Minggu, 12 Juni 2005

SURAT TERBUKA UNTUK PEMDA KOTA & PROVINSI BENGKULU

SURAT TERBUKA BUAT PEMDA KOTA & PROVINSI BENGKULU
(Jawaban terbuka ini disampaikan atas keinginan pemda membuka kembali Jalan yang membelah Kawasan Cagar Alam Danau Dusun Besar Register 61)


Surat terbuka ini disampaikan atas undangan Bapeda Kota Bengkulu pada Hari Jum’at, 6 Mei 2005 di Pemda Kota Bengkulu, dengan inti keinginan untuk membuka kembali Jalur Jalan Terminal Air Sebakul dan Simpang IV Nakau pada trase Cagar Alam sepanjang lebih kurang 1,8 km.


Pasal 19 Undang-undang 5 Tahun 1990:
1. Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam
2. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 tidak termasuk kegiatan pembinaan habitat untuk kepentingan satwa dalam suaka marga satwa
3. Perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi mengurangi, menghilangkan fungsi dan luas kawasan suaka alam, serta menambah jenis tumbuhan dan satwa lain yang tidak asli

Pasal 40 undang-undang 5 tahun 1990
1. Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 200.000.000

Kami kembali mengingatkan:
Pada setiap sumpah jabatan, salah satu hal yang diungkapkan adalah:
...........bahwa saya akan selalu taat dalam mengamalkan dan mempertahankan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi negara serta segala peraturan perundangan-undangan yang berlaku bagi daerah dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Disumpah dibawah Ktab Suci masing-masing agama yang dianut)

Sesuai dengan bunyi sumpah jabatan di atas berdasarkan undang-undang, maka pejabat-pejabat yang berwenang terhadap penegakan perundang-undangan terutama Undang-undang No 5 Tahun 1990, telah melanggar sumpah dan janjinya ketika dilantik. Jadi berarti pejabat-pejabat tersebut telah makan sumpah, dibawah Kitab Suci pada Agamanya yang dianut.


