarang kacang, kacang melilit sekayu jati, kami datang bukan sembarang datang, memang benar nian kami datang ngulang rasan menepati janji
Pada balan bulan yang lampau malam yang sudah keluarga A dengan si B telah berjanji antar keluarga ini tepatnya malam ini akan mengadakan pertunangan antara A dan B dengan uang antaran menurut informasi sejumlah Rp……………., tambahan belanja dapur Rp……………di iringi dengan keris se-bilah

Ketua adat yang menunggu:
Alhamdulillah memang ade nian janji beberapa bulan yang lalu malam ……. Tahun yang badu


Pada malam itu juga disusunlah rencana mulai dari persiapan dan urutan acara, pembuatan pangujung (balai), serta penetapan organisasi upacara beserta personil yang akan bertugas.

Dinamakan malam makan ketan karena jamuannya berupa nasi ketan berkuah atau ketan berinti. Acara ini berlangsung di rumah kedua belah pihak dimana masing-masing pihak menentukan/mengumumkan panitia kecil yang akan berperan dalam pelaksanaan pesta nantinya.

Pada malam makan ketan ini utusan keluarga lali-laki datang kepada pihak perempuan untuk meyampaikan uang hantaran, hantaran ini juga dilengkapi dengan perangkat sirih dan bunga yang dikenal dehgan sirih bujang untuk yang dibawa oleh pihak laki-laki dan sirih gadis yang menunggu di rumah pihak perempuan. Rangkaian sirih ini ditata sedemikian rupa dimana untuk sirih bujang 7 (tujuh) tingkat dan sirih gadis 5 (lima) tingkat. Kedua bunga iini kemudian disandingkan untuk kemudian ditukar.

Pada masa sekarang ini acara makan ketan ini masih tetap dilaksanakan tetapi pada rangkaian sirihnya mengalami perubahan, dimana rangkalan sirih ini hanya dibuat ala kadarnya (tidak bertingkat-tingkat).

Pembentukan Panitia Kerja

Setelah secara resmi acara pertunangan diumumkan, maka selanjutnya ketua adat membuka acara berasan adik sanak untuk membentuk kepanitian acara pernikahan pengantin yang dimaksud.

Pembentukan organisasi upacara tersebut sekaligus menunjuk para petugas yang akan mengambil tanggung jawab pelaksanaan antara lain: tue kerje (Ketua Kerja), penyambut tamu, tukang sambal (tukang sambal), tukang joda (tukang jauda), Tukang Ayo (Ahli menyiap air), Tukang nasi (Ahli memasak nasi), ketua jenang yang biasanya ditunjuk jenang atas pengujung (jenang pucuk) dan jenang belakang (jenang bawah), begitu pula biasanya ditunjuk Cikidar (jenang perempuan) besarta anggota-anggotanya, serta pada saat itu biasanya telah ditunjuk juga induk inang (perias pengantin) dan inang (pengapit pengantin).

Bentuk organisasi yang konvensional tersebut sangat sederhana namun dapat membagi habis tugas. Untuk adat perkawinan pada saat ini penunjukan pada malam berasan tersebut hanya seremonial saja karena sebenarnya pihak keluarga yang akan melaksanakan pernikahan anaknya sudah menghubungi panitia tersebut jauh-jauh hari.

Ketua kerja sebagai koordinator akan menangani semua pekerjaan dan lalu lintas mulai dari menegak pangujung, sampai acara perkawinan berakhir. Pada saat sekarang malam berasan masih tetap dilaksanakan oleh Masyarakat Adat Lembak.

Dalam acara makan ketan ini pula diumumkan dimana akan dilangsungkan akad nikah dalam arti pihak mana yang akan melaksanakan pesta terlebih dahulu. Biasanya akad nikah ini dilangsungkan di rumah pihak perempuan namun demikian tidak tertutup kemungkinan untuk dilangsungkan di rumah laki-laki, hal ini tergantung dengan perjanjian antara kedua belah pihak.

Pada masa dulunya dalam berasan atau malam makan ketan ditentukan juga bila kerje/bepelan akan dilakukan di balai maka orang kampung secara bersama sama membuat balai, dan dibalai juga dibuatkan tempat pengantin beristirahat seperti tempat duduk, tempat pakaian dan istirahat, yang dibatasi antara tempat pengantin yang satu dengan yang lain. Pelaksanaan rangkaian pernikahan pada masa lalu dilakukan juga dibalai yang biasanya diikuti beberapa pasang pengantin yang disaksikan oleh ketua-ketua marga, para depati dan bujang gadis dari setiap marga. Pelaksanaan tatacara upacara pernikahan dibalai untuk beberapa pasang pengantin pada suku bangsa Lembak di Kota Bengkulu sudah lama hilang, terkhir didaerah proatin XII di Tanjung Agung tahun 1940 han.

Dimalam berasan itu biasanya makanan yang disajikan adalah boleh juga ketan berkuah (nasi ketan dengan kuah dimasak dari santan dan gula merah/aren) atau ketan berinti (intinya gula merah campur kelapa). Ketan berkuah terutama pada daerah Tanjung Agung, Semarang, Surabaya, Jembatan Kecil, Panorama, dan Dusun Besar.
Setelah diadakannya berasan maka beberapa hari berikutnya dimulai mendirikan (menegak) pangujung yang dilakukan oleh masyarakat, dan mulai dibagi undangan (ilim terbang) serta memanggil masyarakat dilingkungan desa yang hanya memakai panggilan lisan oleh orang yang telah dipercaya oleh ahli rumah.

Pembuatan pangujung pada masalalu memiliki ciri tersendiri, dimana bila ahli rumah memotong sapi atau kerbau pangujungnya berbubung, jika hanya memotong kambing atau ayam dan sebagainya maka pangujung tidak berbubungan.

PESTA PERNIKAHAN

Pelaksanaan perkawinan dalam Bahasa Lembak sering disebur Kerje atau Bepelan yang merupakan inti atau puncak dalam upacara perkawinan. Kegiatan itu merupakan rangkaian dari suatu perayaan sebagai pernyataan suka dan rasa syukur segenap keluarga baik dalam hubungan keluarga dekat mapun keluarga jauh.

Pesta Pernikahan dilaksanakan kedua belah pihak dan berlangaung selama 2 hari 2 malam untuk satu pihak, hari pertama disebut dengan Hari Mufakat (Arai pekat) sedangkan harl kedua disebut Hari Bercerita (Andun). Pelaksanaan akad nikah biasanya dilangsungkan pada hari mufakat (Arai pekat), dahulu dilaksanakan pada hari kedua.

Hari Mufakat (Arai Pekat)

Pada hari mufakat ini mempelai wanita sudah harus dirias untuk memekai pakaian pengantin (pakaian adat), Untuk merias pengantin pertama kali ini tidak dilakukan di rumahnya melainkan harus dilakukan di rumah salah seorang kerabatnya yang di sebut dengan 'Bakondai'. Dalam acara bakondai ini harus menyiapkan persyaratan berupa kain penutup (kelimbung), beras, kelapa, gula kelapa serta pisang mas, perlengkapan ini nantinya akan diserahkan kepada 'induk inang (perias pengantin). Setelah pengantin selesai dirias baru dibawa kerumahnya dan disambut oleh ibunya serta diasap dengan kemenyan.

Akad Nikah

Dalam acara akad nikah ini mempelai pria belum memakai pakaian pengantin namun hanya memakai jas, berkain dan pojok '(songkok khusus untuk acara adat). Seperti halnya mempelai wanita, mempelai priapun untuk berangkat nikah ini tidak dirias dirumahnya melainkan juga di rumah familinya.


Gambar 1. Rombongan Pengantin Laki-laki yang siap untuk menikah (Usman Yassin, 2006)

Pada saat mengantar pengantin nikah secara adat oleh pihak laki-laki selalu dibawakan (dipersembahkan) tapan ilim (tempat sirih lengkap). Rombongan pengantin yang berangkat kerumah calon istrinya dipimpin oleh pemangku adat (ketua adat). Ketua adat inilah yang dipercaya untuk mengantarkan sampai menyerahkan kepada pemangku adat (ketua adat) pengantin wanita.


Gambar 2. Tapan Ilim (Tempat sirih) (By Usman Yassin)

Menurut adat perkawinan suku Lembak saat dilakukan ijab dan kabul oleh pengantin laki-laki, pengantin perempuan tetap berada didalam kamar, sehingga dengan demikian petugas, kalau dulu iman dan khatib yang saat ini adalah P3NTR harus masuk ke kamar untuk menemui pengantin wanita menanyakan tentang kesediaan dan permintaan tentang mahar (mas kawin) pengantin wanita didampingi oleh ibu atau jika ibunya sudah tidak ada didampingi sepupu-sepupu ibunya.

Pelaksanaan akad nikah ini biasanya dialasi dengan sajadah dan pada waktu ijab kabul tersebut mempelai wanita tetap berada di kamar pengantin. Dalam hal akad nikah diadakan di rumah pria, maka sajadah yang menjadi alas tersebut diserahkan kepada orang tua/wali wanita yang menikahkan tersebut.


Gambar 3. Pelaksanaan Akad Nikah (Ijab Kabul) (By Usman Yassin)

Setelah pelaksanaan akad nikah tersebut mempelai pria belum dipertemukan dengan mempelai wanita, melainkan harus pulang dulu untuk datang kembali pada malam harinya.

Pada hari mufakat ini pula, selain diadakan do'a setelah nikah, juga diadakan do'a/kenduri yang disebut dengan kenduri sekulak (Syukuran kecil atas telah dilangsungkannya akad nikah, sekulak = kenduri kecil atau sebanyak empat cupak beras).

Malam Napa

Salah satu bagian dari acara perayaan perkawinan adalah Malam Napa. Pada malam ini sering juga disebut pengantin bercampur atau mulai bersanding setelah melakukan ijab kabul (Jika belum melakukan ijab kabul, dalam adat Lembak pengantin tidak boleh disandingkan).

Dalam Malam Napa biasanya kalau akan diadakan adang-adang gala maka pihak keluarga pengantin perempuan harus melakukan acara penjemputan pengantin lanang yang dipimpin oleh ketua adat yang diikuti oleh beberapa orang kerabat pengantin perempuan. Pada acara penjemputan ini pihak pengantin perempuan membawa perelengkapan pakain adat untuk pengantin lanang, pihak keluarga pengantin lanang juga sudah menyiapkan panganan/ kue-keu yang sudah dimasak beberapa hari dan disuguhi minuman teh/kopi yang sering dikenal dengan istilah Neron. Pada saat itu biasanya juga disampaikan oleh penghulu adat kepada pihak penganting lanang untuk menyiapkan sejumlah uang untuk acara adang-adang gala tersebut. Uang yang diberikan pada saat adang-adang gala sering disebut dengan istilah kunci masuk.

Pada Malam Napa ini pengantin baru dapat bersanding dimana mempelai pria sudah memakai pakaian pengantin adat, untuk merias pengantin ini seperti pada saat akan berangkat nikah juga dilaksanakan dirumah kerabatnya, untuk kemudian diantar ke rumah wanita.

Pengantin Bercampur

Pengantin bercampur adalah rangkaian kegiatan upacara dimana pengantin perempuan bersanding dengan pengantin laki-laki dipelaminan. Tatacara upacara pengantin bercampur dimulai dari menjemput pengantin dan pelaksanaan dengan dibawah bimbingan induk inang.

Setelah habis nikah dan pengantin laki-laki sudah pulang kerumahnya maka pada siang hari dijemput oleh kurir untuk bercampur. Alat-alat yang dibutuhkan dalam menjemput pengantin laki-laki adalah rokok tujuh batang yang dimasukkan dalam tempat kotak rokok yang sudah disediakan (selepa rokok) dengan limau bunga (limau diiris seperti bunga yang mekar) dimasuk dalam kobongan kaca yang telah diberi air sedikit dan ditaburi bunga rampai.

