Danau Dendam Tak Sudah

The Dam Yang tidak selesai, atau De Dam Tak Sudah, Danau Dendam Tak Sudah

60 sd 80% Sampah Rumah Tangga adalah Bahan Organik

Potensi masalah ketika tidak diolah, potensi pendapat keluarga ketika diolah, potensi nilai tambah ketika dilakukan Biokonversi Dikelola Secara Bijak

Urban Farming

Pemanfaat Lahan Masjid Jamik Al Huda sebagai terapi psikologis dan nilaitambah pendapatan keluarga

Urban Farming (Budidaya Lahan Sempat)

Memanfaatkan Lahan Sempit untuk menambah nilai manfaat lahan diperkotaan sekaligus sebagai eduwisata

Urban Farming Tanaman Hortikultura

Sayuran segar siap dikonsumsi kapan saja...

Jumat, 15 Februari 2008

Konflik Pilkada

Pesan Untuk Calon Anggota KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota

Oleh:
Usman Yassin, Ir. M.S (Lektor Kepala pada Universitas Muhammadiyah
Bengkulu;Ketua Yayasan Lembak)

LATAR BELAKANG

Dinamika demokrasi di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini terlihat dari beberapa indikator keberhasilan pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta pemilihan Presiden dan Wapres secara langsung. Hal ini menggambarkan adanya loncatan besar dalam kehidupan demokrasi. Perkembangaan terakhir yaitu pemilihan langsung pilkada sejak Juni 2005. Tidak dipungkiri masih banyak masalah, namun tidak menafikan perkembangan demokrasi saat ini dan ada harapan lebih baik di masa datang.

Keberhasilan pemilu tidak lepas dari organisasi penyelenggaranya. Pelaksanaan pemilu secara langsung membutuhkan sebuah organisasi yang profesional, kredibel dan akuntabel. Jika tidak dilakukan secara profesional, maka akan sulit terwujud sebuah fair election.

Dengan disyahkanya UU No. 22/2007 tentang Penyelenggara Pemilu, yang merupakan penyempurnaan dari aturan terdahulu sehingga ada UU tersendiri yang lebih komprehensif, maka pemilu memiliki harapan lebih baik. Secara substantif pemilu di Indonesia sudah mengarah pada proses demokrasi yang lebih berkualitas, tetapi banyaknya kepentingan dan celah dalam peraturan perundangan, masih ada keberpihakan penyelenggara pemilu bahkan keputusan pihak pengadilan yang kadang dirasa tidak adil, kondisi ini masih berpotensi menimbulkan konflik.
Untuk mengatasi dan mengkaji adanya potensi konflik dalam pemilu terutama pilkada, maka perlu dilakukan upaya-upaya untuk mereduksi konflik dengan melakukan pengkajian, identifikasi, analisis dan solusi pemecahannya sedini mungkin.
Tulisan ini mencoba mengkaji beberapa kendala dalam penyelenggaraan pemilu terutama sebagai solusi untuk mencegah terjadinya konflik dalam pelaksanaan pemilu, terutama dalam pilkada secara langsung.

PENYELENGGARA PEMILU

Pemilu secara langsung adalah wujud kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan demokratis. Penyelenggaraan pemilu secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dapat terwujud jika dilaksanakan oleh penyelenggara pemilu yang mempunyai integritas, profesionalitas, dan akuntabilitas.

Dalam Undang-Undang No 22/2007 diatur mengenai penyelenggara pemilu oleh KPU, yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Sifat nasional mencerminkan bahwa wilayah kerja dan tanggung jawab KPU mencakup seluruh wilayah Republik Indonesia. Sifat tetap menunjukkan KPU sebagai lembaga yang menjalankan tugas secara berkesinambungan meski dibatasi masa jabatan tertentu. Sifat mandiri menegaskan KPU dalam pemilu, bebas dari pengaruh pihak manapun.

KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota sebagai penyelenggara pemilu yang permanen dalam menjalankan tugas bertanggung jawab sesuai dengan peraturan perundang-undangan. KPU memberikan laporan pada DPR dan Presiden. UU No. 22/2007 juga mengatur pembentukan panitia pemilihan yang meliputi PPK, PPS, KPPS dan PPLN serta KPPSLN yang merupakan penyelenggara pemilu yang bersifat ad hoc.

Dalam pemilu, diperlukan pengawasan untuk menjamin agar pemilu benar-benar dilaksanakan berdasarkan asas pemilu dan peraturan perundang-undangan. Untuk mengawasi KPU, UU No 22/2007 mengatur mengenai Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang bersifat tetap. Fungsi pengawasan intern oleh KPU dilengkapi dengan fungsi pengawasan ekstern yang dilakukan oleh Bawaslu serta Panwaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Lapangan, dan Panwaslu Luar Negeri. Pembentukan Panwaslu tidak dimaksudkan mengurangi kemandirian dan kewenangan KPU sebagai penyelenggara pemilu.

Adanya KPU yang profesional membutuhkan Sekjen di tingkat pusat dan sekretariat KPU Provinsi dan sekretariat KPU Kabupaten/Kota di daerah sebagai lembaga pendukung yang profesional dengan tugas utama membantu teknis administratif, termasuk pengelolaan anggaran. Untuk membantu lancarnya tugas-tugas KPU, juga dapat diangkat tenaga ahli yang sesuai dengan kebutuhan dan berada di bawah koordinasi Sekjen KPU.

Untuk mewujudkan KPU dan Bawaslu yang punya integritas dan kredibilitas sebagai Penyelenggara Pemilu, disusun dan ditetapkan Kode Etik Penyelenggara Pemilu. Agar Kode Etik dapat diterapkan, maka dibentuk Dewan Kehormatan KPU, KPU Provinsi, dan Bawaslu.

Untuk mendukung kelancaran penyelenggaraan pemilu, Undang-Undang No. 22 Tahun 2007 juga mengamanatkan agar Pemerintah dan pemerintah daerah memberikan bantuan dan fasilitas yang diperlukan oleh KPU dan Bawaslu.

PERMASALAHAN

Dari pengalaman pemilu, baik pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD serta Presiden dan Wapres, ditambah pilkada, teridentifikasi banyak timbul permasalahan yang berpotensi konflik. Konflik yang paling tajam justru terjadi pada pilkada.

Munculnya konflik saat pilkada memang sudah diprediksi sebelumnya. Rentang daerah pemilihan yang pendek dan terbatas memungkinkan lebih mudahnya terjadi akumulasi perbedaan yang berujung pada intensitas konflik tajam. Di dalam pilkada, jarak antara pasangan calon dengan pendukungnya sangat dekat. Demikian juga jarak antara pendukung satu dengan lainnya. Konsekuensinya, emosi mereka menjadi lebih kuat dan karenanya lebih sulit dikendalikan manakala masing-masing berusaha memaksakan diri sebagai pemenang.

Selain itu, UU yang mengatur pilkada langsung juga memiliki cela bagi lahirnya konflik politik yang menjurus ke arah kekerasan. Misalnya, pintu pencalonan di dalam pilkada hanya melalui partai politik atau gabungan dari partai politik (alternatif calon independen masih menunggu amandemen terbatas UU 32/2004 tentang Pemerintah Daerah). Aturan demikian hanya memungkinkan tokoh-tokoh yang dekat dengan partai politik saja yang bisa menjadi calon. Padahal, di banyak daerah ditemui tokoh-tokoh lokal yang popular dan dipandang memiliki kualifikasi cukup baik tetapi tidak berafiliasi kepada partai tertentu.

Jika dilihat dari sisi pendekatan kelembagaan semata, aturan seperti itu memang tidak bermasalah dan memiliki argumen yang kuat. Partai politik, di dalam pendekatan demikian, dipandang sebagai instrumen dari masyarakat untuk memperjuangkan kepentingan-kepentingan dari para konstituennya. Masalahnya, akhir-akhir ini, tingkat kepercayaan rakyat terhadap partai politik mengalami degradasi, dan dipandang tidak cukup refresentatif berbuat untuk rakyat, malah melakukan manipulasi. Partai politik, dalam situasi demikian, tidak bisa lagi mengklaim sebagai satu-satunya lembaga yang memperjuangkan kepentingan-kepentingan rakyat.
Di sisi lain, dalam melakukan penyaringan terhadap pasangan calon yang akan diajukan, partai politik tidak jarang melakukannya secara tidak transparan. Partai politik di dalam situasi demikian, lalu tidak bisa menjalankan peran sebagaimana dikehendaki para konstituennya.

Di dalam Pilkada, partai politik yang seharusnya berperan, acapkali dalam menetapkan pasangan calon kadang tidak berbanding lurus dengan kehendak para konstituennya. Dalam beberapa kasus, yang dicalonkan oleh partai bukan saja tokoh yang selama ini dekat partai, melainkan orang-orang yang membangun patronase dengan imbalan materi kepada pucuk-pucuk pimpinan partai. Di sini, mekanisme tidak jalan. Implikasinya, pasangan calon yang diajukan partai politik tidak selalu selaras dengan keinginan konstituen. Munculnya demonstrasi di sejumlah daerah yang menolak pasangan calon dari partai tertentu merupakan refpleksi dari realitas ini.