PENDAHULUAN

Menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990, Cagar Alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, dan ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami. Di sebelah Barat Kota Bengkulu, kita dapat menemukan sebuah kawasan Cagar Alam dengan suasana alami dan asri dikenal dengan Danau Dendam Tak Sudah atau Cagar Alam Danau Dusun Besar.
Sepanjang bentang danau dulu dapat kita jumpai Anggrek endemik Vanda hookeriana (Anggrek pensil). Karena anggrek endemik inilah Gubernur Hindia Belanda dengan keputusannya No 36 pada tanggal 17 Juni 1936 (Stb 1936 No: 325) menetapkan Kawasan Danau Dusun Besar tahun 1936 sebagai kawasan Cagar Alam dengan luas perlindungan seluas 11,5 ha. Selanjutnya dengan keputusan Menteri Pertanian nomor 171/Kpts/Um/3/1981 kawasan diperluas hingga 430 ha, Bahkan dengan kearifan dan untuk memberikan kepastian hukum terhadap kawasan tersebut, melalui Anggaran 1985/1986 dibuatlah tata batas cagar alam dan keputusan Menteri Kehutanan No. 602/Kpts-II/1992 tanggal 10 Juni 1992 ditetapkan Kelompok Hutan Danau Dusun Besar seluas 577 ha sebagai kawasan hutan tetap (Register 61) dengan fungsi Hutan Suaka Alam atau Cagar Alam, dan selanjutnya diberi nama Hutan Suaka Alam/Cagar Alam Danau Dusun Besar.
Rasa prihantin muncul ketika kita melihat kehancuran sebuah Cagar Alam yang hanya satu-satunya di dunia yang berada ditengah-tengah kota. Awal dari malapeteka ini distimulasi oleh pemerintah sendiri, yaitu sejak dibangunnya jalan oleh Departemen Pekerjaan Umum tahun 1991 yang membelah Cagar Alam menjadi dua. Kita paham bahwa ini adalah sebuah kebijakan yang diputuskan oleh pemerintah Propinsi dengan sengaja menabrak Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Kronologis Kerusakan CADDB
Jalan Poros Nakau Air Sebakul mulai dibangun pada tahun 1991-1992. Pembangunan jalan tersebut jelas-jelas telah mengangkangi beberapa keberatan dari Departemen Kehutanan yang menjadi penanggung jawab kawasan tersebut. Untuk lebih jelasnya kronologis kerusakan CADDB dan perjuangan mempertahankan fungsinya sebagai berikut:
1. Pembangunan jalan dimulai awal tahun 1990, termasuk dalam Daftar Isian Proyek (DIP) Daerah TK I Bengkulu T.A. 1989/1990 sesuai dengan Surat Kepala Dinas PU Propinsi No. JL.02.03/674/BM/90 tanggal 29 Januari 1990 yang dipertegas dengan surat Gubernur No. 622/1290/II/B.5 tertanggal 14 Pebruari 1990 tentang permohonan Izin Pelaksanaan pekerjaan pembuatan jalan baru Desa Nakau-Air Sebakul. Dan berdasarkan Surat Kakanwil Dep PU Propinsi Bengkulu Nomor Jl.07.03-W07/264/90 tanggal 3 Pebruari 1990 tentang permohonan izin pelaksanaan Pekerjaan Pembuatan Jalan Baru Desa Nakau – Air Sebakul (Ditanda tangani oleh Kakanwil PU Ir. H. Basuki)
2. Dari surat Kakanwil Kehutanan Nomor 657/II/Kanwil-4/1989 tanggal 28 September 1989 yang ditujukan kepada Kadis PU Propinsi Bengkulu meminta agar dalam pelaksanaan pembangunan Jalan Nakau – Air Sebakul diadakan penggeseran agar tidak melewati Kawasan Cagar Alam.
3. Berdasarkan Surat Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan No. 731/VI/LH-4/91 tertanggal 12 Nopember 1991 telah diingatkan bahwa pembangunan jalan poros Nakau yang membelah Kawasan CADDB, sepanjang 1.600 m dengan lebar 30 meter atau seluas 48000 m2. Akan menyebabkan kerawanan terjadinya perambahan/penyerobotan tanah di kawasan tersebut.
4. Dari hasil investigasi dan penelitian Sub Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu Maret 1997, pembangunan jalan tahun 1991 tersebut, telah memicu jumlah penggarap kawasan Cagar Alam sangat pantastis, dari hanya 3 KK pada tahun 1971 hingga menjadi 159 KK pada tahun 1991, terutama disepanjang kiri-kanan jalan tersebut. Hal ini terjadi karena aksesibiltas ke dalam kawasan cagar alam semakin lancar
5. Kesalahan ini terus berlangsung bahkan secara atraktif pemerintah Kota yang melalui Dinas Tata Kota mengizinkan pembangunan kawasan pemukiman Pemukiman Kanwil Depdikbud, Kanwil Kesehatan, dan Surabaya Permai, yang secara ekologis tidak terbantahkan adalah bagian dari kawasan Cagar Alam Danau Dusun Besar.