Bercampur

Tatacara dalam bercampur ini sudah merupakan adat istiadat yang sudah turun temurun, dan memiliki nilai tersendiri. Alat yang digunakan dalam bercampur adalah :
1. Nasi kunyit sejambar.
2. Air minum 2 (dua) gelas.
3. Piring kecil kosong 1 (satu) buah.
4. Kipas
5. Gendang panjang dan serunai
6. Persepan api untuk membakar menyan
7. tepung setawar

Urutan kerja yang dilakukan adalah sebagai berikut :

Pengantin dan rombongan yang datang di hadang (menemui rintangan pertama) di pintu gerbang (disebut adang-adang gala) dengan gala/bambu oleh Tue kerje, dan akan dibuka bila sudah membayar (ditebus) dengan sejumlah uang yang tidak ditentukan.
Setelah sampai di depan rumah wanita, pengantin pria tersebut dihadang dengan gala yang disebut dengan adang-adang gala, orang yang menghadang ini biasanya Tue Kerje (ketua Panitia) dari pihak keluarga perempuan.

Tue Kerje bertanya (TK):Ndak kemane kamu banyak-banyak kak (Mau kemana kamu sekalian)
Dijawab ketua rombongan (KR) dari pengantin lanang:
Kami ndak andun (Kami mau ke undangan)
TK:Sape yang ngajak (siapa yang mengundang)
KR:Tadi kami diajak (Tadi kami diundang/dijemput)
TK:Tadi kami ngajak, kalu serepak kami tadi jadi, tadi kamu belum ndak (Tadi kami undang, jika bersama kami boleh, Tadi kamu belum mau)……dan seterusnya

Selanjutnya seperti terjadinya pertengkaran dan peperangan antar kedua rombongan dan disini biasanya dapat diperagakan acara pencak silat kampung, bisa juga menggunakan senjata dan alat yang lain. Pada acara adang gala ini juga diisi dengan kemampuan berpantun dari kedua belah pihak, yang pada akhirnya biasanya pihak rombongan harus membuka kunci penghadang dengan memberikan sejumlah uang dalam amplop kepada Tua Kerja dan Tukang Gulai.

Dalam acara ini terjadi tawar menawar antara utusan pengantin pria dengan para penghadang guna membuka 'kunci' penghalang tersebut. Setelah lepas dari hadangan pertama ini pengantin pria disambut oleh ibu si perempuan kemudian disembur dengan beras kuning setelah itu diteruskan dengan setepung setawar dan di asap dengan kemenyan mulai dari atas sampai ke kaki. Kemudian pengantin pria tersebut salaman/sungkem dengan ibu mertuanya, hal ini biasanya dilakukan di teras rumah.
Setelah itu pengantin laki-laki akan masuk ke rumah di pintu dihadang kembali dengan selendang atau tali oleh Tukang Gulai, dan Cikidar, akan dibuka bila ditebus dengan uang pembuka atau kunci pembuka.

Sewaktu pengantin laki-laki sudah didudukkan, muka pengantin perempuan masih tetap ditutup oleh Induk Inang dengan kipas yang terkembang. Bila ditanya oleh induk inang laki-laki maka jawabnya dia malu. Jawaban tersebut hanya basa basi agar inang pengantin laki-laki membayar uang tebusan (pembuka), jika telah dibayar (ditebus) sesuai dengan keinginan Induk Inang maka akan dibuka, bila tidak/belum sesuai maka belum akan dibuka oleh induk inang. Keadaan tersebut terjadi bila Induk Inang menganggap tebusan belum sesuai. Jika kemampuan pihak laki-laki tidak ada maka dengan bisik-bisik dapat diganti dengan satu subang sirih.

Setelah melakukan serangkain rintangan maka pengantin berdua sudah duduk bersanding (bercampur), setelah itu upacara dilanjutkan dengan suap-suapan nasi kunyit dan juga memberi minum secara bergantian, dimulai dari yang laki-laki terlebih dahulu. Pada saat itu biasanya kegiatan ditonton oleh kebanyakan ibuk-ibuk dan anak-anak, yang membuat sorak-sorai yang semakin membuat pasangan pengantin jadi malu.

Kegiatan mulai dari datangnya rombongan diiringi gendang Serunai sampai selesai melakukan rangkaian acara di atas. Setelah selesai bercampur maka keduanya dibimbing untuk masuk kebilik beriringan sambil berpegangan tangan, dimana pengantin wanita yang membimbing masuk ke bilik. Didalam bilik tersebut sudah tersedia makanan buat mereka.

Setelah itu pasangan pengantin bersanding kembali di pelaminan. Selanjutnya pengantin pria dibawa keluar (halaman) untuk dilaksanakan acara napa yaitu pengantin pria duduk sambil diiringi dengan tabuhan gendang/rebana dengan ucapan puji-pujian (berzanji), pada akhir acara ini pengantin pria menyalami orang-orang yang mengiringi tersebut.

Pada malam napa ini pula ibu dari pengantin pria bersama dengan beberapa orang kerabatnya datang ke tempat pengantin wanita (besannya) yang lazim disebut dengan menda kule, begitu juga sebaliknya pada saat pesta di rumah pria pihak keluarga wanita datang ke sana.

Sementara acara tabuhan rebana masih tetap berlangsung dan kedua mempelai kembali bersanding, kemudian kedua mempelai tersebut dengan dituntun oleh induk inang melakukan sembah/sungkem kepada para menda kule tersebut.
Acara pada malam napa ini biasanya berlangsung sampai dengan sekitar jam 23.00, kemudian pengantin pria kembali pulang ke rumahnya untuk datang kembali pada keesokan harinya.

Hari Bercerita

Hari bercerita ini merupakan hari puncak pelaksanaan pesta pernikahan tersebut. Pada saat tetamu datang baik tetamu dari jauh maupun dari dekat, mereka datang membawa buah tangan pada ahli rumah sebagai tanda ikut bersuka cita atas rahmat yang diterimanya. Buah tangan tersebut semenjak masyarakat telah mengenal uang sebagai alat tukar, diberikan dalam bentuk uang, dikenal dengan istileh Jambar real (Jamber real).


Gambar 4. Panitia Jambar Uang (By Usman Yassin)

Undangan yang datang biasanya menyampaikan pemberiannya berupa uang dimana uang ini dicatat pada satu buku yang disebut dengan jambar uang. Pemberian berupa uang ini lazim disebut oleh masyarakat dengan ngatung, dikatakan demikian karena konon menurut cerita pada jaman dulu uang tersebut benar-benar digantung dan diletakkan ditengah pengujung (tarub)

Uang yang dibawah tetamu tersebut dikumpulkan oleh suatu kepanitiaan yang dibentuk/ ditunjuk secara aklamasi oleh ketua kerja. Tugas dari panitia adalah menerima, mencatat dan menggantungkan uang tersebut pada jambar (pohon daun hidup yang rimbun) sepeti daun beringin atau daun kopi. Untuk daerah seperti Jembatan Kecil, Panorama dan Dusun Besar, uang yang dikumpul dimasukkan dalam nampan dengan dibungkus saputangan putih terawang.


Gambar 5. Malam Napa (By Usman Yassin, 2006)

Pada hari bercerita ini inti acaranya berupa berzikir/membaca kitab berzanji yang diringi rebana, walimah dan jamuan dan pada akhir acara tersebut wakil para tamu menyerahkan jambar uang yang diperoleh kepada pihak tuan rumah dengan mengumumkan jumlah total penerimaan.


Gambar 6. Badikir (By Usman Yassin)

Selain itu bagi pengantin wanita pada saat pesta di rumahnya dilaksanakan khatam qur'an (temat kaji). Dalam pada itu kedua mempelai tetap bersanding selama acara berlangsung.


Gambar 7. Tamat Kaji pengantin perempuan di depan Imam (Usman Yassin, 2006)

Acara pada hari bercerita ini berlangsung mulai dari pagi hingga menjelang waktu dzuhur. Setelah selesai acara ini pengantin pria juga harus pulang ke rumahnya.

Pada malam berikutnya acara yang dilaksanakan tergantung dengan tuan rumah, biasanya pada malam lni diisi dengan acara muda-mudi dimana bentuk acaranya bervariasi tergantung kemampuan dan keinginan tuan rumah tersebut. Kalau pada jaman dulu acara pada malam ini dapat berupa pencak silat, tari bubu dan sebagainya, sedangkan pada masa sekarang ada yang diisi dengan acara musik atau pun acara ceramah agama untuk para pemuda dengan mengundang seorang penceramah atau ada juga yang tidak melaksanakan kegiatan apa-apa pada malam tersebut.

Kenduri Selamat (Makan Kerak)

Setelah kegiatan pesta di rumah pihak laki-laki telah dilaksanakan maka pengantin kembali ke rumah perempuan untuk bercampur karena mereka telah resmi meniadi suamii isteri. Bila jaman dulu sebelum campur ini keduanya diberi nasehat dulu oleh orang-orang tua namun sekarang hal ini tidak dilaksanakan lagi. Setelah mereka resmi campur maka pada pagi harinya (setelah Shubuh) mereka harus Pergi ke rumah orang tua pihak laki-¬laki, selain itu laki-laki juga harus memberi cincin emas kepada ibu si perempuan (ataupun sekalian ada yang memakaikanya) sebagai tanda bahwa dia telah menerima istrinya tersebut dengan baik.

Sebagai rangkaian terakhir dari kegiatan pesta penikahan ini adalah kenduri selamat yang lazim disebut oleh masyarakat dengan istilah makan kerak, yaitu selamatan yang dilaksanakan pada hari setelah malam pengantin bercampur tersebut. Dalam acara selamatan ini ada satu hidangan khusus yaitu gulai ayam dengan kundur, yang mana untuk keperluan kenduri tersebut bahan-bahannya berasal dari pihak laki-¬laki. Kalau pada jaman dulu bahan-bahan tersebut benar-¬benar diantar dalam bentuk benda, namun pada saat sekarang ini keperluan ini tidak lagi diberikan dalam bentuk benda melainnya hanya di ganti dengan uang. Acara makan kerak ini merupakan rangkaian terakhir dari pelaksanaan kegiatan upacara perkawinan yang ada dalam masyarakat Lembak.

Selain itu selama beberapa hari setelah perkawinan tersebut pasangan ini melakukan kunjungan kepada seluruh sanak keluarga dari kedua belah pihak ataupun orang-orang yang telah berkerja dalam kegiatan pesta yang telah dilaksanakan itu, kegiatan ini dinamakan dengan istilah nyalang - Tujuannya adalah selain untuk mengenalkan pasangannya kepada sanak keluarga juga mengucapkan terima kasih atas bantuan yang telah diberikan dalam pelaksanaan pesta yang baru saja berlangsung tersebut.
Kegiatan menyalang sanak keluarga ini dilakukan pada sore dan malam hari, sehingga kadang kala pada masa dahulu yang belum memiliki kendaraan dapat menyelaikan waktu sampai tiga bulan. Tatacara menyalang adalah sebagai berikut; pertama kedua mempelai menyampaikan pesan kepada keluarga yang akan dituju bahwa mereka akan datang pada hari tanggal dan jam, atau sebaliknya ada juga yang menyampaikan bahwa kami dapat menerima pengantin nyalang tanggal, hari dan jam sekian. Dengan demikian kedua belapihak sudah dapat bersiap.

Pada suku lembak yang berada disekitar danau dendam tak sudah, pada saat pengantin baru menyalang membawa cerano, sedangkan pada masyarakat lembak bagian dalam (darat) biasanya membawa panganan, sehingga dengan demikian panganan tersebut dibalas dalam berbagai bentuk antara lain; ada dibalas denga perabot rumah tangga seperti piring, gelas, ada yang dibalas dengan dasar baju, kain dan sebagainya. Pemberian tersebut berguna bagi persiapan pengantin baru dalam mengarungi hidup bekeluarga. Dengan adanya pemberitahuan biasanya ahli rumah telah menyiapkan barupa hidangan, dan kadang kala tidak jarang ada yang menyediakan makanan dengan memotong ayam dansebagainya.

Pada saat bertamu dalam menyalang keluarga (paman, bibi, kakek, nenek, induk inang dan sebagainya) mereka menyampaikan :
Berupa nasehat-nasehat dalam bekeluarga dan mempersiapkan hari depan
Menyampaikan tembo, susunan keluarga dan tutur sapa, serta panggilan terhadap keluarga yang dikunjungi. Dalam pembukaan tambo ini biasanya terjadi perubahan dalam tuturan panggilan sesuai dengan urutan keluarga.