Adanya otoritas partai politik yang besar di dalam memutuskan pasangan calon sebagai salah satu potensi yang menyulut konflik, akan lebih tajam manakala di dalam partai politik itu juga terdapat konflik internal berkepanjangan. Di dalam menghadapi masalah seperti ini yang menjadi rujukan adalah kepengurusan partai yang sudah terdaftar di KPU Provinsi atau Kabupaten/Kota. Hanya saja, masalahnya konflik internal partai di daerah acapkali berkaitan dengan konflik internal di DPP.

Kadang, pengelola partai yang terlibat di dalam konflik itu, dalam banyak kasus, sama-sama memiliki relasi kuat dengan akar rumput. Di dalam kondisi demikian, masing-masing elite politik yang berkonflik berusaha menggeret massa pendukungnya, sebagai upaya show of forces bahwa mereka memiliki pendukung yang kuat. Implikasinya, konflik menjadi lebih terbuka lalu lebih sulit dihindarkan, karena sama-sama memperalat massa akar rumput yang tidak kecil. Dalam hal ini para elit justru menjadi penstimulasi konflik.

Di samping itu, kondisi masyarakat Indonesia, termasuk di daerah yang majemuk, baik secara vertikal maupun horisontal. Sejarah mencatat bahwa konflik-konflik sosial dan politik yang pernah terjadi, tidak lepas dari kemajemukan seperti ini.
Undang-undang nomor 22/ 2007 tentang penyelenggara pemilu telah berusaha mereduksi semua kelemahan yang terdapat pada pelaksanaan pemilu, akan tetapi potensi konflik-konflik masih tetap muncul. Hal ni menggambarkan betapa sesungguhnya peluang konflik masih saja akan terjadi, untuk itu independensi, kompetensi, integritas, dan profesionalisme penyelenggara pemilu menjadi kunci utama berhasilnya pelaksanaan pemilihan umum secara demokratis.

PEMBAHASAN

Berangkat dari realitas diatas paling tidak terdapat lima sumber potensial yang dapat memicu konflik di dalam Pilkada. Pertama adalah konflik yang bersumber dari mobilisasi atas nama etnik, agama, daerah, dan darah. Kedua, konflik bersumber dari black campaign antar pasangan calon. Ketiga, konflik bersumber dari premanisme politik dan pemaksaan kehendak. Keempat, konflik bersumber pada manipulasi dan kecurangan penghitungan suara hasil Pilkada. Terakhir adalah konflik bersumber dari perbedaan penafsiran terhadap aturan main penyelenggaraan Pilkada.

Secara politik, munculnya konflik memang wajar saja terjadi. Di setiap usaha memperebutkan dan mempertahankan kekuasaan tidak lepas dari konflik. Adanya pilkada secara langsung merupakan mekanisme untuk mengelola konflik agar tidak menjurus kepada aksi kekerasan. Karena itu, masih menguatnya intensitas konflik yang disertai aksi kekerasan, memperlihatkan masih belum kuatnya kelembagaan di dalam penyelenggaraan pemilu secara langsung. Terdapatnya konflik yang menjurus pada munculnya aksi kekerasan itu juga tidak lepas dari adanya budaya politik masyarakat yang masih bernuansa konfliktual daripada integratif. Dalam situasi seperti ini, intensitas perilaku konflik itu cenderung meningkat bukan semata-mata karena aspek kelembagaan, melainkan karena pilihan-pilihan yang berbeda. Manakala pilihan itu didasarkan pada kutub ‘kita’ dan ‘mereka’, dan disertai ketidakpercayaan kepada lembaga-lembaga penengah, benturan-benturan antara kelompok tidak bisa lagi dielakkan. Hanya saja, arus massa yang mengarah pada aksi kekerasan itu juga tidak lepas dari elite politik yang memiliki kepentingan langsung di dalam Pilkada. Di Kabupaten Kaur, misalnya, munculnya aksi kekerasan itu tidak lepas dari sikap yang tidak mau menerima kekalahan serta ketidakkepercayaan pada lembaga penengah (termasuk di dalamnya adalah MA atau PT) dari pasangan calon.

Sejak Juni 2005 hingga Juni 2007, telah dilaksanakan pilkada di 285 dari 440 kabupaten/kota dan di 15 dari 33 provinsi di Indonesia. Dari identifikasi empiris penyelenggaraan pilkada, pemerintah menyimpulkan paling tidak ada tujuh potensi penyebab konflik pilkada, yaitu: (1) tidak akuratnya data pemilih, (2) persyaratan administratif pasangan calon yang tidak lengkap, (3) permasalahan internal parpol terhadap penetapan pasangan calon, (4) adanya kecenderungan KPU daerah tertentu tidak independen, tidak transparan dan memberikan perlakuan berbeda terhadap pasangan calon, (5) adanya dugaan money politic, (6) pelanggaran terhadap rambu-rampu penyelenggaraan Pilkada, dan (7) penghitungan suara yang tidak akurat. Ketujuh hal ini perlu diantisipasi agar pilkada mampu menghasilkan pemimpin yang dipilih secara demokratis. Terakhir pada kasus Sulawesi Selatan putusan lembaga peradilan juga berpotensi menyebab timbulnya konflik.

Salah satu penyebab konflik politik dapat berkembang menjadi anarkis adalah jabatan kepala daerah sebagai pimpinan birokrasi di daerah tersebut menjanjikan keuntungan ekonomi dan politik yang besar bagi mereka yang memenangi kontes pilkada. Institusi birokrasi selama ini dipandang sebagai tempat amat strategis bagi para kepala daerah untuk membangun konsesi ekonomi-politik dan praktik-praktik KKN bernilai uang cukup besar bagi para aparatus daerah. Maka, tidak mengherankan apabila momentum pilkada disambut antusias para politisi, dengan para donatur di belakangnya yang berani mempertaruhkan jumlah uang cukup besar untuk memenangi ajang pilkada. Ketika tidak terpilih, tidak mengherankan mereka akan mendorong massa pendukungnya melakukan protes yang menyulut konflik.

Antisipasi terhadap konflik pilkada juga harus memerhatikan reformasi birokrasi sebagai salah satu langkah secara gradual dalam pengelolaan konflik. Jika mekanisme hukum ditegakkan dan penindakan terhadap kasus-kasus KKN dilakukan untuk melaksanakan good governance, secara perlahan ajang pilkada tidak lagi diperebutkan sebagai sarana mendapatkan keuntungan materi dan politik bagi para aktornya, namun sebagai sarana melayani publik serta mensejahterakan rakyat. Maka, hanya kalangan yang berkomitmen tinggi yang akan memasuki arena pilkada. Sementara kekalahan yang dialami, karena tidak menyertakan jumlah materi yang besar, tidak akan menghasilkan konflik berkepanjangan.

Antisipasi terhadap konflik yang destruktif dalam pilkada harus mempertimbangkan faktor penguatan masyarakat sipil dan modal sosial berupa kepercayaan antara warga dan elemen-elemen masyarakat sebagai salah satu dimensi pengelolaan konflik. Pada konteks ini, tersedianya modal sosial kultural berupa kepercayaan dari setiap warga dan terbukanya ruang dialog akan berguna untuk mentransformasikan konflik politik.
Kemampuan elemen masyarakat membuka saluran-saluran komunikasi untuk melihat setiap persoalan yang muncul berguna untuk mengatalisasi konflik. Ketika persoalan muncul, pertimbangan rasional dan jernih berbasis social trust akan mereduksi cara-cara kekerasan. Social trust antara warga dan keterbukaan ruang publik akan membuat warga semakin peka terhadap lingkungan sosial maupun provokasi dari luar atau elite yang akan mengguncang stabilitas di wilayah tersebut.

Ketika pengelolaan konflik telah dipertimbangkan matang dengan melibatkan komunikasi antara elemen masyarakat sipil, politisi, pemerintahan, dan pelaku ekonomi, perhelatan pilkada akan berlangsung dengan damai dan dinamis tanpa mengorbankan stabilitas politik di daerah.

Tujuan utama penyelenggara pemilu adalah mengantar pemilu yang bebas dan adil kepada para pemilih. Untuk itu, KPU harus melakukan semua fungsinya dengan dengan tidak berpihak dan secara efektif harus menyakinkan bahwa integritas setiap proses atau tahapan pemilu terlindungi dari oknum-oknum yang tidak kompeten dan yang ingin bertindak curang. Kegagalan memenuhi tugas yang paling sederhana pun tidak hanya mempengaruhi kualitas pelayanan, tapi juga akan menimbulkan persepsi publik tentang kompetensi dan ketidakberpihakan dari aministrator pemilu.