6. Tahun 1997 s/d 2000 terjadi penurunan muka air danau yang sangat signifikan sehingga menyebabkan terjadinya kegagalan panen bagi lebih kurang 700 ha sawah masyarakat di kelurahan Dusun Besar, Surabaya, Semarang, Tanjung Jaya, Tanjung Agung, Panorama dan Jembatan Kecil. Saat ini kerugian dapat mencapai 50% dari nilai investasi. Kejadian ini paling tidak terjadi setiap tahun sekali, sehingga jika invesatasi petani mencapai Rp. 2 juta/hektar, maka kerugian dapat mencapai Rp. 1 juta/hektar, sehingga dalam satu tahun petani mengalami kerugian mencapai Rp. 700 juta. Pemerintah tidak pernah menghitung kerugian petani secara ekonomi, pemerintah juga tidak pernah menghitung berapa besar subsidi yag diberikan petani kepada masyarakat kota Bengkulu, karena setiap panen maka paling tidak terjadi penurunan Rp. 200/kg harga beras di Bengkulu. Jika penduduk Kota Bengkulu setiap harinya per KK membutuhkan 2 kg beras, maka setiap harinya penduduk Kota Bengkulu disubsidi petani sekitar danau mencapai Rp. 400/KK/hari, jika penduduk Kota sebanyak 100 ribu KK, maka setiap hari petani memsubsidi 100.000 kk x Rp. 400/kk, artinya Petani mensubsidi masyarakat kota Bengkulu setiap hari Rp. 4 juta, jiak kita hitung satu tahun maka subsidi tersebut mencapai Rp. 4 juta/hari x 365 hari atau Rp. 1,46 Milyar/tahun. Kalaulah pemerintah menghitung aspek ekonomi lingkungan maka pemerintah tidak akan pernah lancang mengatakan jalan dibuat karena faktor ekonomi. Secara teoritis betul, tetapi jalan tersebut akan menyebabkan mudahnya aksesibilitas perambahan sehingga rusaknya catchment area, akhirnya akan menyebabkan berkurangnya debit air danau dan tidak mampu menyediakan air yang optimal bagi petani untuk menghasil padi yang optimum. Hitungannya dapat menyebabkan kerugian, dan berapa besar dana yang harus kita keluarkan untuk mendatangkan beras kalau lahan-lahan tersebut tidak lagi digarap.
7. Atas dasar itulah, sejak berdirinya Yayasan Lembak 26 Agustus 1999 mulai melakukan advokasi kepada petani untuk tetap mempertahankan Cagar Alam Danau Dusun Besar. Banyak proses yang dilalui mulai dari hal-hal persuasif dengan diskusi dan surat ke Bapedalda, KSDA, Dinas Kehutanan, Gubernur, DPRD Provinsi, DPRD Kota, Pemda Kota sudah dilakukan. Sehingga puncak pada tanggal 17 September 2001, Yayasan Lembak mendampingi petani untuk mengadakan unjuk rasa ke DPRD Provinsi dan Ke Kantor Gubernur, sejak itu genderang perang ditabuh dan tidak akan pernah dihentikan, tidak ada lagi jalan untuk kembali kecuali memperjuangkan Pelestarian Cagar Alam Danau Dusun Besar.
8. Banyak proses telah Yayasan Lembak lalui, sehingga akhirnya pada 15 Maret 2002 kembali dilakukan Demo kembali ke Kantor KSDA Bengkulu dan DPRD Kota Bengkulu. Pada saat itu satu petani terluka dan dirawat di rumah sakit karena ke kekejaman aparat yang pilih buluh dalam penegakan hukum. Hampir semua pengurus Yayasan Lembak diarahkan menjadi tersangka padahal perambahan tidak diapa-apakan (mungkin karena banyak pejabat). Hasil konkrit pada saat itu walikota Bapak Khairul Amri bersedia menanggung pengobatan petani yang luka, bersedia membuat tanggul sepanjang 600 meter untuk mengurangi kehilangan air secara percuma di sekitar perumahan Surabaya Permai.
9. Dan Puncak kegembiraan kami sesuai dengan berita acara Rapat Sabtu, 27 April 2002 Walikota dan Ketua DPRD Kota menandatangani perjanjian untuk menghentikan proyek pembangunan jalan Air Sebakul ke Simpang Nakau, dan menyatakan jalan tersebut tidak untuk jalan umum dan agar dibongkar. Kesepakatan membuahkan kegembiraan, apalagi kemudian Gubernur juga membuat surat ketetapan untuk menindaklanjuti keputusan Walikota tersebut. Yayasan Lembak juga ikut menandatangani berita acara tersebut
10. Hari Jum’at, 6 Mei 2005, Yayasan Lembak kembali mendapat undangan dari Bapeda Kota Bengkulu untuk membahasan pembangunan Jembatan pada trase jalan Cagar Alam Danau Dusun Besar yang telah dinyatakan tertutup, hal ini juga dikuatkan dengan keputusan menteri kehutanan. Sebuah ambivalensi sikap pejabat yang tidak paham, mungkin ini karena pesan sponsor, atau mungkin sudah ada pemborong yang ditunjuk dengan PL untuk mengerjakannya, atau mungkin juga sudah ada perselingkuhan pejabat-pemborong untuk segera menghabiskan dana yang sudah dianggarkan untuk membangun jembatan. Bercerminlah pada kasus-kasus PL yang lalu, saat ini pejabat kota sedang menjadi pesakitan, jangan diulangi lagi sesuatu yang keliru. Kalau ini terjadi sungguh pameran pelanggaran hukum massal. Karena mengulangi proyek PL berati mengulangi perbuatan, dan ini secara hukum harus ditahan.
11. Yayasan Lembak tidak punya wewenang kuat, tapi Yayasan Lembak punya hati, punya cita-cita, punya harapan untuk itu kami hanya mampu menghimbau untuk tidak melanggar kesepakatan yang dibuat, apalagi melanggar undang-undang.
12. Sebuah harapan saat inipun personil Yayasan Lembak sudah merencanakan untuk membuat sebuah rencana Blue Print untuk membuat sebuah MODEL PENGELOLAAN KAWASAN CAGAR ALAM yang berbasis pada KONSERVASI DAN EKONOMI KERAKYATAN, kami bukan hanya menentang dan tidak berbuat, jauh daripada itu sebuah rencana besar dan sebuah kesimpulan Bahwa HANYA SATAU CADANGAN AIR PERMUKAAN DI BENGKULU yaitu DANAU DUSUN BESAR.