Pakaian yang digunakan oleh kedua pengantin baru adalan baju kebaya dengan sanggul sikat, dan baju jas bagi laki-laki. Pada saat ini kegiatan menyalang terutama menyalang sanak keluarga sadah mulai jarang dilaksanakan (banyak yang meninggalkan). Kalaupun ada waktunya sangat singkat yang kadang kala hanya mengucapkan assalamualaikum Wr. Wb selanjutnya salaman (sungkem) dan mohon pamit karena masih banyak yang akan dikunjungi.

Keadaan yang terjadi seperti itu kadang kala oleh orang tua tidak diberi tahu terlebih dahulu. Kadang kala orang tua tidak meminta kepada anak menantunya untu menyalang (menjalang) ketempat sanak keluarga.

Beberapa Kebiasaan Yang Jarang Dipakai

BERDABUNG

Berdabung merupakan acara yang dilakuan untuk meratakan gigi seorang calon pengantin wanita sehingga akan lebih kelihatan rapi dan indah. Acara berdabung ini dilakuan induk inang sebelum acara pernikahan dilakukan dengan peralatan yang dibutuhkan seperti: Nasikunyit, panggang ayam dan sebaginya.

Tatacara pelaksanaan dilakukan oleh induk inang dengan sistematika dalam penggunaan peralatan yang ada. Pada saat menjelang diadakan acara berdabung induk inang meminta kepada pengantin untuk memakai pakaian pengantin dengan memakai kain benang emas. Setelah itu pengantin dibimbing untuk bersalaman/ menyembah pada ibuk, bapak, tukang tabuh gendang serunai dan orang-orang tua yang patut disembah dirumah itu. Setelah selesai pengantin diminta untuk masuk kedalam rumah guna ditepung setawar dan diasapkan dengan asap menyan sebanyak tiga kali atau tiga keliling.
Setelah selesai maka pengantin dibaringkan telentang seperti orang beristiahat dengan badan ditutup dengan kain benang emas dan induk inang mulai melakukan pekerjaan.

Waktu pelaksanaan berdabung pada masa dahulu terutama pada suku Lembak yang ada didaerah darat (pedalaman) dapat dilakukan jauh hari (satu minggu) sebelum dilakukan acara perkawinan, dan ada juga yang melakukan pada pagi hari disaat pengantin akan dihiasi (dirias) untuk menghadapi sehari sebelum malakukan pernikahan, atau berkembang menjadi lebih ringkas lagi disaat pengantin akan dihiasi (dirias) untuk menghadapi acara pernikahan. Pelaksanaan berdabung tetap dilakukan dirumah pengantin wanita.

Pada saat ini berdabung sudah jarang dilaksanakan dalam acara perkawinan, hal itu dikarenakan oleh semakin sukar mencari induk inang yang bisa melaksanakan.

Inai Curi

Pada malam hari setelah dilakukannya acara mendo'a pertanda dimulainnya perhelatan (mendo'a sekulak), dilanjutkan dengan pemasangan inai pengantin perempuan. Kegiatan ini adalah kegiatan yang dilakukan pengantin dalam mempersiapkan dirinya agar bisa tampil dengan cantik dan indah.

Pelaksanaan pemasangan inai curi ini dibimbing oleh induk inang, dengan peralatan yang dibutuhkan antara lain adalah pisau/gunting kuku, dan inai yang diramu dari daun pacar.

Saat pemasangan inai curi biasanya dilakukan acara kesenian dengan menabuhkan rabana (berzikir), pelaksanaan berzikir ini tidak terlampau larut malam seperti berzikir pada malam kerje agung.

Pada saat pemasangan inai pengantin wanita sudah belajar untuk duduk dipelaminan sendiri dan duduk dipelaminan dapat ditutup mukanya kain halus (tekuluk). Malam inai curi pada saat ini pelaksanaanya telah longgar, dan para mempelai perempuan sudah ada yang meninggalkan upacara ini, hal itu dimungkinkan karena sudah ada alat lain (kutek kuku) yang dapat dipakai untuk memperindah kuku kaki dan kuku tangan.

Demikianlah sedikit gambaran mengenai adat perkawinan yang terdapat dalam masyarakat Lembak yang ada di Kota Bengkulu dan sekitarnya. Dari uraian mengenai rangkaian kegiatan dalam upacara adat perkawinan tersebut dapat digambarkan bahwa kegiatan adat yang ada pada saat ini telah ada banyak mengalami perubahan ataupun pengurangan di sana sini. Perubahan suatu budaya tidak terlepas dengan perkembangan dan perubahan masyarakat itu sendirl. Dalam hal ini masyarakat mengambil hal-hal yang praktis namun demikian tidak terlalu mengurangi nilai dan makna dari kegiatan tersebut.

Perubahan dalam suatu masyarakat memang merupakan hal yang tidak dapat ditolak karena ini merupakan konsekwensi dari pada perkembangan zaman dan teknologi, dimana masyarakat senantiasa berinteraksi dengan lingkungan diluarnya yang dapat mempengaruhi kehidupan dan juga pola budayanya.

Artikel Berhubungan:
Pakaian Adat Lembak
Tempat Sirih
Sarapal Anam
Tamat Kaji
Asal Usul Suku Lembak
Sejarah Adat Suku Lembak

Jumat, 02 Mei 2008

Upacara Adat Tamat Kaji pada Suku Lembak

Upacara Adat Khatam Al-Qur'an atau TAMAT KAJI (Temat Kaji, dalam Bahasa Lembak)

Tamat kaji adalah sebuah upacara adat yang dilakukan sebagai bentuk ungkapan rasa syukur karena si anak sudah mampu membaca Al-Quran. Kepandaian membaca al-quran dalam masyarakat Lembak merupakan sebuah keharusan dan kebanggaan dalam keluarga. Ditengah-tengah masyarakat Lembak kemampuan seorang anak membaca al-quran dengan baik memiliki nilai penghargaan yang sangat tinggi. Hal ini disebabkan hampir semua aktivitas dalam masyarakat Lembak sangat kental dengan kebiasaan membaca Al Qur’an. Seseorang baru dianggap tokoh masyarakat jika dia terbiasa di undangan untuk bersama-sama membaca Al Qur’an terutama pada saat prosesi berduka atas meninggalnya salah satu anggota keluarga. Membaca Al-Quran bersama-sama ini biasanya diselenggaran pada hari yang ke tujuh setelah meninggalnya anggota keluarga tersebut.

Jika seorang ayah atau ibu tidak mampu untuk mengajar anaknya mengaji, maka sejak usia dini, orang tua akan menyerahkan anaknya kepada seorang guru mengaji. Pada saat menyerahkan anaknya kepada guru mengaji, seorang ayah menyerahkan anaknya kepada guru ngaji secara lisan (...aku serah ka anak ku ikak untuk diajo ngaji, baik buruk anakku ikak, tegatung dengan bapak itulah....= saya serahkan anak saya ini untuk diajar mengaji, baik dan buruk anak saya ini, tergantung dengan bapak..).

Pada saat menyerahkan anak tersebut orang tua biasanya juga menyerahkan sebuah lehar (tempat meletakan Quran sewaktu kita mengaji atau membaca Al Qur’an), sebuah juz amma, sepotong rotan, dan sebotol minyak tanah. Sepotong rotan sebagai pertanda jika anak tersebut nakal orang tua yang bersangkutan menyerahkan anaknya dan rela anak untuk dipecut (biasanya yang dipecut adalah telapak tangan) ini dilakukan agar anak sungguh-sungguh dalam mengikuti pelajaran mengaji dan hal digunakan untuk mengajarkan disiplin tegas kepada si anak agar anak tidak nakal, hati-hati dan tekun dalam belajar. Sebotol minyak tanah sebagai keikutsertaan dan kewajiban orang tua untuk membantu sarana pendidikan terutama untuk penerangan, dimana dahulu tidak ada listrik dan lampu, yang digunakan sebagai penerangan hanyalah lampu minyak tanah (sekarang sudah diganti dengan uang).

Seorang guru mengaji biasanya menyediakan waktu sehabis melakukan pekerjaan mencari nafkah. Dahulu tidak ada guru yang di undang untuk mengajarkan seorang anak mengaji ke rumah-rumah, tetapi si anaklah yang harus mendatangi rumah gurunya, hal di maknai bahwa ilmu itu harus dicari dan sebagai penghormatan murid kepada gurunya maka semua aturan harus ditaati oleh muridnya (hal ini tercermin dari apa yang pernah diperintah oleh Allah SWT kepada Nabi Musa as, untuk pergi berguru kepada Nabi Khaidir as).

Dalam masyarakat Lembak waktu mengaji biasanya sehabis sholat magrib (kucil magrib, dalam Bahasa Lembak). Bagi murid yang baru mengikuti pelajaran biasanya dituntun oleh murid yang sudah pandai, setelah mendekati akhir pengajian biasanya langsung ditangani oleh gurunya. Hirarki ini menandakan ada kewajiban bagi muridnya yang sudah pandai untuk menerapkan ilmunya secara langsung sehingga jika terjadi sesuatu hal dan guru berhalangan maka proses belajar mengaji tetap dapat dilaksanakan.

Di sekitar tahun 1970-an hingga 1980-an banyak anak dari masyarkat Lembak sebagai lumbung qori dan qoriah yang mengharum nama Kota dan bahkan Propinsi Bengkulu, misalnya serti mendiang H. M. Taib yang pernah menjadi qoriah tingkat nasional mewakili Provinsi Bengkulu.

Setelah anak sudah mampu membaca juz amma, biasanya guru menyampaikan kepada orang tua bahwa si anak sudah siap untuk beralih membaca Al-quran, pada saat ini sebagai bentuk kegembiraan dan rasa syukur orang tua, maka orang tua sianak, melakukan sebuah bentuk syukuran secara adat yang dikenal dengan upacara adat TAMAT KAJI.

Upacara tamat kaji ini dapat dilaksankan secara KHUSUS dikenal dengan Istilah Muce (Upacara adat tamat kaji yang dilakukan untuk mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT secara khusus), atau dapat juga bersamaan dengan pesta pernikahan salah-satu keluarga si-anak.

Pada acara tamat kaji ini biasanya si anak (laki-laki) dianggap sebagai raja yang akan meneruskan cita-cita orang tuanya, makanya pada acara ini si anak akan dihias seperti haji. Proses berias biasanya dilakukan di rumah salah satu kerabat dekatnya atau orang yang menyayangi si anak. Acara ini dikenal dengan istilan Nurun Pengaten Temat Kaji. Dirumah kerabat tadi biasanya disediakan makanan tradisionil, khasnya adalah ketan berkuah dan panganan yang lainnya.

Karena hari ini adalah hari kegembiraan bagi Si anak maka sianak dibawa dengan kendaraan yang sudah dihias, saat dahulu kendaraanya adalah dua buah sepeda yang kemudian di satukan dengan beberapa kayu, yang diatasnya deletakkan kursi yang juga dihias, saat ini biasanya menggunakan Seekor kuda yang dihias atau dengan naik delman. Si anak dibawah dengan kendaraan tersebut menuju rumahnya. Pada saat sampai dirumah, si anak diturunkankan untuk kemudian di arak (dikenal dengan Ngarak Pengaten) dengan gendang rebana, lagu yang dibawakan adalah lagu salurabbuna.



Gambar 1. Seorang anak yang akan tamat kaji (Usman Yassin, 2006)

Bersamaan dengan tamat kaji ini banyak perangkat yang harus disiapkan, diantaranya yang paling utama adalah sejambar nasi kunyit denggan seekor ayam yang sudah dimasak dan dihiasi dengan bunga kertas warna-warni yang bertuliskan keterangan tentang sianak. Sejambar nasi kunyit itu nanti akan ikut dibawah sampai kepengujung (tempat uji coba membaca Al-Quran di depan Majelis), setelah proses acara ini biasanya nasi kunyit tadi akan diantar kepada guru mengajinya sebagai tanda penghormatan yang tinggi dan terima kasih kepada gurunya.