Penyelenggaraan pemilu yang bebas, adil, dan ideal untuk melaksanakan pemilu harus memperhatikan hal berikut: Pertama, adanya kemandirian dan ketidakberpihakan. KPU tidak boleh menjadi alat yang dikendalikan oleh seseorang, penguasa atau partai politik tertentu. KPU harus berfungsi tanpa bias atau kecenderungan politis. Adanya dugaan kebohongan menyebabkan persepsi publik akan bias atau dugaan adanya intervensi akan berdampak langsung tidak hanya pada kredibilitas lembaga yang berwenang, tetapi juga pada keseluruhan proses pemilu.

Kedua, Efisiensi. Efisiensi adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan kredibilitas proses pemilu. Pada saat dihadapkan dengan dugaan-dugaan dan contoh-contoh ketidakmampuan, sulit bagi lembaga pemilu untuk mempertahankan kredibilitasnya. Efisiensi menjadi sangat penting dalam proses pemilu ketika terjadi masalah di tingkat teknis dan masalah-masalah yang dapat menstimulasi kericuhan dan pelanggaran aturan. Berbagai faktor mempengaruhi efisiensi, misalnya staf yang kompeten, profesionalisme, sumber daya, dan yang terpenting adalah waktu yang cukup untuk mengorganisir pemilu.

Ketiga, Profesionalisme. Pemilihan umum juga memiliki arti penting dalam fungsi demokrasi dimana anggota KPU harus memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai prosedur pemilihan umum dan filosofi pemilihan umum yang bebas dan adil, diberi wewenang untuk melaksanakan dan mengatur proses tersebut.

Keempat, Kompeten, tidak berpihak dan penanganan yang cepat terhadap pertikaian yang ada. Ketetapan undang-undang harus dijabarkan pada hal yang sangat operasional sehingga setiap anggota KPU dapat mengatasi setiap permasalahan yang muncul dalam memproses dan menengahi keluhan atas pelaksanaan pemilu, seperti dugaan kecurangan ataupun konflik antar kelompok atau dalam regulasi yang bersifat memaksa sekalipun. Partai-partai politik, dan masyarakat pada umumnya berkeinginan agar keluhan mereka didengar dan ditindak lanjuti dengan cepat dan efisien oleh KPU atau lembaga terkait. Kredibilitas administrasi KPU, pada banyak kesempatan, tergantung pada kemampuan untuk mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan keluhan-keluhan dalam pemilu. Berhadapan dengan kekhawatiran dan kecurigaan yang biasanya hadir pada masa transisi, KPU harus memiliki sumber daya dan kompeten memahami aturan untuk dapat memenuhi harapan masyarakat dalam memastikan terselenggaranya pemilu yang bebas dan adil.

Kelima, Transparansi. Keseluruhan kredibilitas dari proses pemilihan umum secara substansial tergantung pada semua yang berkepentingan, baik KPU, Panwaslu, Partai Politik, pemerintah maupun masyarakat untuk ikut terlibat dalam formasi dan fungsi dari struktur dan proses pemilu. Dalam hal ini, komunikasi dan kerjasama semua stakeholder: KPU, panwaslu, partai politik dan institusi-institusi dalam masyarakat harus dibangun atas dasar collective action untuk kepentingan bersama.

KESIMPULAN

Dari pembahasan yang dilakukan diatas menunjukkan bahwa peraturan perundang-undangan memang menjadi sebuah kebutuhan mendasar sebagai acuan dan regulasi penyelenggara pemilu (KPU) melakukan tugas-tugasnya untuk mengawal suara rakyat agar sesuai dengan tujuan pelaksanaan Pemilu itu sendiri. Hal ini sangat diperlukan karena sebagai salah satu bentuk perwujudan kedaulatan rakyat. Tanpa organisasi penyelenggara pemilu yang independen, kredibel, Akuntabel dan profesional menjadi mustahil untuk mencapai cita-cita demokrasi mewujudkan kedaulatan rakyat yang sesungguhnya, tetapi malah memicu terjadinya konflik.

Kamis, 07 Februari 2008

Masyarakat Lembak Siap Pasang Badan


Senin, 04-Februari-2008, 09:08:17
(Boulduser Siap Menghancurkan Cagar Alam Danau Dusun Besar, photo by usman yasin)

BENGKULU- Rencana warga Lembak untuk melakukan aksi demo menentang pembangunan Vila dan rencana dibukanya jalan lingkar (ring road) Simpang Empat Nakau – Air Sebakul, tampaknya bukan gertak sambal belaka. Buktinya, saat ini warga lembak sedang mematangkan rencana demo. Hal ini diungkapkan Pimpinan Yayasan Lembak, Ir. Usman Yassin, M.Si.

“Saat ini, kita tengah mengatur strategi, serta mengumpulkan massa yang tergabung dalam 21 kelompok tani se Kota Bengkulu. Anggotanya terdiri 30 orang dalam 1 kelompok tani. Ini akan kita kumpulkan guna merapatkan barisan demi terjaganya ekosistem Cagar Alam Dusun Besar,” tegas Usman.

Dikatakan, para petani yang ada di sekitar Cagar Alam Dusun Besar (CADB) juga siap turun aksi. Sebab, mereka mengandalkan penghidupan dari danau dendam tak sudah (DDTS). Dikhawatirkan, pembangunan vila di tepi danau tersebut akan merusak ekosistem danau.
“Warga sudah siap melakukan aksi dalam waktu dekat.

Yang jelas kami akan melakukan aksi, jika strategi telah dibentuk maka aksi akan dilakukan,” tambahnya.
Seperti diketahui, ada dua masalah yang menyulut amarah masyarakat Lembak. Pertama, pembangunan Vila di tepi DDTS.

Kedua, rencana dibukanya jalan dari Simpang Empat Nakau menuju Air Sebakul yang melintasi kawasan CADB. Pembukaan jalan tersebut dikhawatirkan membuka peluang perambahan. Sehingga kawasan CADB yang menjadi daerah tangkapan air terancam rusak. Dampaknya, para petani yang berada di hilir DDTS terancam.

“CADB merupakan salah satu cagar alam di tengah kota, yang memilki banyak potensi alam mulai dari danau, tumbuhan, maupun yang lainya, CADB juga dapat dijadikan sumber ekonomi dengan keadaan alam yang indah dengan Danau,” terang Usman Yasin.

Pada bagian lain, Usman juga mendesak pemerintah melakukan penghijauan di sekitar DDTS. “Kami tidak main-main untuk melakukan aksi. Jika hal buruk tidak mau terjadi maka perhatikan aspirasi kami ini, sebab CADB merupakan warisan nenek moyang kami dulu, hal tersebut mesti kami perjuangkan,” ancamnya.

Pembangunan Vila saat ini hanya beberapa meter dari bibir danau. Berdasarkan UU No 41/1999 tentang Kehutanan, aktifitas pengrusakan dalam kawasan konservasi merupakan tindak pidana. “Kami tidak setuju, kalau CADB dilakukan pengrusakan oleh tangan yang tidak bertanggung jawab,” bebernya.

Sementara itu, tokoh pemuda Lembak Panorama, Heri Aprianto menegaskan Villa tidak boleh dibangun di tepi danau karena tidak sesuai aturan yang ada. “Kami Pemuda Lembak Panorama siap melakukan aksi, baik secara anarkis maupun secara baik-baik, demi untuk mempertahankan tanah warisan nenek moyang kami,” tegasnya. (cw4)

sumber: http://www.harianrakyatbengkulu.com

Kamis, 31 Januari 2008

Warga Lembak Susun Kekuatan

Warga Lembak Susun Kekuatan
Cagar Alam Harus Jadi Perhatian
Jumat, 25-Januari-2008, 09:16:55


BENGKULU – Pemerintah harus menjadikan Cagar Alam Dusun Besar (CADB) sebagai perhatian. Sebab, jika dibiarkan, kondisi cagar alam seperti zaman 1882 ini, akan semakin rusak. Padahal, CADB merupakan satu-satunya cagar alam di tengah kota. Dan menjadi sumber ekonomi potensial. Hal ini ditegaskan Ketua Adat Masyarakat Dusun Besar, Abdullah Thaib Taher, S.Pd.I kepada RB kemarin.

Menurutnya, isu demo semakin meluas di kalangan masyarakat. Terutama sekitar 4.000 petani di sekitar Danau Dendam Tak Sudah. Karena ketergantungan terhadap kelestarian Danau Dendam sangat tinggi. “Masyarakat dan petani sudah resah. Kita minta rencana pembangunan di bibir Danau Dendam itu dibatalkan.

Jangan sampai keresahan ini menjadi bergejolak,” ancam mantan Koorlap Demo Masyarakat Lembak di zaman Gubernur Hasan Zen ini.
Selain itu, lanjut guru Madrasyah Ibtidayah Nurul Huda Jembatan Kecil ini, mendesak pemerintah daerah, agar memprogramkan penghijauan di sekitar Danau Dendam. “Jika tidak mampu menjaga, hendaknya jangan dirusak,” ketusnya.