FAKTA PERJUANGAN MASYARKAT LEMBAK BENGKULU

Suku Lembak adalah Suku Asli Kota Bengkulu (Suku lain adalah Melayu Bengkulu). Masyarakat Lembak tersebar di Empat Kecamatan yang ada di Kota Bengkulu, sebagian besar tinggal di Kecamatan Gading Cempaka yaitu: Kelurahan Jembatan Kecil, Panorama, Dusun Besar dan Jalan Gedang; di Kecamatan Selebar meliputi: Desa Pagar Dewa, Sukarami, Pekan Sabtu, Betungan, dan Desa Kandang, Di Kecamatan Teluk Segara meliputi: Kelurahan Sukamerindu, Desa Tanjung Agung, Tanjung Jaya, Semarang, dan Surabaya, di Kecamatan Muara Bangkahulu meliputi: Desa Bentiring dan Pematang Gubernur dan sekitarnya. Sebagian Besar juga tinggal diwilayah pemakaran dari kelurahan dan desa tersebut.
Secara geografis dan fakta sejarah bahwa Danau Dendam Tak Sudah atau Danau Dusun Besar, adalah Hak Adat Masyarakat Lembak. Dalam sistem hukum Nasional, Hak-hak adat sangat dilindungi keberadaannya.
Dalam naskah SK penetapan Kawasan Cagar Alam oleh Gubernur Hindia Belanda di Bengkulu, Tanggal 17 Juni 1936 No 36, secara jelas dibuktikan bahwa kawasan tersebut adalah milik marga Proatin XII yang notabene adalah Masyarakat Lembak, bahkan diakui sebagai Hak Ulayat Masyarakat Lembak.
Selanjutnya dengan keputusan Menteri Pertanian nomor 171/Kpts/Um/3/1981 kawasan diperluas hingga 430 ha, sehingga menjadi 441,5 ha. Bahkan dengan kearifan dan untuk memberikan kepastian hukum terhadap kawasan tersebut, melalui Anggaran 1985/1986 dibuatlah tata batas cagar alam dan keputusan Menteri Kehutanan No. 602/Kpts-II/1992 tanggal 10 Juni 1992 ditetapkan Kelompok Hutan Danau Dusun Besar seluas 577 ha sebagai kawasan hutan tetap (Register 61) dengan fungsi Hutan Suaka Alam atau Cagar Alam, dan selanjutnya diberi nama Hutan Suaka Alam/Cagar Alam Danau Dusun Besar.
Masyarakat Lembak dalam hal ini dengan rela melepas kepemilikan lahan tersebut secara turun temurun demi menjaga kelestarian Cagar Alam tersebut.
Suatu hal antagonis justru terjadi, perlindungan yang dibuat oleh pemerintah pusat telah diporak-porandakan oleh segelintir pejabat yang tidak mempunyai hati nurani, Gubernur Bengkulu dan Walikota Bengkulu dengan semena-mena menetapkan dan menyetujui sebuah kebijakan yang dikemudian hari berdampak pada sebuah penyengsaraan kepada masyarakat Lembak terutama petani yang sangat membutuhkan air untuk kepentingan irigasi lahan persawahan seluas 700 ha, hal ini semakin diperparah dengan penyerobotan tanah di kawasan Cagar Alam tersebut yang dipelopori oleh pejabat-pejabat yang zhalim pada saat itu.
Pembangunan jalan pada tahun 1990-1992, telah juga memicu perambahan yang terorganisir sehingga kawasan cagar alam ini habis terbagi menjadi kevlingan-kavlingan, kawasan hutan pulai rawa dibabat habis, sehingga tidak ada lagi yang tersisa.
Saat itu, memang masyarakat Lembak belum ada yang berani secara terang-terangan menentang pengrusakan hak-hak adat mereka, akan tetapi Undang-undang No 5 Tahun 1990 telah dengan jelas melindungi kawasan ini.
Masyarakat Lembak, telah melakukan upaya-upaya untuk mencegah kerusakan Cagar Alam ini lebih parah lagi. Secara persuasif telah mendesak pemerintah untuk menghentikan pengrusakan dan perambahan cagar alam terebut.
Hal yang paling esensial yang telah disepakati oleh Tim terpadu penanganan Kawasan CADDB adalah BERSEPAKAT MENGEMBALIKAN FUNGSI KAWASAN CAGAR ALAM DANAU DUSUN BESAR SEPERTI SEMULA, maka Implikasi dari hal tersebut kami menuntut:
1. Menutup jalan yang membelah kawasan Cagar Alam tersebut demi hukum, dan karena proses perizinannya hingga saat ini masih bermasalah (Didukung oleh Bapak Walikota dan Ketua DPRD Kota Bengkulu, hasil rapat pada Hari Sabtu, 27 April 2002)
2. Menuntut Kimpraswil Propinsi untuk tetap melaksanakan surat perintah Gubernur untuk menutup saluran drainase yang dibuat yang menguras debit air Danau tersebut.
3. Menuntut pihak kepolisian untuk melaksanakan upaya penegakan Hukum sesuai dengan Surat Gubernur No. 660/1927/Bapedalda tertanggal 6 Maret 2001 yang ditujukan kepada Kapolersta Bengkulu
4. Mendesak pemerintah untuk segera menyediakan dana untuk rehabilitasi dan reboisasi Cagar Alam yang sudah rusak.
5. Menolak Peningkatan Pembangunan Jalan Nakau-Air Sebakul.
6. Menghancurkan lajur Jalan Air Sebakul-Simpang Nakau pada trase Cagar Alam
7. Menolak Pembangunan Jembatan yang direncanakan oleh Pemda Kota dan Provinsi