Gambar 2. Jambar Nasi Kunyit yang dipersembahkan kepada Guru Mengaji (Usman Yassin, 2006)

Pada saat yang bersamaan dengan acara tadi juga dibuat bunga kertas warna warni yang nanti akan dibagikan kepada khalayak yang datang, bunga ini sebagai pengumuman bahwa telah dilangsungkannya acara ini dan sekaligus pemberitahuan bahwa si anak sudah pandai membaca al-quran. Acara ini adalah unggapan rasa syukur dan memiliki nilai prestise bagi orang tua, anak dan gurunya.



Gambar 3. Bunga Kertas tanda dilaksanakannya tamat kaji (By Usman Yassin, 2006)



Gambar 4. Tamat Kaji di depan penghulu syara (By Usman Yassin, 2006)

Setelah dilakukannya prosesi membaca Al-Qur’an, sianak yang melakukan tamat kaji tadi diiringi oleh inangnya (pengiring penganten) akan bersalaman kepada semua udangan, ini dilakukan sebagai ungkapan mohon do’a restu kepada undangan agar si anak dapat meneruskan kebiasaan membaca Al-Quran dan sianak dapat mengamalkan ilmu yang diperolehnya.

Sejarah dan Asul Usul Suku Lembak

Pengantar
Tulisan ini adalah terjemahan dari naskah berbahasa Melayu yang telah di tulis dan di dibukukan oleh R.H.M Ilyas dalam huruf Arab, kemudian diterjemahkan oleh anak beliau, RM. Yacub ke dalam huruf latin. Dari tulisan ini menggambarkan bahwa Suku Lembak sudah berada di Bengkulu sekitar tahun 1400-an atau sekitar 6 abad yang lalu. Menilik dari sejarah dalam banyak karangan yang berbahasa Inggris maupun Arab Melayu, kami berkeyakinan Suku Lembak termasuk suku yang berada gelombang pertama mendiami dataran Bumi Bengkulu ini. Memang ada beberapa versi yang ditulis baik oleh RM Ilyas maupun oleh Prof Dr. Abdullah Siddik. Terlepas dari itu semua kami ingin mengemukan fakta sejarah bahwa hingga saat ini secara Geografis Kota Bengkulu hampir 70% adalah wilayah marga proatin XII yang tidak bisa disangkal adalah termasuk wilayah masyarakat adat dan ulayat SUKU LEMBAK. (Dapat juga dibaca pada tulisan tentang Tugu Thomas Parr). Selengkapnya kami sajikan terjemahan langsung dari tulisan RHM Ilyas dalam bentuk pasal-pasal, dan anda silakan melakukan kajian dan menyimpulkan sendiri.

Sejarah Masyarakat Adat Lembak Bengkulu
(Diambil dari beberapa pasal Buku yang karangan oleh R.H.M Ilyas dalam huruf Arab, kemudia diterjemahkan oleh anak beliau, RM. Yacub ke dalam huruf latin)

Pasal 14

Bermula Tuanku Baginda Sebayam itu, ada memelihara Hulubalang 40 orang pilihan. Pada setiap hari bertukar tukar jaga dalam istana Baginda itu. Pada suatu malam Baginda keluar. Maka sembah Hulubalang yang sedang berjalan itu: “Ya Tuanku Syah Alam, ini ada seorang laki-laki baru datang pada malam ini. Dia datang dari Palembang mau menyerahkan diri kebawah duli tuanku, tetapi hamba belum tahu namanya”. Maka orangitu sujud kepada kaki Baginda dan menuturkan segala hal iihwal kedatangannya: adapun patik ini datang dari Palembang dan nama patik SINGARAN PATI asal orang dari Lembak Beliti Tabah pingin Palembang. pada suatu ketika patik kena fitnah. Kata orang patik berbuat jahat dengan anak perempuan anak mamak patik. Patik mau dibunuh oleh mamak patik. Rasanya patik tidak dapat meloloskan diri, maka patik menikamnya terlebih dahulu, lalu ia mati . maka orang Pedusunan sepakat mengatakan patik sudah melakukan dua kesalahan.lalu patik dihantar kepada sultan Palembang. Mendapat hukuman menjadi budak raja seumur hidup. Maka patik diperintahkan menjadi Sultan Penunggu Indah Larangan. Maka patik bergelar ISWANDA

Pasal 15

Pada suatu hari anak Sultan yang bernama PUTERI SINARAN BULAN yaituremaja puteri yang cantik parasnya, turun mandi di indah larangan itu. Tiba-tiba takdir Allah S.w.t disambar oleh buaya hidung kajang besarnya. Maka gegerlah segala isi Negeri.
Setelah orang –orang besar bermufakat berdasarkan titah Sultan, tidak bisa di tolak saya disuruh membunuh buaya itu. Karena itu kesalahan saya kurang hati-hati menjaga Indah larangan itu. Maka saya meminta untuk mengumpulkan segala senjata yang ada di Palembang. Setelah semuanya terkumpul, maka saya serakkan dengan beras sudah dikunyiti dipanggil ayam makan beras itu. Ada sebuah keris kecil yang sudah berkaratsejengkal panjang matanya dimakan ayam, lalu ayam itu mati. Dengan seketika itu pula keris tersebut yang saya bawa menyelam kedalam sungai Palembang. Setelah bertemu dengan Buaya itu, lalu saya tikam. Lukanya cuma sedikit , tapi Buaya itu langsung mati. Dan bangkainya lamgsung merapung diatas air. Dari keris yang saya bawa menyelam itu, saya sembunyikan dibawah Indah Larangan antara air dengan darat. Kemudian saya menghadap junjungan Sultan untuk mengatakan kalau Buayanya sudah mati, tetepi keris penikamnya hilang. Kaya Sultan , apa boleh buat asal mati Buaya itu tak apalah. Buaya itu dibelah perutnya oeh orang-orang , terdapat didalam perutnya mayat sang Puteri sepwerti orang tidur saja. Tidak ada yang cacat sedikitpun dari tubuhnya. Hanya sekedar jiwanya saja yang hilang dari raganya. Pada malamnya saya lari membawa keris itu menuju kehulu Palembang. Dengan maksud ingin kembali kedusun saya. Kemudian saya sadar kalau masih berada dalam kawasan Palembang pasti akan dapat oleh Sultan. Sebab itulah maka saya llri kebawah duli Yuanku disini minta hidup kepada tuanku.
Karena hamba lari dari rumah Raja, sekarang hamba kerumah Raja disini. Hamba serahkan jiwa hamba kepada Tuanku. Dari keris si Kuku Gagak penikam Buaya itu, ini hamba persembahkan untuk Tuanku. Setelah baginda mendengar segala cerita Iswanda maka bertanya: “apa kedudukanmu di Dusun mu? Jawab Iswanda: “kalau suku patik ialah pesirah didalam Marga Dusun Taba Pingin”. Maka tinggallah Iswanda dibawah perintah hulubalang Tuanku baginda Sebayam. Lama kelamaan banyaklah pengabdian Iswanda kepada baginda. Mana pekerjaan yang sukar- sukar tidak dapat dikerjakan oleh orang lain maka Iswandalah yang mengerjakannya. Adalah sifat Iswanda menurut adat seorang hamba dengan Tuannya bila dipanggil datang, disuruh pergi, ditegah diam. Baginda terlalu sayang padanya. Lama kelamaan maka Iswanda diangkat oleh Baginda menjadi anak. Anak satu menjadi dua anak 2 menjadi 3 sebaik seburuk dengan anak cucu Tuanku Baginda Sebayam.

Bersumpah setia dengan seberat- beratnya. Sesekali tidak boleh lancung aniaya kedua pihak. Siapa yang mungkir janji dimakan sumpah, dikutuk bisa kawi, dikutuk Qur’an 30 juz jatuhlah murka allah dengan seberat-beratnya, Kalau hilang sama dicari, terbenam sama diselam, selama air hanyut, selama gagak hitam, tidak lapuk di hujan, tidak lekang dipanas selama-lamanya.

PASAL 16

Setelah Iswanda diangkat menjadi anak oleh Tuanku Baginda Sebayam, maka ia diberisebidang tanah. Yaitu antara Sungai Bengkulu dengan Sungai Hitam kehulunya hingga Air Rena Kepahyang, Kehilir Pesisir Laut. Inilah batas tanah yang diberi Tuanku baginda Sebayam kepada Iswanda yang diangkat menjadi anaknya.

Pasal 17

Maka kedengaran khabarnya kepada adik sanak Iswanda mengatakan Iswanda sudah diangkat anak oleh raja Bengkulu. Banyklah mereka itu datang dari Lembak Beliti menurut Iswanda. Apabila sudah banyak familinya, mak Iswanda suruh cincang lati di Pungguk Beriang namanya di Pinggir Air Sungai Hitam. Tempat itulah mula-mula Iswanda membuat Dusun. Duduklah ia memerintah tanah bumi yang sudah dikasih oleh Tuanku baginda Sebayam. sebab inilah ia bernama Raja Sungai Hitam. Karena diam di pinggir Air Sungai Hitam. Apabila Iswanda sudah tetap berdusun dan memerintah, makin bertambah-tambah juga datang kaum kerabatnya. Maka bertambahlah Dusunnya.demikianlah adanya dibuat pada tahun 938 Hijrah.

Pasal 18

Setelah wafat Baginda Sebayam, beliau diganti dengan anaknya yang bernama Baginda Senanap yang bergelar Paduka Baginda Muda. Pada masa ini data lagi seorang dari Tabah Pingin yang bernama Abdus Syukur, seorang ulama. Dia menemui Baginda Senanap, kemudia beliau disuruh menemui Iswanda, karena Abdus Syukur juga masih kerabat Iswanda. Abdus Syukur inilah yang menjadi asal nenek moyang orang Pagardin yang mula-mula menyiarkan Agama Islam di Sungai Hitam sampai ke Lembah Delapan. Abdus Syukur sering disebut dengan Tuan Tue (dimakamkan di Dusun Paku Aji)

Pasal 19

Kemudian datang juga orang dari Lembak Beliti, yaitu Jukuang, Jakat, Darti dan Lubuk Bisu. Mereka menemui Raja Sungai Lemau, buat minta lahan sebagai tempat tinggal. Akhirnya mereka disuruh tinggal di dipinggi Air Bengkulu sebelelah kiri mudik, yang juga termasuk lahan yang diberikan kepada Iswanda. Mereka inilah yang menjadi Nenek moyang orang Marga Mentiring.

Pasal 20

Setelah wafat Paduka Baginda Muda, maka beliau digantikan oleh anaknya yang bernama Tuanku Baginda Kembang Ayun (dimakamkan di Kembang Ayun), kemudian digantikan anaknya Tuanku Baginda Burung Binang. Saat tuan Baginda Burung Binang memerintah datang dua orang Suami Istri, Suaminnya Orang Rejang, sedang Istrinya orang Lembak. Ke datangannya juga meminta lahan, akhirnya diberikan lahan di kuala Air Palik Persembahannya adalah seekor kerbau bertali rambut, diikat di batang cekur di halaman tempat tuanku Burung Binang (Kubur Tuanku Burung Binang diseberang Ds Kederas Lama). Dia diangkat menjadi Pembarab, tetapi bukan pembarab dibawah pasirah, melainkan Pembarab dibawah raja yang sama kedudukannya dengan pasirah, serta dikurnia pula sedikit angkatan/pasukan. Jika kerja baik atau kerja buruk, boleh dia memakaialam halilipan, karena balasan persembahannya itu. Dialah asal nenek moyang orang Lubuk Tanjung.

Pasal 21

Pada saat itu datang juga orang dari Muara Lakitan, Lembak Darat laki-laki dan perempuan dari kaum kerabat Iswanda, pada saat itu Iswanda sudah meninggal.
Mereka meminta lahan kepada Raja Sungai Lemau, kemudia diber oleh Tuanku Baginda tanah dipinggir air Bengkulu disebelah kanan mudik dan disebelah hulu hingga air Lapur. Mereka inilah menjadi nenek moyang orang Porwatin dua belas tepi air.

(Sejarah dan adat budaya masyarakat Lembak Part two); bersambung

Sejarah Masyarakat Adat Lembak

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai macam Suku bangsa dimana setiap Suku memiliki kebudayaan yang berbeda pula, begitu juga halnya dengan masyarakat Bengkulu. Selanjutnya masyarakat Bengkulu ini kalau ditilik dari segi bahasanya dapat dibedakan atas beberapa etnis yaitu Serawai, Rejang, Melayu, Enggano, Muko-Muko, Pekal, Kaur dan Masyarakat Lembak.