Abdullah menyayangkan sikap ‘lepas tangan’ BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) Provinsi Bengkulu. Padahal seingatnya, tahun 1980-an, setiap warga yang ingin mengambil kayu untuk pondok sawah atau dapur rumah, ditangkap. “Kok sekarang tidak tegas. Bagaimana mungkin tidak masuk kawasan, sementara jarak pembangunan dari bibir danau tinggal 2 meter. Lantas, untuk apa ada kalimat radius 500 meter di UU No 41/1999 tentang kehutanan,” sesalnya.

Abdullah Thaib Taher menegaskan, tetap akan mengedepankan rasionalitas. Agar didapat solusi yang tepat untuk kemajuan bersama. Jika memang Danau Dendam ingin ditata sebagai kawasan wisata alami, tentunya masyarakat Lembak akan mendukung. “Kami menolak pengrusakan cagar alam,” ulangnya.

Dari informasi di lapangan, diduga rencana pembangunan villa tersebut bakal dilakukan oleh keluarga Gubernur Agusrin M. Najamuddin. Seperti diakui Lurah Dusun Besar, H. Kaludin Nur. “Kabarnya punya keluarga Gubernur. Tapi kami tidak tahu karena tidak pernah dilibatkan. Tahu-tahu sudah gusur,” ujar pak Lurah.

Dari catatan, lokasi itu milik Bachtiar Hosen. Namun, sekarang tidak diketahui, apakah masih miliknya atau sudah berpindah tangan. Lahan yang diratakan dengan alat berat itu masuk wilayah RT II. “Seharusnya tanggungjawab BKSDA menjaga cagar alam. Kalau kami ini, orang kecil,” ujarnya.

Ketika dikonfirmasi, adik kandung Gubernur Agusrin, Sultan B. Najamuddin membantah hal itu. Menurutnya, tidak ada satupun keluarga Gubernur yang membangun villa di bibir Danau Dendam. “Wah isu dari mana itu. Kalau ada yang membangun villa di sana, itu bukan keluarga Agusrin,” tegasnya.

Bahkan, Sultan secara pribadi mendukung untuk diusut tuntas. Sebab hal itu sudah berkaitan dengan nama besar keluarga. “Sudah terlalu banyak nama kita dibuat negatif,” tandasnya. (joe)

Selasa, 22 Januari 2008

Jalan Melintas Cagar Alam Danau Dusun Besar Di Tolak!

Tokoh Lembak Tolak Jalan Nakau “Dibuka”
Hari Ini, Batas Akhir Truk Masuk Kota

Senin, 21-Januari-2008, 09:17:54


BENGKULU – Rencana membuka kembali jalan lingkar (ring road) Simpang Empat Nakau – Air Sebakul ditentang keras oleh masyarakat Lembak. Sejumlah tokoh masyarakat Lembak ketika dihubungi koran ini mengakui rencana membukan jalan tersebut kini menjadi pembicaraan hangat di kalangan masyarakat Lembak.



“Dampak negatifnya sangat banyak sekali bila jalan itu dibuka kembali. Dulu Hasan Zen (Gubernur Bengkulu yang lama) berani menutup jalan itu, setelah melalui pertimbangan yang matang. Dia mempertimbangkan nasib ribuan petani yang mengandalkan air danau dendam. Kalau jalan itu dibuka, maka akan berpotensi merusak daerah tangkapan air,” ujar salah seorang tokoh masyarakat Lembak Drs. H. Zulkarnain Dali, M.Pd.

Dikatakan Zulkarnain, pihaknya akan membicarakan rencana membuka jalan Nakau – Air Sebakul tersebut secara arif dan bijaksana. Dia mengakui, keinginan membuka jalan itu untuk mensiasati truk-truk tidak masuk dalam Kota.

“Tapi kalau soal jalan lingkar, bisa dicari solusi yang lain. Kita minta masalah ini dipertimbangkan betul dan dikaji secara mendalam. Kita buka menentang program pemerintah, tapi kita memikirkan nasib ribuan warga yang bakal terkena imbas dari dibukanya jalan itu,” tandas Zulkarnain yang juga Ketua Yayasan Bengkulu Bangkit (YBB).

Seperti diketahui, jalan lingkar Simpang Nakau – Air Sebakul dulu sempat ditutup setelah terjadi protes warga Lembak. Masalahnya, jalan tersebut melewati kawasan Cagar Alam Dusun Besar (CADB). Bila jalan tersebut dibuka, sama saja mengundang para perambah masuk sehingga bisa merusak kawasan tangkapan air. Bila daerah tangkapan air rusak, maka debit air Danau Dendam Tak Sudah (DDTS) akan merosot dan mengancam kelangsungan sawah para petani di daerah Tanjung Agung, Tanjung Jaya, Sawah Lebar, Semarang, Sukamerindu.

Perkembangan terbaru, dengan ditutupnya jalan lingkar tersebut, truk-truk sawit dan batubara kini melewati jalan dalam Kota. Akibatnya, banyak jalan dalam Kota yang rusak. Sopir truk tidak punya pilihan lain, karena tidak ada alternatif jalan lingkar. Inilah yang mendasari munculnya wacana untuk membuka kembali jalan lingkar Simpang Empat Nakau – Air Sebakul yang menelan biaya miliaran rupiah.

Di termpat terpisah, Ketua Yayasan Lembak, Ir Usman Yasin, M.Si menyampaikan hal senada. “Kalaupun akhirnya pemerintah, ingin membuka kembali jalur tersebut harus disertai dengan kajian ilmiah yang mendalam. Tidak seperti, pembangunan jalan yang dilakukan sebelumnya. Asal bikin, tidak menghitung dampak selanjutnya akibat dibukanya lahan cagar alam. Jika hal ini terulang kembali, itu artinya yang membangun sama seperti keledai. Mau dua kali jatuh, ditempat yang sama,” berang Usman.

Menurut Usman, pada prinsipnya, pihaknya masih berpatokan dengan hasil keputusan yang ditandatangai Walikota, pada akhir 2002 lalu yang berisikan ditutupnya pembangunan jalan kerena dapat merusak habitat alam yang ada disekitar jalan.

“Keputusan tersebut, juga didukung Gubernur pada waktu itu (Alm. Hasan Zen,red). Kawasan cagar alam, tidak boleh diutak-atik kecuali untuk kepentingan penelitian dan observasi,” kata Usman.
Hasil dari kajiannya, dengan telah ditutupnya jalan sejak 2002 lalu berdampak sangat besar bagi peningkatan kehidupan petani. Dari segi ekonomi, petani dapat menanam padi 2-3 kali setahun. Setiap panen, selalu diiringi turunnya harga beras antara Rp 200-Rp 500.

“Itu artinya, selain petani yang diuntungkan dengan lancarnya proses tanam padi akibat tercukupinya kebutuhan air. Warga Bengkulu pun juga diuntungkan, dengan turunnya harga tersebut. Dalam setahun petani yang berjumlah 1000 KK, dengan luas areal sawah 700-an hektar dapat mensubsisdi pemerintah senilai Rp 10 M/tahun.

Dari turunnya harga tersebut,” beber Usman.
Keuntungan lainnya dari ditutupnya jalan tersebut, terselamatkannya sejumlah ekosistem dan habitat alam yang ada di kawasan cagar alam. Seperti, Aggrek Vanda Hookeriana yang mendapatkan sertifikasi anggrek klas satu dari kerajaan Inggris.

“Itu semua yang perlu dikembangkan, bukannya mengembangkan sarana fisik. Kembangkan sektor pariwisata, hasilnya akan sangat memuaskan bagi pendapatan daerah nantinya nantinya,” tambah Usman.
Pihaknya memberikan solusi yang dinilai, berdampak luas bagi pembangunan daerah tanpa perlu merusak areal cagar alam. Yakni dibukanya rute alternatife bagi angkutan batubara dari arah utara, Talang Pauh- Linggar Galing- Tl Tengah- Pd Kubang-Bentiring-Tb Pasemah-Kembang Seri.

“ Selain tidak mengganggu cagar alam, dampak dari dibukanya rute tersebut adalah untuk pengembangan wilayah pembangunan. Kalau saya pribadi malah menganjurkan tambang batubara itu ditutup saja, karena terbukti hanya menguntungkan pengusaha dan pejabat. Berapa sih yang mereka sumbangkan kepada daerah, sangat tak sebanding dengan kerusakan yang ditimbulkan,” imbuh Usman.

Kasi Dishub Provinsi, Drs. Sanuludin mengatakan jika jalur ring road tersebut sudah selesai, tentunya tidak akan perlu lagi memutar terlalu jauh seperti rute yang telah ditetapkan. Hanya saja terkendala dengan habitat alam yang ada disekitar jalur yang akan dibuat tersebut.