PENUTUP

Kembalilah kita pada hukum yang berlaku ketika kita berbeda pendapat, supaya Cagar Alam Danau Dusun Besar yang kita cintai tidak menjadi sebuah kubangan yang tanpa makna, tanpa bisa kita temukan lagi anggrek langka Vanda hookeriana, kita juga berharap intrusi air laut seperti di Jakarta tidak terjadi di Bengkulu. Sehingga pada sebuah kesimpulan kita: Mempertahan Fungsi Kawasan Cagar Alam Danau Dusun Besar Seperti Semula. Kami membutuhkan dukungan segenap elemen masyarakat Bengkulu untuk mempertahankan kawasan Cagar Alam ini.


(Dirangkum dalam sebuah tulisan dari berbagai Sumber oleh Ir. Usman Yassin, M.Si: Direktur Eksekutif Yayasan Lembak, Pemerhati Lingkungan dan Dosen Fak Pertanian Univ.Muhammadiyah Bengkulu;

Komentar anda dapat disampaikan secara langsung melalui telpon atau e-mail: usmanyasin@plasa.com tulisan ini dapat diakses di website Yayasan Lembak Bengkulu http://yayasan-lembak.blogspot.com)


MEMPERTAHANKAN FUNGSI CAGAR ALAM DANAU DUSUN BESAR
(Tidak Ada Lagi Jalan Yang Membela Kawasan Cagar Alam Danau Dusun Besar, Tidak Ada Pembuatan Jembatan dan Jalan Pada Trase Cagar Alam Danau Dusun Besar Reg. No. 61)

0 comments:

Posting Komentar

Yayasan Lembak

Yayasan Lembak adalah sebuah lembaga swadaya masyarakat yang dibangun atas dasar keinginan memperjuangkan Hak-hak adat masyarakat Lembak, karena ranah perjuangan yang bersentuhan dengan kasus-kasus lingkungan hidup dan sumberdaya alam yang pada akhirnya persoalan kebijakan maka akhirnya Yayasan Lembak juga konsen pada persoalan semua nasib kaum tertindas dan dimarginalkan. Persoalan yang muncul yang dialami masyarakat ini juga disebabkan kasus-kasus Korupsi anggaran APBD dan APBN, akhirnya Yayasan Lembak juga berada pada garda depan melakukan perlawan terhadap kasus-kasus Korupsi, sebuah Gerakan yang pernah digagas oleh pendiri sekalgus ketua Yayasan Lembak, yaitu dengan Gagasan Gerakan 1.000.000 Facebookers dukung Bitchan, yang menjadi trent topik dimedia massa dan dunia maya. Ayo dukung terus berlanjut aktivitas perjalanan Yayasan Lembak Bengkulu. Semoga informasi ini bermanfaat untuk kita semua, Terimakasih.

Saran - Pendapat - Pesan

Nama

Email *

Pesan *