Masyarakat Lembak atau juga yang dikenal dengan Suku Lembak yang merupakan bagian dari masyarakat Bengkulu, tersebar di Kota Bengkulu, Kabupaten Bengkulu Utara yang berbatasan dengan Kota Bengkulu, sebagian berada di Kabupaten Redjang Lebong terutama di Kecamatan Padang Ulak Tanding, Sindang Kelingi dan Kota Padang, dan juga berada di daerang Kabupaten Kepahiyang seperti di Desa Suro Lembak. Secara umum antara masyarakat Lembak tidak jauh berbeda dengan masyarakat melayu umumnya namun dalam beberapa hal terdapat perbedaan. Jika ditinjau dari segi bahasanya antara masyarakat Lembak dengan masyarakat Bengkulu kota (pesisir) terdapat perbedaan dari segi pengucapan katanya dimana masyarakat Bengkulu kata-katanya banyak diakhiri dengan hurup 'o' sedangkan masyarakat Lembak banyak menggunakan hurup 'e', disamping itu dalam beberapa hal ada juga yang berbeda cukup jauh.

Masyarakat Lembak seperti juga masyarakat Bengkulu umumnya adalah pemeluk Agama Islam sehingga budayanya banyak bernuansakan Islam disamping itu masih ada pengaruh dari kebudayaan lainnya. Dari sisi adat istiadat antara masyarakat Bengkulu dan masyarakat Lembak ada terdapat kesamaan dan juga perbedaan, dimana ada hal-hal yang terdapat dalam masyarakat Bengkulu tidak terdapat dalam masyarakat Lembak begitu juga sebaliknya termasuk didalamnya adat dalam rangkaian upacara perkawinan dan daur hidup lainnya. Dalam hubungan ini penulis ingin mengungkapkan adat dalam rangkaian upacara-upacara mulai dari lahir, remaja, perkawinan, hingga kematian yang ada dalam masyarakat Lembak atau dikenal dengan istilah daur hidup (Kegiatan adat istiadat sejak proses kelahiran hingga meninggal). Namun demikian dalam kehidupan suatu masyarakat tidak terlepas dari interaksi sehingga masyarakat sebagai suatu sistem sosial senantiasa mengalami perubahan dan perkembangan, hal ini disebabkan kerena adanya berbagai pengaruh baik internal, eksternal maupun lingkungan yang dikenal dengan pengaruh modernisasi. Begitu juga halnya adat istiadat bukanlah sesuatu yang statis tetapi berkembang mengingikuti perkembangan peradaban manusia, sehingga sedikit banyaknya juga mengalami pergeseran.


Ruang Lingkup

Tulisan ini menggambarkan bagaimana sebenarnya 'adat istiadat yang terdapat dalam masyarakat Lembak serta beberapa variasinya antara suatu wilayah dengan wilayah lain, yang terjadi sejalan dengan perkembangan zaman dengan adanya pengaruh modernisasi sehinggga apa yang ada dalam masyarakat sekarang ini adalah merupakan sebuah proses perkembangan kebudayaan.

Konsep Suku Bangsa

Kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat pendukung dapat berwujud sebagai komunitas Desa, kota, sebagai kelompok kekerabatan, atau kelompok adat yang lain, bisa menampilkan suatu corak yang khas yang terutama terlihat oleh orang luar yang bukan warga masyarakat bersangkutan. Kuntjaraningrat (1983) mengungkapkan bahwa corak khas suatu kebudayaan menghasilkan suatu unsur yang kecil berupa suatu unsur kebudayaan fisik dengan bentuk yang khusus; atau karena diantara pranata-pranatanya ada suatu pola sosial yang khusus; atau dapat juga karena warganya menganut tema budaya yang khusus.

Corak khas suatu kebudayaan yang ada pada sekumpulan masyarakat itu kita katakan suku bangsa. Untuk lebih jelas dapat dilihat seperti daerah Propinsi Bengkulu terdapat berbagai suku bangsa yang memiliki corak budaya yang khas seperti; Suku Lembak, Rejang, Serawai, Enggano, Pekal, Muko-Muko, Melayu dan lain-lain. Di masing-masing suku bangsa tersebut masyarakat pendukugnya terikat oleh kesadaranan dan identitas akan kesatuan kebudayaan.

Masing-masing suku bangsa tersebut biasanya menempati daerah kebudayaan (Culture Area) yang memiliki kebudayaan yang masing-masing mempunyai beberapa unsur yang mencolok. Ciri-ciri yang dapat dijadikan alasan untuk mengklasifikasikan tidak hanya berwujud kebudayaan fisik, seperti misalnya alat-alat berburu, bertani, senjata, bentuk ornamen perhiasan, bentuk tempat kediaman, melainkan juga kebudayaan yang lebih abstrak dari sistem sosial atau sistem budaya, seperti; unsur-unsur organisasi kebudayaan, upacara keagamaan, upacara perkawinan, cara berfikir dan sebagainya.

Suku lembak adalah suku asli di Bengkulu. Ada empat alasan yang dapat dipertanggung jawabkan sebagai alasan bahwa Suku Lembak adalah suku asli di Bengkulu, yaitu: (1) Suku Lembak mempunyai sejarah kerajaan yaitu Kerajaan Sungai Hitam dengan rajanya Singaran Pati yang bergelar Aswanda, (2) mempunyai wilayah yang jelas, (3) mempunyai bahasa yang khas, dan (4) memiliki kebudayaan baik fisik maun non fisik berupa kesenian dll.

(Bersambung Part One)

Senin, 28 April 2008

Kantong Semar (Tabung Beruk dalam Bahasa Lembak)


(Photo adalah Kantong Semar yang ditemui di Danau Dendam Tak Sudah)

Tanaman ini termasuk dalam Genus Nepenthes (Kantong semar, bahasa Inggris: Tropical pitcher plant), yang termasuk ke dalam familia monotypic, terdiri dari 80-100 spesies, baik yang alami maupun hibrida. Genus ini merupakan tumbuhan karnivora di kawasan tropis Dunia Lama, kini meliputi negara Indonesia (55 spesies, 85%), Tiongkok bagian selatan, Malaysia, Filipina, Madagaskar, Seychelles, Australia, Kaledonia Baru, India, dan Sri Lanka. Habitat dengan spesies terbanyak ialah di pulau Borneo dan Sumatra.

Tumbuhan ini dapat mencapai tinggi 15-20 m dengan cara memanjat tanaman lainnya. Pada ujung daun terdapat sulur yang dapat termodifikasi membentuk kantong, yaitu alat perangkap yang digunakan untuk memakan mangsanya (misalnya serangga, pacet, anak kodok) yang masuk ke dalam.

Klasifikasi Ilmiah: Kingdom Plantae, Filum: Magnoliophyta, Kelas Magnoliosida, Ordo: Caryophyllales, Famili: Nepenthaceae, Spesies: - ; Nama Binomial: Linnaeus
(Sumber: Dari Wikipedia Indonesia).

Flora Yang Mesti di Lindungi

Bagi kalangan pencinta tanaman, jenis ini merupakan tanaman hias yang sedang naik daun. Kantong Semar adalah sebuah nama yang tidak asing, tetapi masih banyak orang yang belum melihat secara lansung. Tanaman ini adalah pemaksa daging atau lebih di kenal istilah ekologi adalah Tanaman Karnivora. Nepenthes, pertama dikenalkan oleh J.P Breyne. Nama Nephentes diambil dari sebuah nama gelas anggur. Di Indonesia, disebut sebagai kantong semar, dengan sebutan beragam di berbagai daerah, periuk monyet (Riau), kantong beruk (Jambi), ketakung (Bangka), sorok raja mantri (Jawa Barat). ketupat napu (Dayak Katingan), telep ujung (Dayak Bakumpai), selo begongong (Dayak Tunjung), dan Tabung Beruk (Bahasa Lembak).

Tumbuhan termasuk tumbuhan liana (merambat) ditanah ataupun di ranting-ranting pohon,berumah dua, serta bunga jantan dan betina terpisah pada individu yang berbeda. Hidup di tanah (terrestrial), ada juga yang menempel pada batang atau ranting pohon lain (epifit). Kantong Nepenthes merupakan perubahan bentuk dari ujung daun yang memiliki fungsi menjadi perangkap serangga atau binatang kecil lainnya. Karenanya tumbuhan ini digolongkan sebagai tanaman karnivora (carnivorous plant), selain Venus Flytrap (Dionaea muscipula), sundews (Droseraceae) dan beberapa jenis lainnya. Tanaman karnivora umumnya hidup pada tanah miskin hara, khususnya nitrogen, seperti kawasan kerangas.

Nepenthes termasuk dalam famili Nepenthaceae dan kelas Magnoliopsida pada umumnya tumbuh pada hutan hujan tropik dataran rendah, hutan pegunungan, hutan gambut, hutan kerangas, gunung kapur, padang savanna dan tepi danau. Nepenthes tersebar mulai dari Australia bagian utara, Asia Tenggara, hingga Cina bagian selatan. Terdapat sekitar 82 jenis nepenthes di dunia dan 64 jenisnya berada di Indonesia Borneo (Kalimantan, Serawak, Sabah, dan Brunei) merupakan pusat penyebaran nepenthes di dunia. Sesuai dengan ketinggian tempat hidupnya, Nepenthes dibagi menjadi tiga golongan, yaitu yang hidup pada dataran rendah (0-500 mdpl (meter dari permukaan laut)), dataran menengah (500-1.000 mdpl) dan dataran tinggi (di atas 1.000 mdpl). Untuk di dataran rendah meliputi jenis N. gracilis, N. mirabilis, N. reinwardtiana, dan N. raflesiana, N. adnata, N. clipeata, N. mapuluensis merupakan jenis yang dapat hidup di dataran menengah. Sedangkan yang dapat tumbuh baik di dataran tinggi meliputi N. diatas, N. densiflora, N. dubia, N. ephippiata dan N. eymae. Perbanyakan tanaman Nepenthes dilakukan melalui stek batang, biji dan memisahkan anakan. Umumnya Nepenthes yang hidup terrestrial di dataran rendah tumbuh di tempat-tempat yang berair atau dekat sumber air pada substrat yang bersifat asam. Nepenthes juga membutuhkan cahaya matahari intensif dengan panjang siang hari antara 10-12 jam setiap hari sepanjang tahun, dengan suhu udara antara 23-31°C dan kelembaban udara antara 50-70%.
Manfaat Kantong Semar

Selain semangat tanaman hias Kantong Semar juga memiliki fungsi yang tidak kalah penting, diantaranya :

1.Sebagai Indikator Iklim
Jika pada suatu kawasan atau areal di tumbuhi oleh Nepenthes gymnamphora, berarti kawsan tersebut tingkat curah hujannya cukup tinggi, kelembaban diatas 75 %, tanahnya pun miskin unsur hara

2.Tumbuhan Obat
Cairan dari kantong yang masih tertutup, digunakan sebagai obat batuk.

3.Sumber air minum bagi Petualang
Bagi para pendaki gunung yang kehausan kantong semar jenis N. gymnamphora merupakan sumber air yang layak minum karena pH-nya netral (6-7), tetapi kantong yang masih tertutup, karena kantong yang terbuka sudah terkontaminasi dengan jasad serangga yang masuk kedalam, pH-nya 3 dan rasanya masam.

4.Sebagai Pengganti tali
Batang dari Kantong Semar ini bisa di gunakan sebagai pengganti tali untuk pengikat barang.

5. Sabagai tanaman hias
Sejak beberapa waktu yang lalu, kantong semar mulai diperkenal sebagai tanaman hias yang mempunyai daya tarik tersendiri, bahkan orang rela berburu sampai kepuncak-puncak gunung untuk mendapatkan kantong semar ini.