Jalur yang ditetapkan Dishub untuk angkutan batubara dari arah utara akan melewati langsung ke Unib-Jl. Kalimantan-Sp Kp Bali-Jl Halmahera-Sp Nakau-Jl raya Tl Empat-Sp Kembang Seri-Air Sebakul-Sp Dewa-P.Baii. Sedangkan dari arah selatan,melewati Sp.Betungan-Pk Sabtu-Ter.Air Sebakul-Sp Pagar Dewa- Pulai Baai. Berlaku efektif mulai hari ini.(oce)

Sumber Rakyat Bengkulu (http://www.harianrakyatbengkulu.com

Vanda Hookeriana Sebagai Ratu Anggrek dan First Class Sertificate dari Kerajaan Inggris

Vanda Hookeriana Sebagai Ratu Anggrek dan First Class Sertificate dari Inggris
Anggrek pensil (Vanda hookeriana) asal Bengkulu ini adalah jenis anggrek langka. Anggrek yang banyak diminati para pencinta bunga itu hidup menumpang pada bunga bakung (Crinum asiaticum). Langkanya anggrek ini, dikarenakan habitat anggrek yang ada di Cagar Alam Dusun Besar (CADB), Bengkulu sudah rusak oleh tangan manusia.

Untuk mencegah kepunahan anggrek pensil, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu telah mencoba mengembangbiakkan anggrek ini. Uji coba pengembangbiakan anggrek langka itu di Danau Dendam Tak Sudah (DDTS), Bengkulu. Pada Februari 2005 ditanam sebanyak 20 batang, dan April 2006 sebanyak 7 batang. Ternyata anggrek tersebut dapat tumbuh subur di DDTS.

Pada bulan Juni ini BKSDA akan menanam kembali 20 batang anggrek hasil penangkaran yang dilakukan oleh BKSDA. Demikian dikatakan Kepala BKSDA Bengkulu, Yohanes Sudarto, Rabu (6/6).
Anggrek pensil memiliki keindahan yang khas. Kesegaran bunga ini dapat mencapai 22 hari. Pada tahun 1882 anggrek ini dinobatkan sebagai "Ratu Anggrek" dan mendapat hadiah "First Class Certificate" dari pemerintah Inggris.

Selasa, 11 Desember 2007

Untuk Villa Cagar Alam Di Gusur


Untuk villa, cagar alam digusur

Cagar Alam Dusun Besar Danau Dendam Tak Sudah (DDTS), salah satu cagar alam di kota Bengkulu mulai terdesak geliat pariwisata internasional terpadu yang sedang digalakkan Pemerintah Propinsi Bengkulu. Visibility Studynya dan pengerjaan perataan tanah sudah dilakukan.

Gubernur Bengkulu, Agusrin M. Najamuddin membenarkan hal itu. Diungkapkannya, "Dalam 2,5 bulan ke depan, terhitung Agustus ini dari hasil Visibility Study nanti, akan ketahuan apa yang akan dibangun di kawasan tersebut dengan tanpa merusak lingkungan yang ada."

Isu hangat yang berkembang, penggusuran ini untuk pembangunan villa atau hotel. Sebagaimana diungkapkan oleh Paiwin, salah seorang warga di sekitar jalan danau,"Tanah ini punya kerabat Gubernur, dan rencananya akan dibangun villa milik pribadi."

Sementara itu, Kepala BKSDA, melalui Kasie. Konservasi Wilayah II, Ir. Made Rimbawan, M.si, mengakui bahwa pihaknya telah menerima pemberitahuan mengenai pembangunan di sekitar danau, dan hingga saat ini pihaknya juga sudah melakukan pengecekan dan melakukan pengukuran. "Bangunan yang akan dibangun di kawasan ini harus berkoordinasi dengan BKSDA," tegasnya.

Sedangkan bangunan yang berada di luar kawasan hutan tidak ada aturan yang mengaturnya. Sebelumnya, habitat flora langka, aggrek pensil (Vanda hookerina) ini, kondisinya memang sudah sangat mengkhawatirkan. Dari 577 ha, semenjak penunjukan kawasan ini berdasarkan SK.Menhut No.420/KPTS-II/1999 pada 15 Juni 1999, kondisi hutannya hanya kurang dari 52 ha yang masih terlihat sekarang. 70 persen kawasan ini rusak akibat perambahan, persawahan dan perusakan habitat anggrek pensil.

Pemda pun belum memaksimalkan pemulihan kawasan ini. Akibatnya Danau Dendam Tak Sudah mengalami penurunan debit air tiap tahunnya.

Sementara itu di tempat berbeda, terkait dengan rencana pembangunan di kawasan cagar alam ini, Direktur Eksekutif Yayasan Lembak, Ir. Usman Yassin, M.si, ketika ditemui di ruang kerjanya mengungkapkan fakta yang lebih mengejutkan lagi. Dari hasil investigasi mereka ada dua patok batas kawasan yang telah hilang.

"Temuan tim kami di lapangan berupa dua patok yang hilang bernomor 100 dan 101. Ini jelas indikasi pelanggaran," tandasnya.

Menurutnya, penghilangan patok batas di kawasan melanggar UU No.41 tahun 1999, tentang Kehutanan, yaitu Pasal 50 ayat 3 Point C. "Proses pemantauan akan terus kami lakukan, rasanya sudah cukup kita merusak yang sudah ada, tak perlu lagi menambah kerusakan baru," lanjutnya.

(Sumber: http://www.beritabumi.or.id)

Rabu, 21 November 2007

Pakaian Adat

Pakai Adat Pengantin Suku Lembak Bengkulu

Image hosted by Photobucket.com
photo by usman yasin

Suku Lembak adalah salah satu suku asli yang ada di Kota Bengkulu. Dalam kehidupan sehari-hari Suku Lembak mempunyai tradisi dan budaya yang mencermin nilai-nilai Islami. Hal ini dapat dilihat dari kebiasan dan cara berpakaian yang biasa digunakan baik dalam keseharian maupun dalam acara-acara khusus. Gambar di atas adalah Pakaian adat yang biasa digunakan pada saat menikah, atau dipakai oleh anak-anak sebagai pendamping pengantin pada saat acara pernikahan.



Image hosted by Photobucket.com
Kesenian Sarapal Anam

Msyarakat Lembak juga mempunyai tradisi dan kesenian yang biasanya sering dipentaskan pada setiap acara yang mengiringi kegitan budaya-nya. Kesenian yang biasa ditampilkan pada moment acara adata ini dikenal dengan nama Bedikir atau Kesenian Sarapal Anam

Rabu, 22 Juni 2005

KESENIAN SARAVAL ANAM

Image hosted by Photobucket.com
photo by usman yasin

SARAVAL ANAM (Bedikir = berzikir) adalah salah satu bentuk kesenian pada Masyarakat Lembak yang sering disajikan pada acara pernikahan, acara aqiqah dan memperingati maulid Nabi Muhammad SAW

BUNGA RAFFLESIA

Image hosted by Photobucket.com
Photo by usman yasin

BUNGA RAFFLESIA

Rafflesia Arnoldii adalah salah satu jenis flora unik Indonesia yang dinobatkan sebagai "puspa langka nasional Indonesia". Ia mempunyai nama daerah yang beragam sesuai dengan bahasa penduduk kawasan tumbuhnya, seperti sekedai, ambun, bunga benalu, bunga hantu, ambai-ambai dan lain-lain. Ada beberapa macam bunga Rafflesia seperti Rafflesia Acehencis, Rafflesia Rochussenii, Rafflesia zollingeriana dan lain-lain yang tumbuhnya tersebar di beberapa daerah di kawasan Malenesia yang meliputi Malaysia, Indonesia dan Filipina. Tetapi jenis-jenis ini umumnya berukuran lebih kecil dengan penampilan saling berbeda. Rafflesia Arnoldii berukuran raksasa dan diketahui hanya terdapat di Sumatera dan penyebarannya berada di sepanjang punggung Bukit Barisan dari Aceh sampai Lampung dengan pusat ekologi di Bengkulu

Pertumbuhan Rafflesia Rrnoldii dimulai dengan perkecambahan yang terdapat di dalam kulit tumbuhan inang kemudian berkembang menjadi benang-benang

Proses terbentuknya bunga diawali oleh pembengkakan di dalam akar atau batang tumbuhan inang serta terbentuknya kuncup. Kuncup ini terus membesar sampai secara perlahan merobek permukaan. Kulit inang pecah sehingga terlihat bagian kuncup yang diliputi oleh braktea berwarna putih yang kemudian berubah menjadi coklat kehitaman. Pada diameter sekitar 25 cm, braktea tergeser dan terlepas satu persatu sehingga terlihat bagian bunga berwarna merah muda, bagian ini merupakan bagian yang kelak menjadi perigonium ( perhiasan bunga ). Braktea dapat dibedakan dari perigonium yaitu dari warnanya yang lebih gelap, lebih keras dan lebih tipis. Bunga mulai mekar dengan membukanya lobur perigonium satu persatu atau kira-kira pada saat kuncup berdiameter 30-35 cm. Lamanya perkembangan dari kuncup yang berdiameter 4 cm sampai bunga mekar ( diameter kuncup sekitar 34 cm ) diperkirakan 310 hari. Sedangkan waktu yang diperlukan dari fase biji sampai terbentuknya biji lagi diperkirakan selama 4,5 – 5 tahun.