Ancaman Si Kantong Semar

Semua jenis Nepenthes adalah dilindungi, akan tetapi keberadaannya sekarang ini sudah semakin sedikit. Habitatnya yang semakin sempit baik itu di karenakan aktifitas manusia secara lansung maupun maupun tidak lansung. Ancaman terhadap si Kantong Semar disebabkan oleh beberapa kemungkinan: (1) Pembukaan Kawasan Tambang, (2) Pembukaan Kawasan Untuk Tambak, (3) perambahan kawasan pertumbuhannya untuk kepentingan lahan pertanian dan perkebunan, dan (4) Eksploitasi jenis untuk di komersilkan

Pesona nephentes kini kian melejit. Banyak penggemar tanaman mulai mengoleksi beragam jenisnya. Keunikan sosok dan sifat menjadi daya tarik utama. Misalnya, kemampuan tanaman memangsa serangga. Meski umum ditemukan di dataran tinggi, tetapi beberapa mampu beradaptasi di dataran rendah. Sayang, merawat agar kantongnya banyak dan memperbanyak nephentes tidaklahlah mudah. Butuh penanganan dan perawatan yang tepat agar tampil prima. Bila tak piawai merawat, biarkan keindahan kantong semar itu berada di habitatnya agar si pemangsa tetap jadi penguasa pegunungan.

Sumber : http://170008.blog.com/Pesona+si+Kantong+Semar/


Kantong Semar Cagar Alam Danau Dusun Besar

Dari penelusuran dan inventarisasi jenis flora yang pernah di lakukan oleh Yayasan Lembak Bengkulu di Kawasan Cagar Alam Danau Dusun Besar atau Danau Dendam Tak Sudah, kami menemukan keunikan tersendiri. Walaupun dikatakan tanaman ini memiliki pertumbuhan hingga mencapai tinggi 20 m, tetapi kami menemukan tanaman ini mencapai ketinggian 10 m. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman ini mampu memanfaatkan tinggi tanaman sebagai tempat untuk tumbuh dan tetap survive. Tim Yayasan Lembak harus memanjat pohon untuk melakukan pengukuran.

Sebenarnya ada kekhawatiran bagi kami untuk mengekspos tanaman Kantong Semar (Tabung Beruk dalam Bahasa Lembak) yang kami temui ini. Kami khawatir nantinya menjadi informasi bagi pemburu kantong semar.

Saat ini kantong semar yang ditemui di Danau Dendam Tak Sudah ini sudah berhasil dibudidayakan, bahkan ada diantara Warga Kelurahan Panorama Bengkulu sudah memasarkannya dengan harga Rp. 50.000 – Rp. 100.000 per polybag/pot.

Di Sarikan dari berbagai sumber

Jumat, 25 April 2008

Galery

Potensi Wisata Bengkulu



Cagar Alam Danau Dendam Tak Sudah Provinsi Bengkulu


Galery Adat Istiadat Suku Lembak Bengkulu

Galery Benteng Marlborough Bengkulu

TENTANG RENCANA PEMBONGKARAN TUGU THOMAS PARR


Sejarah Tugu Thomas Parr

Thomas Parr adalah Residen Inggris yang bertugas di Bengkulu pada tahun 1705-1707, yang merupakan penguasa Inggris ke-51. Thomas Parr sampai di Bengkulu tanggal 27 September 1805 menggantikan Walter Ewer.

Thomas Parr dikenal sebagai penguasa Inggris yang angkuh dan ganas. Dia adalah orang pertama yang memperkenalkan tanaman kopi dengan sistem tanaman paksa di Bengkulu. Kekejaman dan keangkuhan Thomas Parr tak saja dirasakan oleh penduduk pribumi tapi juga oleh orang-orang Bugis yang bekerja pada kompeni Inggris, bahkan juga dirasakan oleh pejabat Inggris lainnya. Parr juga dianggap terlalu jauh melangkah mencampuri urusan kepemimpinan tradisional dan adat masyarakat Bengkulu- seperti membuat pertentangan antara rakyat dengan Pangeran Sungai Itam serta peradilan.

Menurut Abdullah Siddik (1996) dalam bukunya Sejarah Bengkulu, dinyatakan bahwa akibat kejejaman Thomas Parr serta pelecehannya terhadap adat istiadat masyarakat disekitar Kota Bengkulu pada waktu itu, maka pada malam tanggal 27 Desember 1807 rakyat Bengkulu (mayoritas Suku Lembak) dari Dusun Besar, Sukarami dan lainnya; Pagar Dewa dan Lagan (Marga Proatin XII) di bawah pimpinan Depati Sukarami, Depati Pagar Dewa, Depati Lagan dan Depati Dusun Besar Menuju Mount Felix (Gedung Daerah saat ini) untuk membunuh Residen Parr yang bertindak di luar prikemanusiaan. Rombongan rakyat yang berkekuatan sekitar 300 orang mengepung tempat istirahat Residen Parr. Dengan melumpuhkan para pengawal, setelah itu tiga orang pemimpin rakyat masuk ke kamar tidur Residen Parr. Asisten Residen, yaitu Charless Murray, yang secara berani melindungi atasannya tidak dibunuh oleh ketiga pemimpin rakyat; dalam perkelahian Murray hanya terluka dan ia dapat disingkirkan. Istri Parr yang menjadikan dirinya sebagai perisai juga tidak dibunuh. Ia hanya terluka dan dapat disingkirkan. Kemudian barulah ketiga pemimpin rakyat itu membunuh Thomas Parr di kamar tidurnya, kepalanya dipenggal. Kemudian pepimpin rakyat pergi tanpa mengusik istri dan anak Parr.

Sungguh terpuji tindakan pemimpin rakyat tersebut, karena mereka berpendirian bahwa Thomas Parr lah yang harus menerima hukuman yang setimpal dengan perbuatannya sendiri yang telah menyiksa, menindas, menghina dan merendahkan martabat manusia di daerah Bengkulu. Pembunuhan tersebut sebagai gambaran bahwa masyarakat Bengkulu yang keras, merdeka dan tahu harga diri, dan menjunjung tinggi adat dan hukum adat untuk memberantas kezaliman. Maka itu, tebusan dari tindakan biadab residen Parr adalah dengan pemenggalan kepalanya. Hal ini juga sebagai peringatan terhadap Inggris dalam melakukan penjajahan di Bengkulu.

Mayat Parr dikubur di sudut kepala kura-kura dalam Benteng Marlborough. Namun, untuk memperingati peristiwa tersebut, setahun kemudia (1808) Inggris mendirikan Menumen Parr yang terleyak 100 meter dari benteng, yang dikenal oleh masyarak Bengkulu saat ini adalah Kuburan Bulek atau Tugu Thomas Parr.

Reaksi Inggris terhadap peristiwa Parr sungguh menyedihkan serta jauh dari peradaban dan prikemanusiaan. Pemerintah dari Fort Marlborough menunjukkan kekuatannya dengan bertindak langsung mengerahkan tentara melakukan pembalasan secara keji dan membabi buta, yaitu banyak rakyat dibunuh dengan kejam tanpa pemeriksaan terlebih dahulu tentang kesalahannya; ada yang diikat di depan laras meriam besar, kemudian ditembakkan ke arah laut. Pertanian dan peternakan dimusnahkan dan dusun-dusun di sekitar Sukarami, Dusun Besar di bakar habis, seakan-akan mau menjamin keamanan dengan menciptakan padang pasir disekelilingnya. Pada persitiwa ini sekitar 760 orang masyarakat Bengkulu terbunuh. Diperkirakan masyarakat Dusun Besar menderita kerugian lebih dari 3000 dollar spanyol, berupa rumah tradisional dari kayu papan yang bermutu tinggi, pohon buah-buahan, dan hewan-hewan ternak. Depati Dusun Sukarami dan beberapa kepala dusun yang dicurigai ditembak mati (Emily Hann, dalam bukunya Raffless of Singapore, 1968).

Rencana Pembongkaran

Rencana pembongkaran Tugu Thomas Parr atau lebih dikenal Tugu Bulek berusia 2 abad itu oleh Dinas PU Provinsi untuk pengembangan proyek terowongan sangat dengan alasan pengembangan pariwisata sangat disayangkan oleh Ketua Masyarakat Sejarahwan Indonesia Cabang Bengkulu Agus Setianto MHum. Menurut lelaki yang menjabat sebagai Kepala Taman Budaya Provinsi itu, jika pembongkaran jadi dilakukan hal itu jelas melanggar UU No 5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya.

Negara kita punya UU yang melindungi aset sejarah dan cagar budaya. Kalau pembongkaran itu tetap dilaksanakan, berarti Dinas PU Provinsi telah melanggar hukum, maka berdasarkan berdasarkan UU No 5 Tahun 1992 Bab IV Pasal 15 Ayat 1 menyatakan setiap orang dilarang merusak benda cagar budaya situs serta lingkungannya. Dan dipasal VIII pasal 26 menjelaskan barang siapa dengan sengaja merusak benda cagar budaya dan situs serta lingkungannya atau membawa, memindahkan, mengambil, mengubah dan atau warna, memugar atau memisahkan benda cagar budaya tanpa izin dari pemerintah sebagaimana dimaksud dipasal 15 dipidana penjara selama-lamanya 10 tahun dan atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000.000.

Semestinya Tugu Thomas Parr justru harus dirawat karena dia adalah benda cagar budaya yang justru menjadi aset wisata bagi Provinsi Bengkulu. Bahkan Tugu tersebut sudah menjadi salah satu icon Kota Bengkulu. Tugu itu sangat berkaitan erat dengan sejarah perjuangan masyarakat Bengkulu sehingga rencan pembokaran adalah tindakan kontra produktif terhadap rencana pemerintah Provinsi bengkulu untuk membangun dan mengembangkan pariwisata.

Diharapkan Dinas PU harus mencermati segala sesuatu mengenai rancangan pembangunan yang akan dilakukan. Sebenarnya akan lebih baik jika Pemprov bisa mengemas aset wisata yang telah ada agar bisa menarik wisatawan. Bukan malah membuat bangunan baru. Kalau semua benda kuno disingkirkan, bagaimana dengan aset sejarah di negara ini?

Bagi masyarakat Bengkulu, tugu tersebut ditafsirkan sebagai penghargaan bagi para pejuang yang tak dikenal yang gugur dalam mempertahankan hak-haknya atas kekejaman Thomas Parr. Tugu ini menjadi tonggak sejarah yang mengandung nilai historis

Sikap Yayasan Lembak

Menilik dari sejarah perjuangan masyarakat Bengkulu, khususnya pengorbanan dan korban yang hampir mendekati angka seribu orang itu yang sebagian besar adalah masyarkat Lembak, maka pembongkaran tugu tersebut merupakan penghianatan pemerintah Provinsi Bengkulu terhadap perjuangan masyarakat Bengkulu, apalagi semua benda cagar budaya dilindungi oleh UU, maka Yayasan Lembak mengajak masyarakat Bengkulu khususnya dan masyarakat Indonesia untuk menentang pembongkaran tugu peringatan tersebut.

Semua saran dan opini anda dapat anda kirim ke emali Yayasan Lembak usmanyasin@plasa.com, semua saran dan pendapat anda akan kami sampaikan langsung kepada pemerintah Provinsi Bengkulu.

Untuk itu kami juga mebuka polling atas rencana pembongkaran tugu Thomas Parr tersebut, kami berharap anda ikut meberikan opini dan solusinya.

Jumat, 15 Februari 2008

Konflik Pilkada

Pesan Untuk Calon Anggota KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota

Oleh:
Usman Yassin, Ir. M.S (Lektor Kepala pada Universitas Muhammadiyah
Bengkulu;Ketua Yayasan Lembak)

LATAR BELAKANG

Dinamika demokrasi di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini terlihat dari beberapa indikator keberhasilan pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta pemilihan Presiden dan Wapres secara langsung. Hal ini menggambarkan adanya loncatan besar dalam kehidupan demokrasi. Perkembangaan terakhir yaitu pemilihan langsung pilkada sejak Juni 2005. Tidak dipungkiri masih banyak masalah, namun tidak menafikan perkembangan demokrasi saat ini dan ada harapan lebih baik di masa datang.

Keberhasilan pemilu tidak lepas dari organisasi penyelenggaranya. Pelaksanaan pemilu secara langsung membutuhkan sebuah organisasi yang profesional, kredibel dan akuntabel. Jika tidak dilakukan secara profesional, maka akan sulit terwujud sebuah fair election.