Masa mekar sampai layu bunga Rafflesia Arnoldii biasanya 5-7 hari, kemudian membusuk dan biasanya akan dikerumuni lalat dan serangga lain. Rafflesia Arnoldii berbunga sepanjang tahun dan saat berbunga paling banyak adalah pada bulan-bulan basah.

Saat mekar, bunga Rafflesia Arnoldi mengeluarkan bau agak busuk. Sehingga ada yang menyamakan namanya dengan bunga bangkai ( Amorphophallus titanum ). Selain itu Rafflesia Arnoldii juga dikenal dengan sebutan “Padma Raksasa” karena ukurannya yang besar.

Bau busuk dari Rafflesia Arnoldii akan menarik berbagai jenis serangga terutama lalat. Lalat ini akan hinggap dari satu bunga ke bunga yang lain. Rafflesia Arnoldii merupakan tumbuhan berumah dua, sehingga dalam penyerbukannya memerlukan perantara yang berupa hewan. Lalat merupakan hewan utama yang membantu dalam penyerbukan. Lalat penyerbuk pada tumbuhan ini adalah Lucilia sp (lalat hijau) dan Sarchopaga ( lalat abu-abu ). Jika bunga betina dapat diserbuki maka akan dihasilkan buah yang berisi lebih dari 100 biji. Bunga jantan dan bunga betina akan sulit dibedakan apabila kita lihat dari luar karena kedua-duanya berwarna merah kecoklat-coklatan dengan bintik-bintik putih.

Biji Rafflesia Arnoldii yang terdapat pada jaringan buah yang terurai hanya dapat tumbuh pada tumbuhan inangnya bila terdapat hewan penyebar biji yang berfungsi sebagai pembawa biji dan melukai akar tumbuhan inang. Hewan yang berperanan dalam penyebaran biji ini diduga berasal dari mamalia berkuku ( ungulata ) seperti babi hutan, rusa, kijang dan jenis tupai.

TAPAN ILIM

Image hosted by Photobucket.com

Tapan Ilim (dalam Bahasa Lembak), cerano (dalam Bahasa Bengkulu), (Tempat Sirih dalam Bahasa Indonesia)

Tapan Ilim pada masyarakat adat Lembak digunakan sebagai lambang adat, biasanya digunakan untuk menyambut tamu penting dan acara adat lain-nya, digunakan pada acara bertunangan dan perkawinan. Dalam masyarakat Lembak tapan ilim merupakan prasyarakat terselenggaranya acara-acara diatas.

Rabu, 15 Juni 2005

ANGGREK VANDA HOOKERIANA

DANAU DENDAM TAK SUDAH

Indonesia terkenal dengan bermacam-macam tumbuhan bunga, seperti raflesia arnoldi yang banyak terdapat di Bengkulu. Selain raflesia arnoldi, di Bengkulu juga banyak tumbuh anggrek pensil atau vanda hookeriana yang biasa disebut anggrek vanda. Sayangnya, tanaman yang hanya tumbuh di Danau Dendam Tak Sudah, Bengkulu itu terancam punah menyusul maraknya perambahan hutan di lokasi tersebut. Hal itu dikemukakan Kepala Resor Sub Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam Bengkulu Usuluddin, baru-baru ini.

Menurut Usuluddin, biasanya anggrek vanda hidup menempel pada tanaman bakung atau crinum asiaticum. Konon, Gubernur Hindia Belanda, pada 1936, telah mengukuhkan kawasan Danau Dendam Tak Sudah menjadi kawasan cagar alam. Hal itu dilakukan untuk melindungi habitat langka yang ada. Saat itu, ungkap Usuluddin, kawasan tersebut hanya seluas 11,5 hektare. Namun, melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 602 Tahun 1992, kawasan tersebut diperluas menjadi 577 hektare.

Sayangnya, tambah Usuluddin, kini habitat anggrek vanda semakin rusak lantaran terdesak tanaman bakung. Malah, menurut hasil pengamatan Sub BSDA setempat, anggrek vanda telah sulit ditemukan. Selain itu, perambahan hutan yang juga menjadi faktor penyebab punahnya tanaman langka tersebut. Terlebih, kini, ada 200 kepala keluarga yang membuka lahan di areal cagar alam itu untuk pertanian dan pemukiman. Padahal, BKSDA setempat berulangkali meminta perambah segera meninggalkan lokasi tersebut melalui program transmigrasi. Namun, upaya tersebut gagal. Bahkan, berkembang berita sejumlah pejabat di Bengkulu juga memiliki lahan di kawasan hutan lindung itu. (Liputan 6 SCTV)

Minggu, 12 Juni 2005

SURAT TERBUKA UNTUK PEMDA KOTA & PROVINSI BENGKULU

SURAT TERBUKA BUAT PEMDA KOTA & PROVINSI BENGKULU
(Jawaban terbuka ini disampaikan atas keinginan pemda membuka kembali Jalan yang membelah Kawasan Cagar Alam Danau Dusun Besar Register 61)


Surat terbuka ini disampaikan atas undangan Bapeda Kota Bengkulu pada Hari Jum’at, 6 Mei 2005 di Pemda Kota Bengkulu, dengan inti keinginan untuk membuka kembali Jalur Jalan Terminal Air Sebakul dan Simpang IV Nakau pada trase Cagar Alam sepanjang lebih kurang 1,8 km.


Pasal 19 Undang-undang 5 Tahun 1990:
1. Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam
2. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 tidak termasuk kegiatan pembinaan habitat untuk kepentingan satwa dalam suaka marga satwa
3. Perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi mengurangi, menghilangkan fungsi dan luas kawasan suaka alam, serta menambah jenis tumbuhan dan satwa lain yang tidak asli

Pasal 40 undang-undang 5 tahun 1990
1. Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 200.000.000

Kami kembali mengingatkan:
Pada setiap sumpah jabatan, salah satu hal yang diungkapkan adalah:
...........bahwa saya akan selalu taat dalam mengamalkan dan mempertahankan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi negara serta segala peraturan perundangan-undangan yang berlaku bagi daerah dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Disumpah dibawah Ktab Suci masing-masing agama yang dianut)

Sesuai dengan bunyi sumpah jabatan di atas berdasarkan undang-undang, maka pejabat-pejabat yang berwenang terhadap penegakan perundang-undangan terutama Undang-undang No 5 Tahun 1990, telah melanggar sumpah dan janjinya ketika dilantik. Jadi berarti pejabat-pejabat tersebut telah makan sumpah, dibawah Kitab Suci pada Agamanya yang dianut.


PENDAHULUAN

Menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990, Cagar Alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, dan ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami. Di sebelah Barat Kota Bengkulu, kita dapat menemukan sebuah kawasan Cagar Alam dengan suasana alami dan asri dikenal dengan Danau Dendam Tak Sudah atau Cagar Alam Danau Dusun Besar.
Sepanjang bentang danau dulu dapat kita jumpai Anggrek endemik Vanda hookeriana (Anggrek pensil). Karena anggrek endemik inilah Gubernur Hindia Belanda dengan keputusannya No 36 pada tanggal 17 Juni 1936 (Stb 1936 No: 325) menetapkan Kawasan Danau Dusun Besar tahun 1936 sebagai kawasan Cagar Alam dengan luas perlindungan seluas 11,5 ha. Selanjutnya dengan keputusan Menteri Pertanian nomor 171/Kpts/Um/3/1981 kawasan diperluas hingga 430 ha, Bahkan dengan kearifan dan untuk memberikan kepastian hukum terhadap kawasan tersebut, melalui Anggaran 1985/1986 dibuatlah tata batas cagar alam dan keputusan Menteri Kehutanan No. 602/Kpts-II/1992 tanggal 10 Juni 1992 ditetapkan Kelompok Hutan Danau Dusun Besar seluas 577 ha sebagai kawasan hutan tetap (Register 61) dengan fungsi Hutan Suaka Alam atau Cagar Alam, dan selanjutnya diberi nama Hutan Suaka Alam/Cagar Alam Danau Dusun Besar.
Rasa prihantin muncul ketika kita melihat kehancuran sebuah Cagar Alam yang hanya satu-satunya di dunia yang berada ditengah-tengah kota. Awal dari malapeteka ini distimulasi oleh pemerintah sendiri, yaitu sejak dibangunnya jalan oleh Departemen Pekerjaan Umum tahun 1991 yang membelah Cagar Alam menjadi dua. Kita paham bahwa ini adalah sebuah kebijakan yang diputuskan oleh pemerintah Propinsi dengan sengaja menabrak Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Kronologis Kerusakan CADDB
Jalan Poros Nakau Air Sebakul mulai dibangun pada tahun 1991-1992. Pembangunan jalan tersebut jelas-jelas telah mengangkangi beberapa keberatan dari Departemen Kehutanan yang menjadi penanggung jawab kawasan tersebut. Untuk lebih jelasnya kronologis kerusakan CADDB dan perjuangan mempertahankan fungsinya sebagai berikut:
1. Pembangunan jalan dimulai awal tahun 1990, termasuk dalam Daftar Isian Proyek (DIP) Daerah TK I Bengkulu T.A. 1989/1990 sesuai dengan Surat Kepala Dinas PU Propinsi No. JL.02.03/674/BM/90 tanggal 29 Januari 1990 yang dipertegas dengan surat Gubernur No. 622/1290/II/B.5 tertanggal 14 Pebruari 1990 tentang permohonan Izin Pelaksanaan pekerjaan pembuatan jalan baru Desa Nakau-Air Sebakul. Dan berdasarkan Surat Kakanwil Dep PU Propinsi Bengkulu Nomor Jl.07.03-W07/264/90 tanggal 3 Pebruari 1990 tentang permohonan izin pelaksanaan Pekerjaan Pembuatan Jalan Baru Desa Nakau – Air Sebakul (Ditanda tangani oleh Kakanwil PU Ir. H. Basuki)
2. Dari surat Kakanwil Kehutanan Nomor 657/II/Kanwil-4/1989 tanggal 28 September 1989 yang ditujukan kepada Kadis PU Propinsi Bengkulu meminta agar dalam pelaksanaan pembangunan Jalan Nakau – Air Sebakul diadakan penggeseran agar tidak melewati Kawasan Cagar Alam.
3. Berdasarkan Surat Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan No. 731/VI/LH-4/91 tertanggal 12 Nopember 1991 telah diingatkan bahwa pembangunan jalan poros Nakau yang membelah Kawasan CADDB, sepanjang 1.600 m dengan lebar 30 meter atau seluas 48000 m2. Akan menyebabkan kerawanan terjadinya perambahan/penyerobotan tanah di kawasan tersebut.
4. Dari hasil investigasi dan penelitian Sub Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu Maret 1997, pembangunan jalan tahun 1991 tersebut, telah memicu jumlah penggarap kawasan Cagar Alam sangat pantastis, dari hanya 3 KK pada tahun 1971 hingga menjadi 159 KK pada tahun 1991, terutama disepanjang kiri-kanan jalan tersebut. Hal ini terjadi karena aksesibiltas ke dalam kawasan cagar alam semakin lancar
5. Kesalahan ini terus berlangsung bahkan secara atraktif pemerintah Kota yang melalui Dinas Tata Kota mengizinkan pembangunan kawasan pemukiman Pemukiman Kanwil Depdikbud, Kanwil Kesehatan, dan Surabaya Permai, yang secara ekologis tidak terbantahkan adalah bagian dari kawasan Cagar Alam Danau Dusun Besar.
6. Tahun 1997 s/d 2000 terjadi penurunan muka air danau yang sangat signifikan sehingga menyebabkan terjadinya kegagalan panen bagi lebih kurang 700 ha sawah masyarakat di kelurahan Dusun Besar, Surabaya, Semarang, Tanjung Jaya, Tanjung Agung, Panorama dan Jembatan Kecil. Saat ini kerugian dapat mencapai 50% dari nilai investasi. Kejadian ini paling tidak terjadi setiap tahun sekali, sehingga jika invesatasi petani mencapai Rp. 2 juta/hektar, maka kerugian dapat mencapai Rp. 1 juta/hektar, sehingga dalam satu tahun petani mengalami kerugian mencapai Rp. 700 juta. Pemerintah tidak pernah menghitung kerugian petani secara ekonomi, pemerintah juga tidak pernah menghitung berapa besar subsidi yag diberikan petani kepada masyarakat kota Bengkulu, karena setiap panen maka paling tidak terjadi penurunan Rp. 200/kg harga beras di Bengkulu. Jika penduduk Kota Bengkulu setiap harinya per KK membutuhkan 2 kg beras, maka setiap harinya penduduk Kota Bengkulu disubsidi petani sekitar danau mencapai Rp. 400/KK/hari, jika penduduk Kota sebanyak 100 ribu KK, maka setiap hari petani memsubsidi 100.000 kk x Rp. 400/kk, artinya Petani mensubsidi masyarakat kota Bengkulu setiap hari Rp. 4 juta, jiak kita hitung satu tahun maka subsidi tersebut mencapai Rp. 4 juta/hari x 365 hari atau Rp. 1,46 Milyar/tahun. Kalaulah pemerintah menghitung aspek ekonomi lingkungan maka pemerintah tidak akan pernah lancang mengatakan jalan dibuat karena faktor ekonomi. Secara teoritis betul, tetapi jalan tersebut akan menyebabkan mudahnya aksesibilitas perambahan sehingga rusaknya catchment area, akhirnya akan menyebabkan berkurangnya debit air danau dan tidak mampu menyediakan air yang optimal bagi petani untuk menghasil padi yang optimum. Hitungannya dapat menyebabkan kerugian, dan berapa besar dana yang harus kita keluarkan untuk mendatangkan beras kalau lahan-lahan tersebut tidak lagi digarap.
7. Atas dasar itulah, sejak berdirinya Yayasan Lembak 26 Agustus 1999 mulai melakukan advokasi kepada petani untuk tetap mempertahankan Cagar Alam Danau Dusun Besar. Banyak proses yang dilalui mulai dari hal-hal persuasif dengan diskusi dan surat ke Bapedalda, KSDA, Dinas Kehutanan, Gubernur, DPRD Provinsi, DPRD Kota, Pemda Kota sudah dilakukan. Sehingga puncak pada tanggal 17 September 2001, Yayasan Lembak mendampingi petani untuk mengadakan unjuk rasa ke DPRD Provinsi dan Ke Kantor Gubernur, sejak itu genderang perang ditabuh dan tidak akan pernah dihentikan, tidak ada lagi jalan untuk kembali kecuali memperjuangkan Pelestarian Cagar Alam Danau Dusun Besar.
8. Banyak proses telah Yayasan Lembak lalui, sehingga akhirnya pada 15 Maret 2002 kembali dilakukan Demo kembali ke Kantor KSDA Bengkulu dan DPRD Kota Bengkulu. Pada saat itu satu petani terluka dan dirawat di rumah sakit karena ke kekejaman aparat yang pilih buluh dalam penegakan hukum. Hampir semua pengurus Yayasan Lembak diarahkan menjadi tersangka padahal perambahan tidak diapa-apakan (mungkin karena banyak pejabat). Hasil konkrit pada saat itu walikota Bapak Khairul Amri bersedia menanggung pengobatan petani yang luka, bersedia membuat tanggul sepanjang 600 meter untuk mengurangi kehilangan air secara percuma di sekitar perumahan Surabaya Permai.
9. Dan Puncak kegembiraan kami sesuai dengan berita acara Rapat Sabtu, 27 April 2002 Walikota dan Ketua DPRD Kota menandatangani perjanjian untuk menghentikan proyek pembangunan jalan Air Sebakul ke Simpang Nakau, dan menyatakan jalan tersebut tidak untuk jalan umum dan agar dibongkar. Kesepakatan membuahkan kegembiraan, apalagi kemudian Gubernur juga membuat surat ketetapan untuk menindaklanjuti keputusan Walikota tersebut. Yayasan Lembak juga ikut menandatangani berita acara tersebut
10. Hari Jum’at, 6 Mei 2005, Yayasan Lembak kembali mendapat undangan dari Bapeda Kota Bengkulu untuk membahasan pembangunan Jembatan pada trase jalan Cagar Alam Danau Dusun Besar yang telah dinyatakan tertutup, hal ini juga dikuatkan dengan keputusan menteri kehutanan. Sebuah ambivalensi sikap pejabat yang tidak paham, mungkin ini karena pesan sponsor, atau mungkin sudah ada pemborong yang ditunjuk dengan PL untuk mengerjakannya, atau mungkin juga sudah ada perselingkuhan pejabat-pemborong untuk segera menghabiskan dana yang sudah dianggarkan untuk membangun jembatan. Bercerminlah pada kasus-kasus PL yang lalu, saat ini pejabat kota sedang menjadi pesakitan, jangan diulangi lagi sesuatu yang keliru. Kalau ini terjadi sungguh pameran pelanggaran hukum massal. Karena mengulangi proyek PL berati mengulangi perbuatan, dan ini secara hukum harus ditahan.
11. Yayasan Lembak tidak punya wewenang kuat, tapi Yayasan Lembak punya hati, punya cita-cita, punya harapan untuk itu kami hanya mampu menghimbau untuk tidak melanggar kesepakatan yang dibuat, apalagi melanggar undang-undang.
12. Sebuah harapan saat inipun personil Yayasan Lembak sudah merencanakan untuk membuat sebuah rencana Blue Print untuk membuat sebuah MODEL PENGELOLAAN KAWASAN CAGAR ALAM yang berbasis pada KONSERVASI DAN EKONOMI KERAKYATAN, kami bukan hanya menentang dan tidak berbuat, jauh daripada itu sebuah rencana besar dan sebuah kesimpulan Bahwa HANYA SATAU CADANGAN AIR PERMUKAAN DI BENGKULU yaitu DANAU DUSUN BESAR.