Dengan disyahkanya UU No. 22/2007 tentang Penyelenggara Pemilu, yang merupakan penyempurnaan dari aturan terdahulu sehingga ada UU tersendiri yang lebih komprehensif, maka pemilu memiliki harapan lebih baik. Secara substantif pemilu di Indonesia sudah mengarah pada proses demokrasi yang lebih berkualitas, tetapi banyaknya kepentingan dan celah dalam peraturan perundangan, masih ada keberpihakan penyelenggara pemilu bahkan keputusan pihak pengadilan yang kadang dirasa tidak adil, kondisi ini masih berpotensi menimbulkan konflik.
Untuk mengatasi dan mengkaji adanya potensi konflik dalam pemilu terutama pilkada, maka perlu dilakukan upaya-upaya untuk mereduksi konflik dengan melakukan pengkajian, identifikasi, analisis dan solusi pemecahannya sedini mungkin.
Tulisan ini mencoba mengkaji beberapa kendala dalam penyelenggaraan pemilu terutama sebagai solusi untuk mencegah terjadinya konflik dalam pelaksanaan pemilu, terutama dalam pilkada secara langsung.

PENYELENGGARA PEMILU

Pemilu secara langsung adalah wujud kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan demokratis. Penyelenggaraan pemilu secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dapat terwujud jika dilaksanakan oleh penyelenggara pemilu yang mempunyai integritas, profesionalitas, dan akuntabilitas.

Dalam Undang-Undang No 22/2007 diatur mengenai penyelenggara pemilu oleh KPU, yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Sifat nasional mencerminkan bahwa wilayah kerja dan tanggung jawab KPU mencakup seluruh wilayah Republik Indonesia. Sifat tetap menunjukkan KPU sebagai lembaga yang menjalankan tugas secara berkesinambungan meski dibatasi masa jabatan tertentu. Sifat mandiri menegaskan KPU dalam pemilu, bebas dari pengaruh pihak manapun.

KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota sebagai penyelenggara pemilu yang permanen dalam menjalankan tugas bertanggung jawab sesuai dengan peraturan perundang-undangan. KPU memberikan laporan pada DPR dan Presiden. UU No. 22/2007 juga mengatur pembentukan panitia pemilihan yang meliputi PPK, PPS, KPPS dan PPLN serta KPPSLN yang merupakan penyelenggara pemilu yang bersifat ad hoc.

Dalam pemilu, diperlukan pengawasan untuk menjamin agar pemilu benar-benar dilaksanakan berdasarkan asas pemilu dan peraturan perundang-undangan. Untuk mengawasi KPU, UU No 22/2007 mengatur mengenai Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang bersifat tetap. Fungsi pengawasan intern oleh KPU dilengkapi dengan fungsi pengawasan ekstern yang dilakukan oleh Bawaslu serta Panwaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Lapangan, dan Panwaslu Luar Negeri. Pembentukan Panwaslu tidak dimaksudkan mengurangi kemandirian dan kewenangan KPU sebagai penyelenggara pemilu.

Adanya KPU yang profesional membutuhkan Sekjen di tingkat pusat dan sekretariat KPU Provinsi dan sekretariat KPU Kabupaten/Kota di daerah sebagai lembaga pendukung yang profesional dengan tugas utama membantu teknis administratif, termasuk pengelolaan anggaran. Untuk membantu lancarnya tugas-tugas KPU, juga dapat diangkat tenaga ahli yang sesuai dengan kebutuhan dan berada di bawah koordinasi Sekjen KPU.

Untuk mewujudkan KPU dan Bawaslu yang punya integritas dan kredibilitas sebagai Penyelenggara Pemilu, disusun dan ditetapkan Kode Etik Penyelenggara Pemilu. Agar Kode Etik dapat diterapkan, maka dibentuk Dewan Kehormatan KPU, KPU Provinsi, dan Bawaslu.

Untuk mendukung kelancaran penyelenggaraan pemilu, Undang-Undang No. 22 Tahun 2007 juga mengamanatkan agar Pemerintah dan pemerintah daerah memberikan bantuan dan fasilitas yang diperlukan oleh KPU dan Bawaslu.

PERMASALAHAN

Dari pengalaman pemilu, baik pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD serta Presiden dan Wapres, ditambah pilkada, teridentifikasi banyak timbul permasalahan yang berpotensi konflik. Konflik yang paling tajam justru terjadi pada pilkada.

Munculnya konflik saat pilkada memang sudah diprediksi sebelumnya. Rentang daerah pemilihan yang pendek dan terbatas memungkinkan lebih mudahnya terjadi akumulasi perbedaan yang berujung pada intensitas konflik tajam. Di dalam pilkada, jarak antara pasangan calon dengan pendukungnya sangat dekat. Demikian juga jarak antara pendukung satu dengan lainnya. Konsekuensinya, emosi mereka menjadi lebih kuat dan karenanya lebih sulit dikendalikan manakala masing-masing berusaha memaksakan diri sebagai pemenang.

Selain itu, UU yang mengatur pilkada langsung juga memiliki cela bagi lahirnya konflik politik yang menjurus ke arah kekerasan. Misalnya, pintu pencalonan di dalam pilkada hanya melalui partai politik atau gabungan dari partai politik (alternatif calon independen masih menunggu amandemen terbatas UU 32/2004 tentang Pemerintah Daerah). Aturan demikian hanya memungkinkan tokoh-tokoh yang dekat dengan partai politik saja yang bisa menjadi calon. Padahal, di banyak daerah ditemui tokoh-tokoh lokal yang popular dan dipandang memiliki kualifikasi cukup baik tetapi tidak berafiliasi kepada partai tertentu.

Jika dilihat dari sisi pendekatan kelembagaan semata, aturan seperti itu memang tidak bermasalah dan memiliki argumen yang kuat. Partai politik, di dalam pendekatan demikian, dipandang sebagai instrumen dari masyarakat untuk memperjuangkan kepentingan-kepentingan dari para konstituennya. Masalahnya, akhir-akhir ini, tingkat kepercayaan rakyat terhadap partai politik mengalami degradasi, dan dipandang tidak cukup refresentatif berbuat untuk rakyat, malah melakukan manipulasi. Partai politik, dalam situasi demikian, tidak bisa lagi mengklaim sebagai satu-satunya lembaga yang memperjuangkan kepentingan-kepentingan rakyat.
Di sisi lain, dalam melakukan penyaringan terhadap pasangan calon yang akan diajukan, partai politik tidak jarang melakukannya secara tidak transparan. Partai politik di dalam situasi demikian, lalu tidak bisa menjalankan peran sebagaimana dikehendaki para konstituennya.

Di dalam Pilkada, partai politik yang seharusnya berperan, acapkali dalam menetapkan pasangan calon kadang tidak berbanding lurus dengan kehendak para konstituennya. Dalam beberapa kasus, yang dicalonkan oleh partai bukan saja tokoh yang selama ini dekat partai, melainkan orang-orang yang membangun patronase dengan imbalan materi kepada pucuk-pucuk pimpinan partai. Di sini, mekanisme tidak jalan. Implikasinya, pasangan calon yang diajukan partai politik tidak selalu selaras dengan keinginan konstituen. Munculnya demonstrasi di sejumlah daerah yang menolak pasangan calon dari partai tertentu merupakan refpleksi dari realitas ini.

Adanya otoritas partai politik yang besar di dalam memutuskan pasangan calon sebagai salah satu potensi yang menyulut konflik, akan lebih tajam manakala di dalam partai politik itu juga terdapat konflik internal berkepanjangan. Di dalam menghadapi masalah seperti ini yang menjadi rujukan adalah kepengurusan partai yang sudah terdaftar di KPU Provinsi atau Kabupaten/Kota. Hanya saja, masalahnya konflik internal partai di daerah acapkali berkaitan dengan konflik internal di DPP.

Kadang, pengelola partai yang terlibat di dalam konflik itu, dalam banyak kasus, sama-sama memiliki relasi kuat dengan akar rumput. Di dalam kondisi demikian, masing-masing elite politik yang berkonflik berusaha menggeret massa pendukungnya, sebagai upaya show of forces bahwa mereka memiliki pendukung yang kuat. Implikasinya, konflik menjadi lebih terbuka lalu lebih sulit dihindarkan, karena sama-sama memperalat massa akar rumput yang tidak kecil. Dalam hal ini para elit justru menjadi penstimulasi konflik.

Di samping itu, kondisi masyarakat Indonesia, termasuk di daerah yang majemuk, baik secara vertikal maupun horisontal. Sejarah mencatat bahwa konflik-konflik sosial dan politik yang pernah terjadi, tidak lepas dari kemajemukan seperti ini.
Undang-undang nomor 22/ 2007 tentang penyelenggara pemilu telah berusaha mereduksi semua kelemahan yang terdapat pada pelaksanaan pemilu, akan tetapi potensi konflik-konflik masih tetap muncul. Hal ni menggambarkan betapa sesungguhnya peluang konflik masih saja akan terjadi, untuk itu independensi, kompetensi, integritas, dan profesionalisme penyelenggara pemilu menjadi kunci utama berhasilnya pelaksanaan pemilihan umum secara demokratis.

PEMBAHASAN

Berangkat dari realitas diatas paling tidak terdapat lima sumber potensial yang dapat memicu konflik di dalam Pilkada. Pertama adalah konflik yang bersumber dari mobilisasi atas nama etnik, agama, daerah, dan darah. Kedua, konflik bersumber dari black campaign antar pasangan calon. Ketiga, konflik bersumber dari premanisme politik dan pemaksaan kehendak. Keempat, konflik bersumber pada manipulasi dan kecurangan penghitungan suara hasil Pilkada. Terakhir adalah konflik bersumber dari perbedaan penafsiran terhadap aturan main penyelenggaraan Pilkada.

Secara politik, munculnya konflik memang wajar saja terjadi. Di setiap usaha memperebutkan dan mempertahankan kekuasaan tidak lepas dari konflik. Adanya pilkada secara langsung merupakan mekanisme untuk mengelola konflik agar tidak menjurus kepada aksi kekerasan. Karena itu, masih menguatnya intensitas konflik yang disertai aksi kekerasan, memperlihatkan masih belum kuatnya kelembagaan di dalam penyelenggaraan pemilu secara langsung. Terdapatnya konflik yang menjurus pada munculnya aksi kekerasan itu juga tidak lepas dari adanya budaya politik masyarakat yang masih bernuansa konfliktual daripada integratif. Dalam situasi seperti ini, intensitas perilaku konflik itu cenderung meningkat bukan semata-mata karena aspek kelembagaan, melainkan karena pilihan-pilihan yang berbeda. Manakala pilihan itu didasarkan pada kutub ‘kita’ dan ‘mereka’, dan disertai ketidakpercayaan kepada lembaga-lembaga penengah, benturan-benturan antara kelompok tidak bisa lagi dielakkan. Hanya saja, arus massa yang mengarah pada aksi kekerasan itu juga tidak lepas dari elite politik yang memiliki kepentingan langsung di dalam Pilkada. Di Kabupaten Kaur, misalnya, munculnya aksi kekerasan itu tidak lepas dari sikap yang tidak mau menerima kekalahan serta ketidakkepercayaan pada lembaga penengah (termasuk di dalamnya adalah MA atau PT) dari pasangan calon.

Sejak Juni 2005 hingga Juni 2007, telah dilaksanakan pilkada di 285 dari 440 kabupaten/kota dan di 15 dari 33 provinsi di Indonesia. Dari identifikasi empiris penyelenggaraan pilkada, pemerintah menyimpulkan paling tidak ada tujuh potensi penyebab konflik pilkada, yaitu: (1) tidak akuratnya data pemilih, (2) persyaratan administratif pasangan calon yang tidak lengkap, (3) permasalahan internal parpol terhadap penetapan pasangan calon, (4) adanya kecenderungan KPU daerah tertentu tidak independen, tidak transparan dan memberikan perlakuan berbeda terhadap pasangan calon, (5) adanya dugaan money politic, (6) pelanggaran terhadap rambu-rampu penyelenggaraan Pilkada, dan (7) penghitungan suara yang tidak akurat. Ketujuh hal ini perlu diantisipasi agar pilkada mampu menghasilkan pemimpin yang dipilih secara demokratis. Terakhir pada kasus Sulawesi Selatan putusan lembaga peradilan juga berpotensi menyebab timbulnya konflik.