FAKTA PERJUANGAN MASYARKAT LEMBAK BENGKULU

Suku Lembak adalah Suku Asli Kota Bengkulu (Suku lain adalah Melayu Bengkulu). Masyarakat Lembak tersebar di Empat Kecamatan yang ada di Kota Bengkulu, sebagian besar tinggal di Kecamatan Gading Cempaka yaitu: Kelurahan Jembatan Kecil, Panorama, Dusun Besar dan Jalan Gedang; di Kecamatan Selebar meliputi: Desa Pagar Dewa, Sukarami, Pekan Sabtu, Betungan, dan Desa Kandang, Di Kecamatan Teluk Segara meliputi: Kelurahan Sukamerindu, Desa Tanjung Agung, Tanjung Jaya, Semarang, dan Surabaya, di Kecamatan Muara Bangkahulu meliputi: Desa Bentiring dan Pematang Gubernur dan sekitarnya. Sebagian Besar juga tinggal diwilayah pemakaran dari kelurahan dan desa tersebut.
Secara geografis dan fakta sejarah bahwa Danau Dendam Tak Sudah atau Danau Dusun Besar, adalah Hak Adat Masyarakat Lembak. Dalam sistem hukum Nasional, Hak-hak adat sangat dilindungi keberadaannya.
Dalam naskah SK penetapan Kawasan Cagar Alam oleh Gubernur Hindia Belanda di Bengkulu, Tanggal 17 Juni 1936 No 36, secara jelas dibuktikan bahwa kawasan tersebut adalah milik marga Proatin XII yang notabene adalah Masyarakat Lembak, bahkan diakui sebagai Hak Ulayat Masyarakat Lembak.
Selanjutnya dengan keputusan Menteri Pertanian nomor 171/Kpts/Um/3/1981 kawasan diperluas hingga 430 ha, sehingga menjadi 441,5 ha. Bahkan dengan kearifan dan untuk memberikan kepastian hukum terhadap kawasan tersebut, melalui Anggaran 1985/1986 dibuatlah tata batas cagar alam dan keputusan Menteri Kehutanan No. 602/Kpts-II/1992 tanggal 10 Juni 1992 ditetapkan Kelompok Hutan Danau Dusun Besar seluas 577 ha sebagai kawasan hutan tetap (Register 61) dengan fungsi Hutan Suaka Alam atau Cagar Alam, dan selanjutnya diberi nama Hutan Suaka Alam/Cagar Alam Danau Dusun Besar.
Masyarakat Lembak dalam hal ini dengan rela melepas kepemilikan lahan tersebut secara turun temurun demi menjaga kelestarian Cagar Alam tersebut.
Suatu hal antagonis justru terjadi, perlindungan yang dibuat oleh pemerintah pusat telah diporak-porandakan oleh segelintir pejabat yang tidak mempunyai hati nurani, Gubernur Bengkulu dan Walikota Bengkulu dengan semena-mena menetapkan dan menyetujui sebuah kebijakan yang dikemudian hari berdampak pada sebuah penyengsaraan kepada masyarakat Lembak terutama petani yang sangat membutuhkan air untuk kepentingan irigasi lahan persawahan seluas 700 ha, hal ini semakin diperparah dengan penyerobotan tanah di kawasan Cagar Alam tersebut yang dipelopori oleh pejabat-pejabat yang zhalim pada saat itu.
Pembangunan jalan pada tahun 1990-1992, telah juga memicu perambahan yang terorganisir sehingga kawasan cagar alam ini habis terbagi menjadi kevlingan-kavlingan, kawasan hutan pulai rawa dibabat habis, sehingga tidak ada lagi yang tersisa.
Saat itu, memang masyarakat Lembak belum ada yang berani secara terang-terangan menentang pengrusakan hak-hak adat mereka, akan tetapi Undang-undang No 5 Tahun 1990 telah dengan jelas melindungi kawasan ini.
Masyarakat Lembak, telah melakukan upaya-upaya untuk mencegah kerusakan Cagar Alam ini lebih parah lagi. Secara persuasif telah mendesak pemerintah untuk menghentikan pengrusakan dan perambahan cagar alam terebut.
Hal yang paling esensial yang telah disepakati oleh Tim terpadu penanganan Kawasan CADDB adalah BERSEPAKAT MENGEMBALIKAN FUNGSI KAWASAN CAGAR ALAM DANAU DUSUN BESAR SEPERTI SEMULA, maka Implikasi dari hal tersebut kami menuntut:
1. Menutup jalan yang membelah kawasan Cagar Alam tersebut demi hukum, dan karena proses perizinannya hingga saat ini masih bermasalah (Didukung oleh Bapak Walikota dan Ketua DPRD Kota Bengkulu, hasil rapat pada Hari Sabtu, 27 April 2002)
2. Menuntut Kimpraswil Propinsi untuk tetap melaksanakan surat perintah Gubernur untuk menutup saluran drainase yang dibuat yang menguras debit air Danau tersebut.
3. Menuntut pihak kepolisian untuk melaksanakan upaya penegakan Hukum sesuai dengan Surat Gubernur No. 660/1927/Bapedalda tertanggal 6 Maret 2001 yang ditujukan kepada Kapolersta Bengkulu
4. Mendesak pemerintah untuk segera menyediakan dana untuk rehabilitasi dan reboisasi Cagar Alam yang sudah rusak.
5. Menolak Peningkatan Pembangunan Jalan Nakau-Air Sebakul.
6. Menghancurkan lajur Jalan Air Sebakul-Simpang Nakau pada trase Cagar Alam
7. Menolak Pembangunan Jembatan yang direncanakan oleh Pemda Kota dan Provinsi

PENUTUP

Kembalilah kita pada hukum yang berlaku ketika kita berbeda pendapat, supaya Cagar Alam Danau Dusun Besar yang kita cintai tidak menjadi sebuah kubangan yang tanpa makna, tanpa bisa kita temukan lagi anggrek langka Vanda hookeriana, kita juga berharap intrusi air laut seperti di Jakarta tidak terjadi di Bengkulu. Sehingga pada sebuah kesimpulan kita: Mempertahan Fungsi Kawasan Cagar Alam Danau Dusun Besar Seperti Semula. Kami membutuhkan dukungan segenap elemen masyarakat Bengkulu untuk mempertahankan kawasan Cagar Alam ini.


(Dirangkum dalam sebuah tulisan dari berbagai Sumber oleh Ir. Usman Yassin, M.Si: Direktur Eksekutif Yayasan Lembak, Pemerhati Lingkungan dan Dosen Fak Pertanian Univ.Muhammadiyah Bengkulu;

Komentar anda dapat disampaikan secara langsung melalui telpon atau e-mail: usmanyasin@plasa.com tulisan ini dapat diakses di website Yayasan Lembak Bengkulu http://yayasan-lembak.blogspot.com)


MEMPERTAHANKAN FUNGSI CAGAR ALAM DANAU DUSUN BESAR
(Tidak Ada Lagi Jalan Yang Membela Kawasan Cagar Alam Danau Dusun Besar, Tidak Ada Pembuatan Jembatan dan Jalan Pada Trase Cagar Alam Danau Dusun Besar Reg. No. 61)

Yayasan Lembak

Yayasan Lembak adalah sebuah lembaga swadaya masyarakat yang dibangun atas dasar keinginan memperjuangkan Hak-hak adat masyarakat Lembak, karena ranah perjuangan yang bersentuhan dengan kasus-kasus lingkungan hidup dan sumberdaya alam yang pada akhirnya persoalan kebijakan maka akhirnya Yayasan Lembak juga konsen pada persoalan semua nasib kaum tertindas dan dimarginalkan. Persoalan yang muncul yang dialami masyarakat ini juga disebabkan kasus-kasus Korupsi anggaran APBD dan APBN, akhirnya Yayasan Lembak juga berada pada garda depan melakukan perlawan terhadap kasus-kasus Korupsi, sebuah Gerakan yang pernah digagas oleh pendiri sekalgus ketua Yayasan Lembak, yaitu dengan Gagasan Gerakan 1.000.000 Facebookers dukung Bitchan, yang menjadi trent topik dimedia massa dan dunia maya. Ayo dukung terus berlanjut aktivitas perjalanan Yayasan Lembak Bengkulu. Semoga informasi ini bermanfaat untuk kita semua, Terimakasih.

Saran - Pendapat - Pesan

Nama

Email *

Pesan *