Salah satu penyebab konflik politik dapat berkembang menjadi anarkis adalah jabatan kepala daerah sebagai pimpinan birokrasi di daerah tersebut menjanjikan keuntungan ekonomi dan politik yang besar bagi mereka yang memenangi kontes pilkada. Institusi birokrasi selama ini dipandang sebagai tempat amat strategis bagi para kepala daerah untuk membangun konsesi ekonomi-politik dan praktik-praktik KKN bernilai uang cukup besar bagi para aparatus daerah. Maka, tidak mengherankan apabila momentum pilkada disambut antusias para politisi, dengan para donatur di belakangnya yang berani mempertaruhkan jumlah uang cukup besar untuk memenangi ajang pilkada. Ketika tidak terpilih, tidak mengherankan mereka akan mendorong massa pendukungnya melakukan protes yang menyulut konflik.

Antisipasi terhadap konflik pilkada juga harus memerhatikan reformasi birokrasi sebagai salah satu langkah secara gradual dalam pengelolaan konflik. Jika mekanisme hukum ditegakkan dan penindakan terhadap kasus-kasus KKN dilakukan untuk melaksanakan good governance, secara perlahan ajang pilkada tidak lagi diperebutkan sebagai sarana mendapatkan keuntungan materi dan politik bagi para aktornya, namun sebagai sarana melayani publik serta mensejahterakan rakyat. Maka, hanya kalangan yang berkomitmen tinggi yang akan memasuki arena pilkada. Sementara kekalahan yang dialami, karena tidak menyertakan jumlah materi yang besar, tidak akan menghasilkan konflik berkepanjangan.

Antisipasi terhadap konflik yang destruktif dalam pilkada harus mempertimbangkan faktor penguatan masyarakat sipil dan modal sosial berupa kepercayaan antara warga dan elemen-elemen masyarakat sebagai salah satu dimensi pengelolaan konflik. Pada konteks ini, tersedianya modal sosial kultural berupa kepercayaan dari setiap warga dan terbukanya ruang dialog akan berguna untuk mentransformasikan konflik politik.
Kemampuan elemen masyarakat membuka saluran-saluran komunikasi untuk melihat setiap persoalan yang muncul berguna untuk mengatalisasi konflik. Ketika persoalan muncul, pertimbangan rasional dan jernih berbasis social trust akan mereduksi cara-cara kekerasan. Social trust antara warga dan keterbukaan ruang publik akan membuat warga semakin peka terhadap lingkungan sosial maupun provokasi dari luar atau elite yang akan mengguncang stabilitas di wilayah tersebut.

Ketika pengelolaan konflik telah dipertimbangkan matang dengan melibatkan komunikasi antara elemen masyarakat sipil, politisi, pemerintahan, dan pelaku ekonomi, perhelatan pilkada akan berlangsung dengan damai dan dinamis tanpa mengorbankan stabilitas politik di daerah.

Tujuan utama penyelenggara pemilu adalah mengantar pemilu yang bebas dan adil kepada para pemilih. Untuk itu, KPU harus melakukan semua fungsinya dengan dengan tidak berpihak dan secara efektif harus menyakinkan bahwa integritas setiap proses atau tahapan pemilu terlindungi dari oknum-oknum yang tidak kompeten dan yang ingin bertindak curang. Kegagalan memenuhi tugas yang paling sederhana pun tidak hanya mempengaruhi kualitas pelayanan, tapi juga akan menimbulkan persepsi publik tentang kompetensi dan ketidakberpihakan dari aministrator pemilu.

Penyelenggaraan pemilu yang bebas, adil, dan ideal untuk melaksanakan pemilu harus memperhatikan hal berikut: Pertama, adanya kemandirian dan ketidakberpihakan. KPU tidak boleh menjadi alat yang dikendalikan oleh seseorang, penguasa atau partai politik tertentu. KPU harus berfungsi tanpa bias atau kecenderungan politis. Adanya dugaan kebohongan menyebabkan persepsi publik akan bias atau dugaan adanya intervensi akan berdampak langsung tidak hanya pada kredibilitas lembaga yang berwenang, tetapi juga pada keseluruhan proses pemilu.

Kedua, Efisiensi. Efisiensi adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan kredibilitas proses pemilu. Pada saat dihadapkan dengan dugaan-dugaan dan contoh-contoh ketidakmampuan, sulit bagi lembaga pemilu untuk mempertahankan kredibilitasnya. Efisiensi menjadi sangat penting dalam proses pemilu ketika terjadi masalah di tingkat teknis dan masalah-masalah yang dapat menstimulasi kericuhan dan pelanggaran aturan. Berbagai faktor mempengaruhi efisiensi, misalnya staf yang kompeten, profesionalisme, sumber daya, dan yang terpenting adalah waktu yang cukup untuk mengorganisir pemilu.

Ketiga, Profesionalisme. Pemilihan umum juga memiliki arti penting dalam fungsi demokrasi dimana anggota KPU harus memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai prosedur pemilihan umum dan filosofi pemilihan umum yang bebas dan adil, diberi wewenang untuk melaksanakan dan mengatur proses tersebut.

Keempat, Kompeten, tidak berpihak dan penanganan yang cepat terhadap pertikaian yang ada. Ketetapan undang-undang harus dijabarkan pada hal yang sangat operasional sehingga setiap anggota KPU dapat mengatasi setiap permasalahan yang muncul dalam memproses dan menengahi keluhan atas pelaksanaan pemilu, seperti dugaan kecurangan ataupun konflik antar kelompok atau dalam regulasi yang bersifat memaksa sekalipun. Partai-partai politik, dan masyarakat pada umumnya berkeinginan agar keluhan mereka didengar dan ditindak lanjuti dengan cepat dan efisien oleh KPU atau lembaga terkait. Kredibilitas administrasi KPU, pada banyak kesempatan, tergantung pada kemampuan untuk mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan keluhan-keluhan dalam pemilu. Berhadapan dengan kekhawatiran dan kecurigaan yang biasanya hadir pada masa transisi, KPU harus memiliki sumber daya dan kompeten memahami aturan untuk dapat memenuhi harapan masyarakat dalam memastikan terselenggaranya pemilu yang bebas dan adil.

Kelima, Transparansi. Keseluruhan kredibilitas dari proses pemilihan umum secara substansial tergantung pada semua yang berkepentingan, baik KPU, Panwaslu, Partai Politik, pemerintah maupun masyarakat untuk ikut terlibat dalam formasi dan fungsi dari struktur dan proses pemilu. Dalam hal ini, komunikasi dan kerjasama semua stakeholder: KPU, panwaslu, partai politik dan institusi-institusi dalam masyarakat harus dibangun atas dasar collective action untuk kepentingan bersama.

KESIMPULAN

Dari pembahasan yang dilakukan diatas menunjukkan bahwa peraturan perundang-undangan memang menjadi sebuah kebutuhan mendasar sebagai acuan dan regulasi penyelenggara pemilu (KPU) melakukan tugas-tugasnya untuk mengawal suara rakyat agar sesuai dengan tujuan pelaksanaan Pemilu itu sendiri. Hal ini sangat diperlukan karena sebagai salah satu bentuk perwujudan kedaulatan rakyat. Tanpa organisasi penyelenggara pemilu yang independen, kredibel, Akuntabel dan profesional menjadi mustahil untuk mencapai cita-cita demokrasi mewujudkan kedaulatan rakyat yang sesungguhnya, tetapi malah memicu terjadinya konflik.

Kamis, 07 Februari 2008

Masyarakat Lembak Siap Pasang Badan


Senin, 04-Februari-2008, 09:08:17
(Boulduser Siap Menghancurkan Cagar Alam Danau Dusun Besar, photo by usman yasin)

BENGKULU- Rencana warga Lembak untuk melakukan aksi demo menentang pembangunan Vila dan rencana dibukanya jalan lingkar (ring road) Simpang Empat Nakau – Air Sebakul, tampaknya bukan gertak sambal belaka. Buktinya, saat ini warga lembak sedang mematangkan rencana demo. Hal ini diungkapkan Pimpinan Yayasan Lembak, Ir. Usman Yassin, M.Si.

“Saat ini, kita tengah mengatur strategi, serta mengumpulkan massa yang tergabung dalam 21 kelompok tani se Kota Bengkulu. Anggotanya terdiri 30 orang dalam 1 kelompok tani. Ini akan kita kumpulkan guna merapatkan barisan demi terjaganya ekosistem Cagar Alam Dusun Besar,” tegas Usman.

Dikatakan, para petani yang ada di sekitar Cagar Alam Dusun Besar (CADB) juga siap turun aksi. Sebab, mereka mengandalkan penghidupan dari danau dendam tak sudah (DDTS). Dikhawatirkan, pembangunan vila di tepi danau tersebut akan merusak ekosistem danau.
“Warga sudah siap melakukan aksi dalam waktu dekat.

Yang jelas kami akan melakukan aksi, jika strategi telah dibentuk maka aksi akan dilakukan,” tambahnya.
Seperti diketahui, ada dua masalah yang menyulut amarah masyarakat Lembak. Pertama, pembangunan Vila di tepi DDTS.

Kedua, rencana dibukanya jalan dari Simpang Empat Nakau menuju Air Sebakul yang melintasi kawasan CADB. Pembukaan jalan tersebut dikhawatirkan membuka peluang perambahan. Sehingga kawasan CADB yang menjadi daerah tangkapan air terancam rusak. Dampaknya, para petani yang berada di hilir DDTS terancam.

“CADB merupakan salah satu cagar alam di tengah kota, yang memilki banyak potensi alam mulai dari danau, tumbuhan, maupun yang lainya, CADB juga dapat dijadikan sumber ekonomi dengan keadaan alam yang indah dengan Danau,” terang Usman Yasin.

Pada bagian lain, Usman juga mendesak pemerintah melakukan penghijauan di sekitar DDTS. “Kami tidak main-main untuk melakukan aksi. Jika hal buruk tidak mau terjadi maka perhatikan aspirasi kami ini, sebab CADB merupakan warisan nenek moyang kami dulu, hal tersebut mesti kami perjuangkan,” ancamnya.

Pembangunan Vila saat ini hanya beberapa meter dari bibir danau. Berdasarkan UU No 41/1999 tentang Kehutanan, aktifitas pengrusakan dalam kawasan konservasi merupakan tindak pidana. “Kami tidak setuju, kalau CADB dilakukan pengrusakan oleh tangan yang tidak bertanggung jawab,” bebernya.

Sementara itu, tokoh pemuda Lembak Panorama, Heri Aprianto menegaskan Villa tidak boleh dibangun di tepi danau karena tidak sesuai aturan yang ada. “Kami Pemuda Lembak Panorama siap melakukan aksi, baik secara anarkis maupun secara baik-baik, demi untuk mempertahankan tanah warisan nenek moyang kami,” tegasnya. (cw4)

sumber: http://www.harianrakyatbengkulu.com

Yayasan Lembak

Yayasan Lembak adalah sebuah lembaga swadaya masyarakat yang dibangun atas dasar keinginan memperjuangkan Hak-hak adat masyarakat Lembak, karena ranah perjuangan yang bersentuhan dengan kasus-kasus lingkungan hidup dan sumberdaya alam yang pada akhirnya persoalan kebijakan maka akhirnya Yayasan Lembak juga konsen pada persoalan semua nasib kaum tertindas dan dimarginalkan. Persoalan yang muncul yang dialami masyarakat ini juga disebabkan kasus-kasus Korupsi anggaran APBD dan APBN, akhirnya Yayasan Lembak juga berada pada garda depan melakukan perlawan terhadap kasus-kasus Korupsi, sebuah Gerakan yang pernah digagas oleh pendiri sekalgus ketua Yayasan Lembak, yaitu dengan Gagasan Gerakan 1.000.000 Facebookers dukung Bitchan, yang menjadi trent topik dimedia massa dan dunia maya. Ayo dukung terus berlanjut aktivitas perjalanan Yayasan Lembak Bengkulu. Semoga informasi ini bermanfaat untuk kita semua, Terimakasih.

Saran - Pendapat - Pesan

Nama

Email *

Pesan *